– Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai lembaga yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden, senantiasa berupaya menciptakan regulasi yang menopang terciptanya prinsip pengadaan yang efisien, transparan, bersaing, efektif, terbuka dan adil.
“Sekarang ini era kolaborasi dan berbagi. Mari kita sama-sama analisa data-data kami agar tidak ada penyimpangan, silakan awasi,” kata Fajar Adi Hermawan, ST. MLog, Kasubdit Penegakkan Hukum LKPP di hadapan peserta Seminar Pencegahan Korupsi yang diselenggarakan Forum Wartawan dan LSM (FW-LSM) Kalbar, Sabtu (26/09/2020).
Fajar merupakan satu-satunya narasumber yang tampil secara daring pada seminar bertema; penguatan peranserta masyarakat dalam mengantisipasi korupsi sektor Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) di Kalimantan Barat. Sedangkan di sesi kedua menghadirkan Kasi Intel kejari Sanggau dan Kepala Sekolah Anti Korupsi (Saksi) Lembaga Gemawan, Sri Haryanti.
Fajar menjabarkan secara lengkap berbagai aspek yang perlu diawasi. Tak terkecuali soal data di tahun anggaran 2020 yang tercatat sebanyak Rp 2.136,7 triliun pada tahun ini untuk belanja pengadaan untuk setiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah Rp1015,6 T terbagi dalam rencana pengadaan barang jasa sebanyak 73,8% atau sebanyak Rp 749,2 T dan pelaksanaan pengadaan sebesar Rp216,7 T atau 28,9%.
Rencana pengadaan meliputi 476,5% diantaranya digunakan pada sektor belanja pengadaan Rp1.015,6 Triliun terbagi dalam swakelola (Rp225,1 T), penunjukkan langsung (Rp16,4 T), pengadaan langsung (Rp78,2 T), e-purchasing (Rp64,9 T), e-tendering (Rp353,3 T), UKM (Rp162,4 T), PDN (Rp443,4 T) dan Sayembar/kontes/darurat (Rp11,4 T).
“Proses penggunaan keuangan negara termasuk dalam hal pengadaan bisa diawasi dan kami siap menerima masukan, dan koreksi. Namun intinya kalau ada kesalahan itu untuk diperbaiki dan dicegah sejak awal. Kalau tidak, maka penjara bisa penuh,” ujar Fajar yang juga jebolan S-2 Magister Logistik Institut Teknologi Bandung ini.
Dari sisi regulasi, kata Fajar, pihak LKPP sudah melakukan reformasi PBJ dan inisiatif transformasi empat pilar meliputi satu; regulasi dengan dukungan UU, PP, Perpres, Peraturan Lembaga, standar juknis dll. Dua; transparansi dengan menerapkan pengawasan masyarakat, monitoring evaluasi, e-proc dan e-audit. Tiga; pelaksanaan operasi di lapangan dan, Empat; kapasitas manajemen dengan memberdayakan lembaga diklat, UKPBJ, LPSE, LSP, LKPP, LPS dan asosiasi profesi.
Dalam seminar yang dipandu moderator R. Rido Ibnu Syahrie selaku Steering Committee FW-LSM ini mengupas tentang peran serta masyarakat dalam hal pengawasan untuk tidak terjadi praktik pidana korupsi.
“Aturannya sudah diatur dalam pasal 77 Perpres 16 Tahun 2018. Masyarakat atau pengadu dapat melengkapi bukti yang faktual, kredibel dan otentik kemudaian mengadukannya ke aparatur pengawas internal pemerintah (APIP), meneruskan hasil tindaklanjut ke kepala atau pimpinan lembaga pemerintah daerah,” kata Fajar.
Dijelaskan Fajar, dalam hal diyakini adanya unsur indikasi korupsi kolusi dan nepotisme yang merugikan keuangan negara, maka tindaklanjut laporan diserahkan ke aparat penegak hukum. Pernyataan Fajar ini sekaligus menjawab animo peserta yang begitu antusias mengajukan pertanyaan tentang ulah Pokja ULP di setiap daerah, proses pelelangan hingga banyaknya ditemukan maladministrasi penggunaan syarat-syarat teknis dokumen maupun personil dari pihak penyedia jasa hingga munculnya intervensi kepala daerah. (rn007)
Discussion about this post