– Sejak anjlok beberapa tahun terakhir, sampai saat ini harga komoditi karet di daerah belum menggembirakan para petani. Padahal masih banyak masyarakat di daerah yang menggantungkan mata pencahariannya dari komoditi perkebunan karet.
“Untuk karet saat ini memang baru mulai bergerak, kalau sekarang karet biasa harganya masih di kisaran Rp6000-7000 per kilogram,” ungkap Abdurasyid, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kapuas Hulu, Senin (07/09/2020).
Rasyid, sapaan Abdurasyid mengatakan untuk program kerja sama pengelolaan karet dengan GIZ, bulan lalu sempat tembus lebih dari Rp10.000 perkilogram.
“Tentu dengan teknik pengolahan khusus, seperti penggunaan bambu untuk pengeringan karet, dengan kriteria kering 1 minggu, 2 minggu hingga satu bulan,” ucap Rasyid.
Sedangkan pada karet biasa, kata Rasyid, memang ada pergerakan harga, akan tetapi tidak begitu signifikan. Karena harga karet tersebut mengikut pasar dunia. Sebab, mutu karet yang dihasilkan memang mempengaruhi harganya.
“Mutu juga mempengaruhi, bukti mutu karet yang dihasilkan melalui kerjasama dengan GIZ mampu tembus Rp14.000 perkilogram, tapi sepertinya masyarakat belum terbiasa dengan sistem pengolahan sebagaimana yang dibina oleh GIZ itu,” kata Rasyid.
Karena sambungnya, sistem pengolahan getah karet tersebut butuh proses, seperti dimasukan ke bambu, dikering angin, ada yang 2 minggu hingga 2 bulan. Harganya juga fluktuatif, tapi tidak begitu anjlok seperti karet biasa.
Di Kapuas Hulu sudah ada beberapa kecamatan yang menerapkan pengelolaan karet kerjasama dengan GIZ. Di antaranya Kecamatan Mentebah, Pengkadan dan Bunut Hulu.
“Jadi upaya kita dalam meningkatkan mutu karet hingga bernilai jual tinggi salah satunya melalui program kerjasama itu, baik dengan GIZ, maupun ada dari WWF ada banyak kerjasama,” ucap Rasyid.
Apakah dengan adanya tanaman kratom yang tengah menggeliat saat ini membuat petani karet cendrung menurun dalam mengelola karet, Rasyid melihat sedikit berpengaruh. Namun masih banyak juga yang tetap mengandalkan komoditi karet.
“Kalau sekarang kratom ini masyaraka ingin cepat, harga daun basah saja bisa mencapai Rp6000 perkilogram,” kata Rasyid.
Terkait informasi adanya informasi masyarakat banyak mengalihfungsikan lahan kebun karet ke tanaman kratom, Rasid melihat tidak begitu banyak, hanya untuk lokasi kebun-kebun karet dianggap sudah tidak produktif.
“Kalau di daerah-daerah bukit masih terdapat kebun karet masyarakat, karena kratom agak sulit berkembang di daerah dataran yang agak tinggi,” tuntas Rasyid.
Terpisah, Bupati Kapuas Hulu, AM Nasir mengharapkan agar mata pencaharian masyarakat yang bersumber dari tanaman perkebunan bisa sama-sama berjalan, baik itu kratom maupun karet.
“Kalau sama-sama jalan masyarakat tidak sulit, ada cadangan usaha, contoh kalau karet ini tetap dibeli, meski harganya masih murah,” ucap Nasir. (dRe)
Discussion about this post