– Gubernur Kalbar Sutarmidji memastikan tidak ada penyelewengan pengadaan ambulans infeksius oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalimantan Barat yang saat ini sedang didalami kejaksaan. Dukung pengusutan tuntas, dirinya menyatakan siap bertanggung jawab sebagai Gubernur Kalbar.
Sutarmidji mengatakan pengadaan ambulans Covid-19 tersebut bukan penyelewengan anggaran. Karena ia telah melakukan konsultasi ke auditor keuangan internal sebelum memutuskan untuk membeli dengan harga yang telah disesuaikan, termasuk Penunjukan Langsung (PL), tanpa melalui tender.
“Saya pastikan tidak ada korupsi. Prosedur melakukan penunjukan langsung itu saya minta dengan konsultan auditor internal sebelumnya,” katanya kepada sejumlah wartawan ketika di IAIN Pontianak, Selasa (12/10/2021).
Mantan Wali Kota Pontianak dua periode disapa Midji ini menyatakan, PL yang dilakukan Kepala Dinkes Kalbar Harisson atas konsultasi dengan auditor internal. Sehingga sebagai kepala daerah ia memerintahkan Kepala Dinkes untuk langsung membeli ambulans tersebut.
“Saya yang tanggungjawab sebagai Gubernur. Yang penting saya tidak ada menerima uang dan apa pun dari anggaran ambulans ini. Silakan buktikan kalau melanggar aturan atau tidak. Tetapi saya tegaskan salah kalau dibilang penyelewengan,” ucapnya.
“Mobil yang dibeli adalah ambulans dengan peralatan lengkap dan satu mobil lebih mahal. Bahkan saya mau beli enam lagi dengan harga yang lebih mahal. Selama bermanfaat untuk pasien dan masyarakat, saya lakukan,” sambung Midji.
Midji meminta seluruh pihak untuk dapat melihat dari segi anggaran ambulans seri yang dibeli dengan harga pasaran. Harga ambulans rata-rata sebesar Rp520 juta. Belum termasuk sirine dan peralatan lain yang diperkirakan lebih dari nilai mobil.
“Ini dana dari recofusing untuk Covid-19 dan dalam kondisi darurat boleh dilakukan. Siapa bilang itu salah. Tunjukan saya karena itu salahkan saya bukan salah kepala dinas,” tuntas Midji.
Terkesan Sebagai Hakim
Pernyataan Sutarmidji kepada awak media tersebut mendapat respon Burhanudin, Ketua Umum DPP Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI). Burhanudin menilai pernyataan Gubernur sangat aneh menanggapi dugaan penyelewengan pengadaan ambulans khusus Covid-19 tersebut dan terkesan sebagai hakim.
“Jadi, pak Sutarmidji sebagai Gubernur Kalbar ini terlalu aneh dalam memberikan penjelasan. Karena apa? Sepertinya pak Midji sebagai Gubernur sudah bertindak sebagai hakim,” tegasnya, Selasa (12/10/2021).
Seharusnya, kata Burhanuddin, Midji selaku Gubernur Kalbar harus memberikan kesempatan kepada penegak hukum kejaksaan melakukan proses penyelidikan atas dugaan ini.
“Yang menentukan benar atau salah dalam perkara pidana, perdata dan sebagainya itu kewenangan dan kekuasan penuh hakim,” lugasnya.
“Yang menyatakan bisa memutuskan ini salah, ini benar. Ini korupsi dan ini atau tidak itu Hakim. Makanya saya bilang aneh. Seharusnya pak Midji memberikan kesempatan kepada penegak hukum untuk melakukan penyelidikan, untuk proses lebih lanjut,” sambung Burhanudin.
Burhanudin memberi saran kepada Gubernur untuk mendukung program pemerintah dalam pemberantasan dan pencegahan korupsi.
“Aneh bagi saya, kepala daerah bisa memberikan keputusan mendahului keputusan hakim. Seharusnya menghargai penyidik dalam melakukan penyelidikan,” cetusnya.
Burhanudin meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar segera memproses dugaan ini secara cepat, sehingga memberikan status hukum. Berdasarkan pengamatannya, dalam pengadaan ambulance infeksius ini ada potensi pelanggaran hukum.
“Di sini kita lihat, ini merupakan dana APBD. APBD itu terencana, harusnya dilelang. Tidak boleh di PL (Penunjukan Langsung) kan, kecuali dana Belanja Tidak Terduga (BTT),” ulas Burhanudin.
Burhanudin juga memaparkan kejanggalan berkaitan Kepala Dinas merangkap Pejabat Pembuat komitmen (PPK).
“Dasar hukumnya dari mana ini (Kepala Dinas jadi PPK, red). Selain itu ada spek-spek yang tidak sesuai, fasilitas Alkes yang kurang di sejumlah unit ambulans infeksius dalam pengadaan itu,” pungkas Burhanudin.
Sementara itu, Kepala Dinkes Kalbar Harrison ketika ditelepon awak media via WhatsApp, pertama kali diangkatnya, tapi belum sempat bicara langsung dimatikan. Namun, Ketika terus coba dihubungi, ia langsung menolak panggilan kedua. Begitu pula yang ketiga, Harisson juga menolak panggilan telepon.
Begitu pula Direktur Utama CV CKM, Krishna Maulana saat dikonfirmasi soal pengadaan mobil ambulans tersebut hanya mengatakan ia tidak bisa memberikan keterangan sebelum akhirnya sambungan telepon dimatikannya.
“Saya tidak bisa memberikan komentar itu. Silahkan langsung ke sana saja,” singkat Krisna.
Terpisah, Sales Executive Auto 2000 Pontianak, Erwin Hidayat juga belum bisa memberikan keterangan apa pun. Pihak Auto 2000 Pontianak berjanji akan memberi penjelasan setelah ia berkoordinasi dengan pimpinannya.
“Besok saya koordinasi dengan atasan, mungkin nanti di kantor akan beri keterangan,” tutupnya saat dihubungi melalui telepon WhatsApps kepada wartawan, Selasa (12/10/2021).
Surat Klarifikasi Kejati Kalbar
Sementara itu, diketahui dugaan penyimpangan anggaran pengadaan mobil ambulans berstandar Covid-19 ini mencuat setelah beredarnya surat klarifikasi Kejati Kalbar terhadap salah satu pihak yang terlibat dalam pengadaan. Surat Kejati itu tertanggal 21 September 2021. Kejati mengendus adanya dugaan penyimpangan anggaran, pada proyek pengadaan 12 unit mobil ambulans berstandar Covid-19 di Dinkes Kalbar.
Dari dokumen-dokumen pengadaan mobil ambulans infeksius dihimpun awak media, kuat dugaan proyek yang ditandatangani Kepala Dinkes Kalbar sudah bermasalah sejak awal. Dimulai dari enam yang mengajukan penawaran, Dinkes Kalbar menunjuk dua perusahaan sebagai penyedia, yakni PT Ambulans Pintar Indonesia (API) dan CV Cahaya Kurnia Mandiri (CKM).
PT API ditunjuk Dinkes sebagai penyedia untuk enam unit mobil ambulans infeksius dengan penawaran yang diajukan sebesar Rp1,2 miliar. Sementara CV CKM ditunjuk setelah mengajukan penawaran untuk satu unit mobil seharga Rp1,1 miliar.
Setelah mendapat PL, CV CKM melakukan penawaran kembali terhadap harga untuk satu unit mobil sebesar Rp982 juta. Selanjutnya, penawaran kembali dilakukan dengan harga Rp880 juta dan disetujui Dinkes Kalbar.
Akhirnya, pada Kamis 24 Agustus 2021 terbit surat kontrak yang ditandatangani kedua belah pihak. Harisson sebagai Pengguna Anggaran selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Direktur Utama CV CKM, Krishna Maulana.
Begitu pula dengan PT API. Setelah memperoleh PL, juga melakukan penawaran ulang. Dari harga sebesar Rp1,2 miliar menjadi Rp880 juta untuk per unit mobil ambulans berstandar Covid-19.
Setelah kedua perusahaan mendapatkan kontrak kerja, dimulai lah pengadaan 12 unit ambulans tersebut. PT API dan CV CKM masing-masing menyediakan enam unit kendaraan yang dibeli di ATPM Toyota Pusat. Lantas ATPM Pusat menunjuk Auto 2000 di Jalan Ahmad Yani, Pontianak sebagai tempat pembelian.
“Pihak Auto 2000 sempat kaget dengan mobil ambulans yang dibeli. Karena terdapat perbedaan spesifikasi antara mobil yang dibeli PT Ambulans Pintar Indonesia dengan CV Cahaya Kurnia Mandiri,” kata sumber yang namanya minta tidak disebutkan.
Setelah mendapat tempat pembelian, kedua perusahaan penerima PL mengambil 12 mobil yang dibeli. Mobil-mobil tersebut disimpan di tempat masing-masing penyedia. Sebelum dilakukan penyerahan, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) atas nama, Erma Yulianti.
Dari hasil pemeriksaan, ke-12 mobil ambulans Covid-19 dinyatakan lolos sesuai dengan standar spesifikasi.
“Yang terjadi adalah sebelum pengecekan dari PPTK, bahwa PT Ambulans Pintar Indonesia sudah dibayar lunas oleh Dinas Kesehatan Kalbar sebesar Rp5.082.000.000 untuk enam unit mobil ambulans. Sementara CV Cahaya Kurnia Mandiri sampai dengan saat ini belum menerima pembayaran,” bebernya.
Sementara dari dokumen yang didapat, bahwa pembayaran pengadaan mobil harus dilakukan pelunasan selama 30 hari masa kerja, terhitung sejak 24 Agustus 2021. Pengurangan spesifikasi mobil ambulans Covid-19 ini diduga dilakukan PT API. Karena mobil yang disediakan sama, tempat membeli sama, acuan spesifikasi sama, tetapi ketika mobil dikeluarkan Auto 2000 terjadi perbedaan dengan spek ambulans yang disediakan CV CKM.
Seperti diketahui dan berdasarkan dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) Dinkes Kalbar, 12 unit mobil ambulans tersebut dibeli menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalbar Tahun 2021 sebesar Rp14.400.000.000. Dengan total perkiraan biaya yang diperlukan untuk pengadaan tersebut sebesar Rp14.397.900.000. Adapun pengadaan mobil ambulans itu adalah jenis kontrak lumpsum. Artinya, dari total pagu dan total perkiraan anggaran, pemilik proyek ke perusahaan dibayarkan dalam sekali tahap atau sekali pembayaran.
Pesimis Sampai Pengadilan
Sementara Pengamat Kebijakan Publik, Syarif Usmulyadi menilai ada tiga kesalahan dalam kasus pengadaan ambulans infeksius. Pertama, satu Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA) terdapat dua kontrak kerja sama yakni PT API dan CV CKM. Padahal ini bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa pasal 27 ayat 1,2 dan 3.
Kedua, kata dia, ada dugaan pengurangan spesifikasi tak sesuai dengan kontrak yang ditandatangani. Ketiga, Harisson selaku Kepala Dinkes Kalbar yang merupakan Penggunaan Anggaran (PA) merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
“Ini jarang dilakukan. PA merangkap PPK untuk proyek,” jelasnya.
Usmulyadi yakin, kejanggalan-kejanggalan yang terjadi telah diketahui Gubernur Kalbar Sutarmidji. Hanya saja, dia tetap perintahkan Kepala Dinkes melakukan pengadaan secara PL. Walaupun belakangan bermasalah dengan adanya pelaporan.
“Kejati Kalbar pun memeriksa sejumlah pihak,” ucapnya.
Dikatakan dia, kejanggalan tersebut dalam kondisi normal dapat dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan ancaman paling minim 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda hingga Rp2 miliar. Namun, dalam kasus ini dia yakin tidak akan sampai ke pengadilan. Sebab, ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020.
Perppu ini menyiratkan penyimpangan terkait anggaran tidak dapat dituntut.
“Apapun kesalahan. Yang berkaitan Covid-19. Tidak bisa dituntut secara perdata dan pidana. Sehingga sangat dipahami kepala dinas, walau ada penyimpangan,” sebutnya.
Berdasarkan itu, Usmulyadi yakin kasus ini tidak akan sampai ke pengadilan. Lantaran kesalahan itu dijamin Undang-Undang dan tidak bisa dituntut.
Tantangan Penegak Hukum
Kisruh dugaan penyimpangan pengadaan ambulans infeksius di Dinkes Kalbar, Kepala Sekolah Anti Korupsi, Sri Haryanti memberi tanggapannya. Menurut dia, regulasi memang memungkinkan untuk pengadaan menggunakan APBD dapat merangkap sebagai PPK. Hal ini sah-sah saja dilakukan, namun dengan tetap memperhatikan keterdesakan dalam pelaksanaannya, apalagi di masa Covid-19 seperti saat ini.
“Pengadaan barang dan jasa menjadi salah satu sektor yang banyak terjadi korupsi, terutama dalam pandemi Covid-19 yang juga telah ditetapkan sebagai bencana non alam oleh pemerintah berimplikasi pada pengambilan kebijakan yang harus dilakukan secara cepat dalam rangka penanganan Covid-19,” jelas Sri kepada wartawan, Selasa (12/10/2021).
Lanjut Sri, keadaan yang menuntut harus bergerak cepat termasuk adanya perubahan anggaran, sehingga mekanisme pengadaan dapat menyebabkan potensi korupsi yang cukup besar juga.
“Salah satu potensi terjadinya korupsi seperti dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa darurat, ada prosedur yang berbeda, termasuk dengan menggunakan mekanisme penunjukan langsung jika memang dalam keadaan darurat,” ujarnya.
“Namun harus tetap diingat bahwa ada syarat yang harus dipenuhi, termasuk di antaranya penyedia berpengalaman dalam penyediaan alat kesehatan,” sambung Sri.
Dikatakannya, adapun salah satu potensi korupsi dalam pengadaan darurat yaitu tidak sesuainya belanja alat kesehatan dengan kebutuhan. Hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan termasuk tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
“Maka jika tidak sesuai dengan yang dibutuhkan atau pun yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan, maka akan berdampak pada buruknya pelayanan yang diterima oleh masyarakat sebagai penerima manfaat,” lugasnya.
Ditambahkan dia, dalam pengadaan di masa pandemi seperti saat ini tentu menjadi salah satu tantangan bagi pemerintah. Menjadi tantangan pula bagi aparat penegak hukum untuk kemudian dapat mencegah dan melakukan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan.
“Kita berharap Kejati Kalbar dapat memproses ini secara transparan dan akuntabel,” pungkas Sri. (rin)
Discussion about this post