Atbah RS di Akhir Masa Jabatan Bupati (Bagian 1)
Oleh: R. Rido Ibnu Syahrie
KACA mobil dinas KB 1 P bagian tengah perlahan turun secara otomatis. Sesosok pria mengenakan kopiah hitam menyapa ramah dari dalam mobil yang parkir di bagian belakang kantor Bupati Sambas, “Assalamu’alaikum, maaf saya ganti baju dulu tadi,” ujarnya ringkas. Ia tidak sempat masuk ke ruangan kerjanya lantaran buru-buru dari lokasi Rapid Test Covid-19 di Pasar Sambas dan harus mengisi jadwal lainnya yang sudah menanti.
Pria bernama lengkap H. Atbah Romin Suhaili, Lc, MH itupun berpamitan dan menyetujui kepada saya untuk diwawancarai usai dirinya melantik Pejabat Tinggi Pratama dan Kepsek dia Aula Diklat BKPSDMAD. Jadwal di hari Kamis 11 Juni 2020 memang full. Ia memulai turun lapangan sejak 06.30 dan acara pelantikan dimulai 08.00. Dua jam kemudian, Atbah kembali ke ruangannya dan ajudan menghampiri saya yang sedang duduk bersama seorang sahabat saya yang telah lebih dulu menunggu di ruang tamu Ruang Bupati.
“Bapak istirahat sebentar, kondisinya kurang tidur dan sedang berpuasa,” kata sang ajudan yang biasa disapa Zul. Tak lama kemudian sekitar 30 menit berlalu, Atbah datang dan salam jarak jauh -maklumlah pakai protokol pencegahan Covid-19, dan wawancara dimulai. Saya sebetulnya lebih menyukai kata ‘sharing’ ketimbang wawancara.
Tanpa basa-basi, saya langsung menanyakan keterkaitan antara tugas-tugasnya sebagai Bupati dengan ekspose. Biasanya seorang kepala daerah petahana semakin gencar sosialisasi di media massa, selain intens turun lapangan. Ternyata tidak demikian dengan Atbah karena ia memilih biasa-biasa saja. “Saya suka natural saja dan tidak boleh dibuat-buat. Saya apa adanya dan yang saya kerjakan apa adanya bukan ada apanya,” ujar Atbah seraya tersenyum.
Pribadi yang natural itu memang sudah dimiliki Atbah dari sejak kecil sebagai seorang yang Yatim Piatu. Ia telah memperoleh pengajaran tentang pentingnya hidup penuh ketulusan, keikhlasan, dan suka menolong orang. “Dalam konteks manajemen komunikasi memang diperlukan dan Pemkab juga memiliki bagian Humas (Diskominfo), dan itu penting tetapi bukan berarti pencitraan,” ujarnya.
Ia lebih sepakat jika kegiatan atas tugas-tugas dan kegiatannya yang melekat sebagai kepala daerah pada konteks ‘dikabarkan’ karena setiap pergerakannya menggunakan uang rakyat dan uang negara. “Itu alasan saya. Maka sebagai bukti tanggungjawab kita kepada rakyat dan negara, kabarkan apa aktivitas kita. Apakah tidur, menginap, olahraga, itu kan uang negara. Mobilnya juga mobil negara. Secara tidak langsung saya mengatakan ini lho saya memakai uang operasional dan mobil Anda. Itu yang saya tekankan,” ujar Atbah.
Atbah setelah menamatkan sekolah di SDN Tengguli Sambas ini memang ditempa oleh pendidikan agama di Pondok Pesantren (Ponpes) Ushuludin dan Ponpes M Basni Imran Sambas. Berlanjut ke Madrasah Aliyah Mujahiddin Pontianak, Ponpes Alquran Alfaidzin, LIPIA Jakarta dan perguruan tinggi di Islamic University of Madinah Almunawarroh (IUM) Saudi Arabia.
Ia juga menjadi da’i dan dosen di beberapa tempat di jazirah Arab dan Jakarta serta menjadi aktivis kemanusiaan di RC (Bulan Sabit Merah) UEA. “Latar belakang pendidikan dan pengalaman bekerja itu telah menempa saya sehingga saya bersikap natural. Pencitraan yang biasa digunakan banyak orang menurut saya nilainya riyak dan sum’ah. Bukan level saya, itu anak SD,” kata Atbah sambil sesekali membetulkan posisi kopiahnya di kepalanya.
Sebaliknya, lanjut Atbah, pelajaran yang seharusnya adalah bagaimana keikhlasan semakin meningkat. Setiap kerja kita harus dilandasi keikhlasan yang prima karena inilah masa kerja kita yang tidak tahu apakah dua tahun atau tiga tahun kemudian kita mati. Sementara itu bekal kita untuk menghadap Tuhan dan itu dipertanggungjawabkan.
“Landasan ikhlas itu sebenarnya yang mendorong saya tidak terlalu mementingkan ekspose. Sebab saya yakin ini akan dikabarkan oleh langit. Kalau yang mengabarkannya langit, saya yakin dahsyat. Mudahan Allah memberikan keistiqomahan,” ujar Atbah.
Tak terasa, jarum jam terus bergerak. Sesekali Atbah mengutip beberapa Hadist yang relevan dengan keterangan yang dikemukakannya. Saya yang melontarkan pertanyaan soal Human Develompment Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Sambas yang menempati urutan ke 5 dari 14 Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat, belum begitu fokus dijawab Atbah. HDI dapat menjadi tolok ukur atas keberhasilan bidang pendidikan, income perkapita masyarakat dan kesehatan.
Pun demikian, Atbah masih sedikit menyinggung soal iklim investasi. Menurutnya, beberapa investasi dalam kondisi tumbuh dan berjalan. Tetapi wewenang bagi kabupaten sangat terbatas, banyak diambil pusat dan provinsi, tidak seperti dulu. “Ada sih peran kita, misalnya hanya sekedar rekomendasi. Sedangkan perizinan ada di provinsi dan pusat sehingga kita terheran-heran juga dengan kondisi ini. Kita paling tidak memberikan perhatian pada pihak investor yang bekerja di wilayah kita agar memperhatikan lingkungan dan masyarakat sekitar,” kata Atbah.
Kondisi investasi itu erat kaitannya dengan situasi Indonesia yang wait and see. Potensi Investasi di Kabupaten Sambas cukup banyak dengan ditopang luas tanah yang luar biasa. Tetapi, kata Atbah, selalu dipengaruhi oleh situasi politik yang tidak jelas. Kasian orang investasi tiba-tiba peraturannya berganti. Semangat Presiden kita paham bagaimana birokrasi singkat cepat melayani dan tidak berbelit-belit, regulasi tidak tumpang tindih, kemudian juga orang berinvestasi dalam hitungan menit tertandatangani.
Tapi dalam konteks lapangan, papar Atbah, lain ceritanya. Kita maunya clear persoalan lapangan dan administrasi. Kemudian tandatangan, selesai. Asalkan tidak ada penipuan atau dokumen palsu. Intinya bagaimana ekonomi tumbuh yang penopangnya adalah investasi. Daerah cepat terbangun karena ada investasi.
“Ada peluang kerja di situ, ada uang dari luar yang masuk. Bagaimana merespon keinginan investor masuk ke daerah, itu butuh percepatan dan kemudahan. Saya maunya jangan dipersulit. Tapi jangan sampai dipermudah juga tetapi tiba-tiba ada dokumen palsu. Bagaimana mau cepat, sedangkan kita harus pelajari mendalam,” ujar Atbah. (bersambung)
Discussion about this post