– PT Sultan Rafli Mandiri (RSM) di Dusun Muatan Batu, Desa Nanga Kelampai, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang kembali didemo ribuan masyarakat, Kamis (17/09/2020) kemarin. Demonstrasi dipicu lantaran perusahaan dinilai melanggar kesepakatan untuk tidak beraktivitas sementara.
Kedatangan massa dari beberapa desa tersebut juga sebagai bentuk protes atas adanya spanduk di lingkungan perusahaan bertuliskan dukungan beroperasinya perusahaan pascadidemo akhir Agustus lalu.
Dalam aksi itu, kemarahan warga tidak dapat diredam. Secara paksa, massa masuk ke lingkungan perusahaan dan mencoba mematikan mesin tambang agar aktivitas terhenti. Bahkan sejumlah barang milik perusahaan sempat dirusak.
Tak berhenti di situ, massa juga melakukan sweeping di lingkungan perusahaan dan camp karyawan. Pada aksi ini, mereka menemukan ratusan Tenaga Kerja Asing (TKA). Alhasil, ratusan TKA itu pun terpaksa harus dievakuasi aparat keamanan.
Tokoh Masyarakat Desa Segar Wangi Tumbang Titi, Rudi menyebutkan, aksi terjadi karena dipicu ketersinggungan masyarakat. Di mana nama mereka dicatut perusahaan untuk mendukung pengoperasionalan kembali, seperti tertulis dalam sebuah spanduk di pagar-pagar perusahaan.
Menurut dia, masyarakat merasa kesal karena dijadikan alat seolah mendukung pengoperasionalan perusahaan setelah adanya kesepakatan pada Agustus mengenai penghentian aktivitas.
“Kesepakatannya, menghentikan aktivitas selama belum ada kepastian penyelesaian sengketa lahan. Makanya masyarakat protes,” kata Rudi saat dikonfirmasi, Jumat (18/09/2020).
Ia menambahkan, masuknya masyarakat ke lingkungan PT SRM adalah untuk meminta agar mesin perusahaan dimatikan. Namun massa juga menemukan ratusan TKA yang diduga banyak tidak memiliki izin.
“Kami juga mempertanyakan keberadaan TKA itu, apakah mereka ada izinnya atau tidak. Sebab setau kami TKA hanya puluhan, tapi faktanya ada ratusan,” tambahnya.
Sementara itu, ahli waris pemilik lahan yang digunakan perusahaan untuk beraktivitas, Imran Kurniawan mengatakan bahwa hingga kini persoalan ganti rugi lahan belum diselesaikan perusahaan.
Selain itu, ia juga menyayangkan sikap perusahaan yang kembali mengingkari janji dengan mengoperasionalkan mesin tambang. Padahal sudah ada kesepakatan tidak beroperasi.
“Kesepakatannya kemarin, tidak ada aktivitas selama persoalan belum selesai. Jadi kita minta perusahaan tidak mengingkari janjinya, serta tidak mengatasnamakan masyarakat untuk berlindung dan mengaktifkan perusahaan,” ungkap Imran.
Imran menerangkan, persoalan lahan sudah cukup lama terjadi. Ironisnya ada sejumlah lahan milik pihaknya yang berlegalitaskan SKT terbitan 1962, kemudian dibeli perusahaan melalui oknun warga desa dengan membuat kembali SKT baru.
“Permintaan kami ke perusahaan, termasuk ke Direktur SRM tidak pernah digubris. Namun untuk lahan yang kami persoalkan sesuai pengukuran sendiri ada sekitar 85% wilayah perusahaan masuk ke dalam lahan ahli waris,” terangnya.
Ia melanjutkan, sejak mulai beroperasi Oktober 2018 lalu, perusahaan sama sekali tidak memperkenankan pemilik lahan masuk ke areal pabrik, bahkan akses masuk sama sekali tidak diberikan. Padahal dalam manajemen perusahaan ada pembagian saham sebesar 25% milik ahli waris yang hingga kini tidak pernah diberikan.
Untuk itu, dia berharap agar persoalan tersebut dapat secepat mungkin diselesaikan perusahaan dengan melakukan kewajiban-kewajiban kepada pihaknya. Serta tidak lagi mengadu domba masyarakat dengan membuat spanduk yang mengatasnamakan masyarakat.
“Akibat perbuatan perusahaan masyarakat menjadi marah. Ke depan kita minta agar perdayakan masyarakat sebagai pekerja, sebab sejauh ini informasi mayoritas pekerja adalah TKA, sedangkan pekerjaan itu bisa dilakukan masyarakat lokal,” harapnya. (lim)
Discussion about this post