– Akhir-akhir ini masyarakat dihadapkan pada dinamika politik terkait revisi Undang-undang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Yang mana wacana tersebut, ada yang pro dan kontra.
Menanggapi persoalan Revisi UU Pemilu, akademisi Melawi yang juga merupakan Dosen di STKIP Melawi, Ahmad Khoiri, mengatakan bahwa revisi RUU Pemilu yang diusulkan oleh Komisi II DPR RI adalah untuk kepentingan perbaikan kualitas tata kelola pemilu di Indonesia.
“Di sudut pandang lain kita dilema dengan dihadapkan pada situasi pandemi Covid-19 belum memungkinkan untuk menggelar Pilkada pada 2022 dan 2023 sebagaimana diatur dalam draf RUU Pemilu. Kita ketahui, salah satu poin perubahan dari revisi UU Pemilu adalah normalisasi jadwal pelaksanaan Pilkada dari tahun 2024 menjadi tahun 2022 dan 2023. Bila tidak dilksanakan sesuai waktu maka hal ini juga tentunya akan ada ratusan Plt (pelaksana tugas) yang berbahaya bagi pelayanan publik dan kondisi politik wilayah tiap-tiap daerah dan kabupaten atau kota,” ungkapnya kepada media ini, Senin (15/02/2021).
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Choi itu mengatakan, pemerintah dan partai politik semestinya belajar dari pengalaman Pemilu tahun 2019 yang digelar serentak antara pemilihan presiden dan legislatifnya. Pemilu serentak memang meningkatkan partisipasi pemilih tetapi tidak memberi pengaruh positif terhadap pemahaman pemilih.
Banyak pengamat politik mengatakan bahwa pemilu serentak disatu sisi ditandai dengan minimnya politik gagasan dan programatik, terutama dalam Pileg. Lalu, menguatnya polarisasi, maraknya politik identitas, dan kecenderungan menguatnya pragmatisme.
“Saya memiliki pandangan bahwa dengan mendukung revisi RUU Pemilu. Karena banyak mudharat jika semua disatukan di 2024. Kita ketahui juga ada perubhan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. jika Pilkada dan Pemilu sama-sama digelar pada 2024, saya khawatir akan ada korban jiwa yang lebih besar dibanding pemilu serentak 2019,” paparnya.
Lalu, tambahnya, informasi terkait kapasitas dan kapabilitas para calon kepala daerah juga diyakini akan lebih memadai bila penyelenggaraan pemilu dan Pilkada dipisah waktunya. (Ira)
Discussion about this post