– Senin (23/3/2020), tepat pukul 11.00 WIB, tiga individu Orangutan ditranslokasikan di Bukit Kubang, Desa Batu Barat, Kecamatan Simpang Hilir, Kabupaten Kayong Utara. Bukit Kubang ini merupakan bagian dari Kawasan Taman Nasional Gunung Palung (TANAGUPA).
Proses melepasliarkan ketiga Orangutan itu berjalan lancar. Kegiatan ini hasil kerjasama yang baik Tim Satgas Rescue Satwa. Terdiri dari Balai TANAGUPA, BKSDA Kalimantan Barat dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI). Tim gabungan ini pertama kali dibentuk pada awal Maret 2020 untuk mengantisipasi dan menangani dampak kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) bagi satwa liar yang mungkin terjadi di tahun ini di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara.
Translokasi merupakan kegiatan penyelamatan (rescue) dan pemindahan Orangutan liar dari lokasi alami (yang sedang mengalami kerusakan) ke habitat alami lainnya. Ketiga individu Orangutan tersebut merupakan satwa yang di rescue dari luar kawasan TANAGUPA atas nama Inap (Jantan, ± 20 tahun), Rawa (Jantan, ± 2 tahun) dan Mama Rawa (Betina, ± 15 tahun).
Sebelum dilakukan translokasi, Inap, Rawa dan Mama Rawa telah melewati proses penyelamatan (rescue), perawatan di YIARI Ketapang serta pemeriksaan kesehatan. Orangutan yang ditranslokasikan telah dinyatakan sehat oleh Dokter YIARI, tidak ditemukan gejala dari suatu penyakit tertentu dan masih memiliki perilaku liar (aktif, lincah, agresif).
Tim translokasi bergerak dari pusat rehabilitasi Orangutan YIARI di Sungai Awan Ketapang sejak pukul 03.00 WIB. Target tim adalah sampai di kantor SPTN Wil II Teluk Melano sebelum pukul 06.00 WIB. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemacetan serta mengurangi potensi kerumunan massa sepanjang perjalanan.
Tim kemudian melanjutkan perjalanan menuju Desa Batu Barat dengan waktu tempuh 1 jam. Dari Desa Batu Barat, Inap, Rawa dan Mama Rawa kemudian diangkut menggunakan longboat menuju Bukit Kubang. Transportasi air merupakan satu satunya pilihan untuk menuju Bukit Kubang.
“Kondisi ini merupakan salah satu alasan dipilihnya Bukit Kubang sebagai lokasi translokasi. Bukit Kubang cukup jauh dari pemukiman, memiliki ketersediaan pakan yang memadai dan kepadatan Orangutan yang rendah,” terang Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Teluk Melano, Hazbullah, S.Hut.
Sepanjang Maret 2018 – September 2019, lima individu Orangutan telah dipindahkan ke Bukit Kubang. Inap, Rawa dan Mama Rawa menambah populasi Orangutan translokasi di Bukit Kubang. Setelah menyusuri Sungai Kubang sekitar 1 jam, tim tiba di Bukit Kubang.
Ketiga individu Orangutan kemudian diangkut menggunakan kandang ke titik translokasi. Inap dilepas terlebih dahulu. Kemudian Rawa dan Mama Rawa.
Inap, Rawa dan Mama Rawa merupakan satwa terdampak kebakaran hutan sepanjang tahun 2019. Ketiganya diselamatkan di Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang oleh tim gabungan BKSDA Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ketapang dan YIARI.
Inap ditemukan di Desa Sungai Pelang pada Jumat 24 Januari 2020. Inap masuk ke kebun warga untuk mencari makan dikarenakan rusaknya kawasan hutan akibat kebakaran, penebangan liar dan pertambangan ilegal.
Sementara itu, Rawa dan induknya diselamatkan di Jalan Pelang – Tumbang Titi Km 9 pada 2 Februari 2020. Anak dan induk Orangutan ini menyeberang jalan raya untuk mencari habitat baru setelah hutan yang ada disekitarnya terbakar pada tahun 2019.
Mama Rawa terindikasi mengalami malnutrisi akibat kelaparan selama berbulan-bulan. Sementara Inap memiliki luka lecet di tangan saat masyarakat mencoba menangkapnya menggunakan penjerat.
Penyelamatan dan translokasi dilakukan mengingat tidak ada lagi kawasan hutan disekitarnya yang dapat menjadi habitat untuk bertahan hidup bagi ke-tiga individu Orangutan tersebut.
“Kebakaran hutan sejauh ini merupakan ancaman terbesar bagi Orangutan di wilayah kerja YIARI, ujar Direktur Program Yayasan IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez.
Hilangnya hutan dengan skala sebesar ini, membuat tidak ada lagi cukup ruang bagi Orangutan untuk bertahan hidup. Penyelamatan selalu merupakan pilihan terakhir, tetapi kadang-kadang itulah satu-satunya pilihan ketika Orangutan.
“Kita tidak bisa membiarkan Orangutan hidup di sisa-sisa pepohohan yang telah dimakan api dan tidak ada lagi tempat bagi mereka untuk pergi. Demi kehidupan semua populasi Orangutan yang tersisa, kita harus terus bekerja sangat keras untuk melindungi habitat mereka dari kebakaran,” tuturnya.
Kegiatan pelepasliaran kali ini tidak melalui kegiatan konferensi pers dan ceremony seperti biasanya. Hal ini dikarenakan sedang adanya pandemi Covid-19. Kepala Balai TANAGUPA, M. Ari Wibawanto menyampaikan, keselamatan manusia dan satwa menjadi prioritas utama.
“Kegiatan formal pelepasliaran yang umumnya melibatkan banyak pihak pada waktu yang bersamaan dikhawatirkan akan berpotensi untuk terjadinya transmisi penyakit (bakteri, virus, parasit) dari manusia ke hewan maupun sebaliknya,” ujarnya.
Kepala Program YIARI, Argitoe Ranting, juga berpendapat bahwa dalam proses pelepasliaran, interaksi dengan manusia sebaiknya diminimalisir, terutama dalam kondisi saat ini. Kebijakan ini sejalan dengan arahan pencegahan penyebaran virus corona. Baik dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Gubernur Kalbar, Bupati Ketapang serta Bupati Kayong Utara.
“Walaupun kegiatan ini berjalan lancar, banyak pihak berharap kegiatan ini tidak berlanjut secara terus menerus,” ujarnya.
Kepala Balai KSDA Kalbar, Sadtata Noor, S.Hut., M.T menyatakan, untuk kesekian kali konflik satwa liar dan manusia terulang kembali. Kapan hal seperti ini akan dituntaskan. Sudah saatnya pemerintah bersama para mitra melakukan langkah nyata.
“Kebijakan menyeluruh, penyadartahuan dan solusi inovatif harus dimulai sekarang,” tukasnya.
Semoga dengan sinergisitas multi pihak, kejadian kebakaran hutan di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara dapat diminimalisir. Sehingga translokasi Orangutan dari habitat asalnya juga dapat diminimalisir. Salah satu contoh sinergisitas tersebut adalah program ‘Pencanangan Desa Mandiri Menuju Langit Biru di Bumi Khatulistiwa’ yang digagas oleh Kodam III/Tanjungpura.
Program ini menargetkan Kalbar zero asap dengan cara mitigasi sejak dini mulai dari tahapan sosialisasi maupun pembentukan relawan di tingkat desa.
“Semoga dengan adanya program ini kelestarian Orangutan di Kalimantan turut terjaga,” harapnya. (lud)
Discussion about this post