
– Beberapa warga Desa Ranyai Kecamatan Seberuang tidak bisa membuat sertifikat tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kapuas Hulu. Pasalnya, lahan mereka masuk dalam HGU perusahaan perkebunan sawit milik PT Anugerah Makmur Sejati (AMS).
PT AMS dituding menyerobot lahan warga. Salah seorang korban dugaan penyerobotan yaitu Thomas Yusuf. Warga Desa Ranyai mengaku tidak bisa membuat sertifikat tanah di lahan miliknya.
“Saya tidak pernah tahu kalau tanah saya masuk dalam HGU PT AMS, karena saya tidak pernah merasa menyerahkan tanah saya ke perusahaan Sawit (PT AMS, red),” bebernya kepada wartawan via WhatsApp, Minggu (20/06/2021).

Thomas mengatakan peta HGU ditentukan oleh pihak perusahaan tanpa sepengetahuan pemilik tanah. Dia mengklaim lahan lantaran dirinya memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) yang merupaka hasil pembagian sebagai masyarakat saat adanya kegiatan perkebunan karet dari Dinas Perkebunan sekitar tahun 1990-an.
“Semua masyarakat ada mendapatkan pembagian lokasi untuk menanam karet saat itu,” sebutnya.

Dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan perusahaan perkebunan sawit diketahui ketika Thomas hendak membuat sertifikat tanah gratis pada tahun lalu. Ketika itu, petugas BPN turun ke lapangan untuk melakukan pengukuran. Hasilnya, petugas BPN menyatakan tanah miliknya sudah masuk HGU PT AMS. Sehingga sertifkat atas lahannya tidak dibisa diterbitkan.
“Bukti kuatnya adalah semua masyarakat di Ranyai Hilir tau kalau itu tanah pembagian untujk bapak saya dan sudah diserahkan orang tua ke saya,” tegas Thomas.
Ditanya apakah hanya tanah miliknya yang masuk HGU? Thomas mengatakan tidak.
“Tentu banyak tanah warga yang masuk HGU,” ungkapnya.
“Yang pasti dari sejak awal PT AMS masuk desa saya, saya tidak pernah yang namanya menyerahkan satu cm tanah saya ke PT AMS,” sambung Thomas.
Dijelaskan dia, saat pertama kali PT AMS masuk ke desa tersebut sudah ditolak sebagian masyarakat. Lantaran memang tidak semua masyarakat menyerahkan saat pertama PT AMS mencari lahan di Desa Ranyai Hilir itu.
“Sudah beberapa kali kami pertemuan agar masyarakat yang memang tidak mau menyerahkan jangan dipaksakan,” ucapnya.
Adapun lahan milik Thomas Untuk terdapat dua hektare lebih yang masuk HGU PT AMS. Menurutnya, ini terjadi lantaran saat membuat peta HGU, pihak PT AMS tanpa izin memasukan tanahnya.
“Iya mereka menyerobot tanah, karena kami memang tidak mau menyerahkan tanah kami,” ucap Thomas.
Thomas mengaku tidak tahu berapa jumlah warga yang setuju menyerahkan lahan kepada PT AMS. Namun, untuk yang menolak menyerahkan semuanya ada data terakhir di Ranyai Hilir.

“Kalau pihak kecamatan tidak ada yang pernah dilakukan. Kalau dari desa mereka sudah beberapa kali mencoba memediasi kami, tapi dari pihak PT AMS selalu tidak ada penyelesaian dan tidak pernah mau melepaskan tanah kami dari HGU,” bebernya.
Ditambahkan Thomas, pada intinya ia tidak pernah merasa menyerahkan tanah ke PT AMS. Ia tetap bertahan, bahwa tanahnya bukan lahan HGU PT AMS.
“Kami sudah beberapa kali menyurati pihak BPN Kapuas Hulu dan tembusan ke DPRD dan Bupati tahun lalu (Bupati sebelumya, red) tapi sampai saat ini tidak ada tindak lanjut atau tidak ada respon,” tuturnya.
“Harapan kami pada Pemda Kapuas Hulu saat ini agar peta HGU PT AMS diperiksa, ditinjau kembali, karena banyak tanah masyarakat yang masuk HGU tanpa seizin pemiliknya dan masyarakat tidak bisa membuat sertifikat,” timpal Thomas.
Sementara itu, Kepala Desa Ranyai Hilir Feronika Dessy kepada wartawan ketika dikonfirmasi melalui WhatsApp, membenarkan bahwa hingga saat ini persoalan HGU PT AMS dan warga masih belum selesai. Selaku Kepala Desa dirinya berusaha semaksimal mungkin melayani masyarakatnya dengan menindaklanjuti keluhan atau permasalahan yang ada, termasuk persoalan HGU ini.
“Waktu itu kami pernah menyurati ke BPN Kapuas Hulu masalah HGU. Sampai sekarang titik terangnya belum ada,” lugasnya.
“Kami pemerintah desa sudah dua kali menyurati. Tapi belum ada tanggapan dan penyelesaian masalah ini, kami dulu pernsh minta pihak perusahaan untuk bertanggung jawab mengenai tanah masyarakat yang terkena HGU, tapi mereka bilang pihak BPN yang tahu masalah ini,” lanjut Feronika.
Berkaitan berapa luas lahan masyarakat yang masuk dalam HGU PT AMS, dirinya kurang mengetahuinya. Yang pasti, tidak semua warga menyerahkan lahannya.
“Ini saya ketahui informasi dari warga saya,” ujarnya.
Polemik ini diketahui saat masyarakat hendak membuat sertifikat Prona pada tahun 2020. “Masyarakat baru sadar kalau tanahnya tidak bisa dibuat sertifikat karena termasuk lahan HGU,” tukasnya.
Pertemuan dengan pihak perusaahan sudah dilakukan. Namun saat itu perusahaan minta untuk menyurati BPN.
“Sampai sekarang tidak ada jawaban,” ucapnya.
Feronika berharap perusahaan bertanggung jawab atas masalah HGU ini. Supaya masyarakatnya memiliki hak secara penuh dan diakui kepemilikan tanah secara sah di negara serta dapat diterbitkan sertifikatnya.
“Untuk Pemda Kapuas Hulu, saya meminta peran Pemda dalam menyelesaikan permasakahan ini,” harap Feronika. (rin)


Discussion about this post