– Sugianto, Kepala Desa (Kades) Entipan Kecamatan Semitau berapi-api menyampaikan keresahan masyarakatnya atas operasional lahan kelapa sawit PT Kapuasindo Palm Industri (KPI). Hal ini berlangsung ketika mediasi dilakukan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu di Aula Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan setempat, Kamis (08/07/2021).
Sugianto mengatakan PT KPI telah menjebak dan membohongi masyarakat Desa Entipan. Perusahaan perkebunan kelapa sawit Kencana Group itu membujuk rayu masyarakat dengan menebar janji cepat menyerahkan lahan, maka akan cepat berhasil.
“Apa yang disampaikan dahulu kepada kami dengan ucapan cepat tanam inti, maka akan cepat tanam plasma. Cepat berhasil kalau cepat menyerahkan lahan. Rayuan perusahaan sampai membuat masyarakat berebut menyerahkan lahan,” katanya.
Tapi, kata Sugianto, apa yang disampaikan hari ini oleh pihak perusahaan, ternyata tidak seperti dulu lagi. Semua bohong.
“Kami merasa dibohongi. Mana hak kami. Kami menuntut keadilan,” tegasnya.
Menurut dia, masyarakatnya tidak sembarang menuntut. Tetapi niat baik masyarakat diperlakukan seperti itu. Dijebak dan dibohongi.
“Ini yang perlu dipahami semua. Kami manusia kami juga bisa melawan,” lugasnya.
“Jangan kemudian hari malah ingin menyudutkan kami seolah kami masyarakat tidak bisa diatur. Kami sangat mengormati, tapi kami ditipu dan dijebak,” sambung Sugianto.
Ditambahkan dia, adapun tiga tuntutan yang diberikan masyarakat harus dipenuhi PT KPI. Pada 13 Maret 2021 sudah disampaikan secara tertulis dan merupakan keputusan masyarakat secara bersama-sama. Pertama, perusahaan wajib menyampaikan perhitungan biaya pengelolahan lahan plasma Desa Entipan.
“Kami perlu angka, satu hektare berapa biaya pengelolahan plasma kami itu berapa, jangan samar-samar, dibilang dibangun-dibangun, tapi ndak jelas,” cetusnya.
Kedua, PT KPI wajib merealisasi SHU plasma Desa Entipan berdasarkan tahun tanam pada 2014. Sehingga tidak ada cerita pakai tahun tanam terakhir.
“Jadi tinggal dihitung dari 2014 – 2021, berapa yang harus menjadi hak kami,” sebutnya.
Sedangkan ketiga, lanjut Sugianto, berkaitan dengan floting lahan plasma untuk masyarakat Desa Entipan harus berada di Entipan.
“Ini harga mati, kita tidak mau tau penjelasan perusahaan, aturan karet apalah itu. Ini harga mati. kami tidak ada urusan dengan wilayah lain,” tegasnya lagi.
Sugianto menyatakan dulu setiap desa sudah melakukan pendataan batas desa. Kemudian masuknya perusahaan malah mengobok-obok hak.
“Hak milik plasma ini, kami tidak akan terima. Hak kami menjadi orang lain. Kami pun sadar tidak ada hak juga di daerah lain,” ucapnya.
“Jadi, floting plasma harga mati, dan masalah hasil dihitung bersama-sama,” timpal Sugianto.
Di tambahkannya, mediasi yang terjadi hari ini ingin mendengar keputusan dan tanggapan pemerintah daerah atas tuntutan yang sudah dibuat masyarakat.
“Tuntutan kami sebetulnya sederhana, tidak ada yang berlebihan. Kami menuntut apa yang menjadi hak kami. Kami tidak akan mengambil hak orang,” pungkas Sugianto.
Sementara itu, Kepala Divisi Central PT KPI, Joni menerangkan, jika dilihat ada yang terputus pada saat MoU tahun 2011. Saat ini hanya meneruskan.
“Dokumen-dokumen terdahulu juga sedang kita cari. Saya gak yakin kalau gak ada sosialisi sampai mereka bisa menyerahkan lahan pada tahun 2014,” katanya kepada sejumlah wartawan dan Jurnalis.co.id ketika dikonfirmasi langsung di Aula Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kapuas Hulu.
Menurutnya, kalau tidak ada komunikasi, tidak mungkin serta merta masyarakat menyerahkan lahan. Tahun 2011, PT KPI buat kesepakatan desa mana saja yang masuk dan clear, termasuk Desa Entipan.
“Tidak ada yang kita tutupi,” ucapnya.
“Orang boleh saja merasa di bohongi. Tapi Saya pikir tidak ada yang dibohongi,” sambung Joni membantah tudingan Kades Entipan.
Berkaitan dengan penyerahan lahan, sambung Joni, pihaknya tidak mungkin langsung membangun lahan plasma. Di mana pihaknya itu memfasilitasi, semuanya harus disiapkan dan ada tahapan serta proses.
“Apa saya proses hari ini, saya besok bangun,” tuturnya.
“Terus terang sulit untuk memenuhi itu, pertama tidak mau di luar Entipan. Padahal kami menjamin, pengelolahan kami kelola. Toh, hasil bagi rata,” tutup Joni.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kapuas Hulu, Piet ketika dikonfirmasi Jurnalis mengatakan permasalahan ini berkaitan permohonan masyarakat berupa tuntutan yang harus dipenuhi pihak perusahaan.
“Solusi tergantung perusahan. Ini adalah pertemuan yang ketujuh. Sebenarnya menuju hasil, dan ini proses tahapan,” bebernya.
Tahap pertama, kata Piet, mendengar penjelasan masyarakat. Kedua, mendengar pihak perusahaan.
“Dan tahap-tahap selanjutnya sampailah saat ini,” jelasnya. “Mudah-mudahan ini pertemuan terakhir,” timpal Piet.
Kata Piet, sebenarnya MoU pada 2011 diserahkan sekitar tahun 2013/2014. Sehingga ia menilai ada hal yang belum terkonfirmasi.
“Dan terkonfirmasi hari ini, jadi ada hal hal yang tidak dapat penjelasan, seperti pembagian lokasi dan plasma,” tutup Piet.
Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) Agustinus menerima mandat dari masyarakat dalam penyelesaian dan mediasi permasalahan ini. Ketua TBBR, Agustinus mengatakan memang setelah dilakukan mediasi belum ada mendapatkan hasil seperti yang diinginkan masyarakat.
“Nanti akan ada pertemuan, rapat dengar pendapat, selanjutnya mebahas lebih fokus permasalahan hutan masyarakat. Sudah ada gambaran, tapi belum ada kata kesepakatan,” tandas Agustinus.
Dia meminta kepada masyarakat untuk tetap menjaga kondusivitas. Sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang bergejolak di masyarakat.
“Harapan saya ke depan, perusahaan bisa memenuhi dan masyarakat bisa mencapai apa yang sudah menjadi keputusannya. Sehingga permasalahan-permasalahan yang terjadi selama ini dapat diselesaikan dengan arif dan bijak,” pungkas Agustinus. (rin)
Discussion about this post