
– Luhai, anggota DPRD Ketapang mendapat vonis bebas setelah melalui proses persidangan dakwaan sebagai pelaku dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Dana Desa Bantan Sari, Kecamatan Marau.
Luhai diseret aparat penegak hukum lantaran pengadaan genset ketika dirinya menjabat sebagai Kepala Desa (Kades) Bantan Sari.
Sidang yang bergulir di Pengadilan Negeri Tipikor Pontianak, pada Kamis (09/09/2021) kemarin. Tak hanya Luhai , melainkan juga menyidangkan Petrus selaku Bendaharanya saat menjabat sebagai Kades.
“Putusan majelis hakim adalah bentuk masih tegaknya keadilan di negeri ini. Saya tidak melakukan dan tidak ada niat untuk melakukan korupsi seperti yang dituduhkan,” ucap Luhai kepada sejumlah wartawan, Jumat (11/09/2021).
Luhai membeberkan, dalam pelaksanaan pengadaan, dirinya tidak tahu menahu. Semua diurus oleh Bendahara (Petrus) bersama PT Ratu Intan Elektrik yang dipimpin Alex Sumarto. Pada 2019 tiba-tiba dirinya dituduh melakukan korupsi dana desa oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang.
“Setelah diperiksa oleh kejaksaan, 23 April 2021 saya ditangkap,” kata Luhai.
Dirinya sama sekali tidak memiliki niat untuk merugikan negara. Dalam proses pelaksanaan pengadaan mesin genset tersebut, dirinya tidak terlibat langsung. Tetapi anehnya, pihak yang terlibat dalam proyek ini yakni Direktur PT Ratu Intan Elektrik sebagai penyedia barang dan jasa, yakni Alex Sumarto hanya dijadikan saksi, tidak dijadikan tersangka.
Divonis bebas, Luhai berencana segera melaporkan dan menuntut Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang dan pihak-pihak lain yang terlibat. Dia juga minta nama baiknya dipulihkan.
“Saya berencana akan membuat pengaduan ke Komisi Kejaksaan, agar nama baik saya dipulihkan dari segala macam tuduhan. Dan meminta pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini untuk diproses hukum,” tegas anggota DPRD Ketapang itu.
Sementara itu Ridho Fathant, Kuasa hukum terdakwa, Luhai, membenarkan hal tersebut.
“Hakim memutuskan jika klien kami (Luhai, red), dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan,” tegasnya.
“Vonisnya bebas. Kalau untuk terdakwa yang kedua, Petrus divonis satu tahun satu bulan,” sambung Ridho.
Ridho menerangkan adapun beberapa pertimbangan majelis hukum menjatuhkan putusan bebas, yakni di dalam persidangan terbukti jika tanda tangan Kades untuk dokumen-dokumen pengadaan mesin genset telah dipalsukan oleh Bendahara Desa, yakni terdakwa Petrus. Dipersidangan Petrus telah mengakui perbuatannya.
“Pertimbangan lain, Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang menggunakan Badan Pengawas Keuangan Provinsi (BPKP) sebagai ahli untuk menghitung kerugian negara. Namun di dalam aturannya lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian negara. Dan faktanya tidak ditemukan adanya kerugian negara,” beber Ridho.
Ridho melanjutkan, pertimbangan lainnya yakni Luhai terbukti tidak memiliki niat untuk melakukan tindak pidana korupsi seperti yang dituduhkan. Karena keinginan agar masyarakat Desa Bantan Sari teraliri listrik sudah ada sejak jauh sebelum terdakwa menjabat sebagai Kades.
“Kalau yang saya dengar dalam persidangan seperti itu. Tetapi lebih lengkapnya kami juga menunggu salinan putusan,” ujarnya.
“Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim, terhadap terdakwa Luhai untuk harkat, martabat dan nama baik dikembalikan dalam keadaan semula. Dan putusan hakim itu, jelas berkeadilan bagi terdakwa, bermanfaat bagi masyarakat dan memberikan kepastian hukum,” pungkas Ridho, Penasehat hukum Luhai. (rin)
Discussion about this post