– Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pontianak menjatuhkan hukuman pidana penjara lima tahun kepada Dadang Nekad, terdakwa perkara eksploitasi anak. Dadang yang merupakan Youtuber tersebut dinyatakan terbukti melanggar pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kuasa hukum Dadang Nekad, Fitri Alya, mengatakan, terhadap putusan tersebut, pihaknya akan melakukan upaya hukum lain, demi mencari keadilan bagi terdakwa.
“Kami akan ajukan banding,” tegasnya, Kamis (14/10/2021).
Fitri menyatakan kliennya merupakan korban. Karena kliennya tersebut sama sekali tidak mengenal korban. Serta tidak mengetahui jika korban masih berusia di bawah umur.
“Perkara eksploitasi anak itu, berawal ketika terdakwa sedang berada di hotel Avara. Ia galau lalu minta ditemani seorang wanita bernama Mita (terdakwa lainnya),” jelasnya.
Namun, Mita tidak bisa menemani terdakwa lebih lama. Dadang akhirnya meminta Mita mencarikan wanita yang bisa menemaninya dengan bayaran sebesar Rp3 juta. Kemudian sekitar pukul 02.00 WIB, korban datang bersama temannya untuk tujuan menemani terdakwa.
Dari rangkaian cerita itu, kata Fitri, tidak ada bujuk rayu apalagi pemaksaan ancaman atau kekerasan terhadap korban sebagaimana berita yang beredar selama ini.
“Selama ini beredar berita bahwa klien saya memperkosa anak. Tetapi jelas korban datang sendiri ke hotel. Ini bukan pendapat saya, tapi itu fakta persidangan,” ucapnya.
Fitri mengatakan pihaknya sepakat bahwa Dadang memang salah dan layak dihukum berdasarkan pasal 88 Undang-Undang Perlindungan Anak tentang ekploitasi anak. Tetapi kliennya bukan terdakwa pasal 81 apalagi pasal 82.
“Karena esensi pasal tersebut harus ada tipu muslihat, rangkaian kebohongan serta bujuk rayu,” ujarnya.
“Menghukum itu harus proporsional sesuai kadar kesalahan. Pada perkara ini jelas bukan suatu yang dilakukan karena kesengajaan, melainkan karena ketidaktahuan kliennya mengenai status korban,” sambung Fitri.
Dia menegaskan menghukum dan menjatuhkan vonis bagi terdakwa seharusnya bukan menjadi ajang balas dendam. Karena hukum itu harus proporsional sesuai kadar kesalahan. Menjatuhkan vonis pun jangan karena ada intervensi sehingga putusan yang dilahirkan menjadi tidak murni, yang berimbas pada ketidakadilan bagi terdakwa.
“Karena berbicara tentang anak sebagai korban dan karena permasalahan ini anak-anak terdakwa juga menjadi korban,” pungkas Fitri.
Terpisah, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Seto Mulyadi mengatakan putusan pidana penjara lima tahun yang dijatuhkan majelis hakim untuk terdakwa Dadang Nekad masih belum memenuhi rasa keadilan.
“Sepintas putusan itu saya merasa belum cukup adil,” tegas Seto Mulyadi, ketika ditemui di kantor Kejati Kalbar.
Sosok disapa Kak Seto ini menuturkan putusan itu akan ia pelajari bersama LPA Kalbar untuk mendengarkan pendapat yang lebih objektif.
“Berkaca dengan kasus kejahatan seksual terhadap anak yang marak terjadi di Kalbar, untuk melindungi anak diperlukan orang sekampung. Dalam artian Semua pihak harus berperan,” lugasnya.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat perlu membentuk Seksi Perlindungan Anak tingkat tetangga dan tingkat warga. Karena dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak bukan hanya bicara penegakan hukum, tetapi langkah pencegahan perlu dilakukan.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri (Kasi Pidum Kejari) Pontianak, Aji Satrio Prakoso, mengatakan, pihaknya tentu menerima putusan majelis hakim terhadap vonis lima tahun untuk terdakwa Dadang Nekad.
Menurut Aji, putusan tersebut sudah sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum, yang menuntut terdakwa lima tahun sesuai dengan pasal 88 Undang-Undang Perlindungan Anak.”Kalau mereka banding, ya tentu kami juga akan banding,” pungkas Aji. (rin)
Discussion about this post