– Polda Kalimantan Barat hingga kini masih terus melakukan pengembangan terkait kasus penggerebekan PT Sumber Rejeki Digital (SRD) yang diduga sebagai tempat praktik Pinjaman Online (Pinjol) ilegal di Kota Pontianak.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Polda Kalbar menggerebek sebuah rumah yang diduga digunakan sebagai perusahaan Pinjaman Online (Pinjol) ilegal.
Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Donny Charles Go dalam keterangan persnya menjelaskan, dari perkembangan hasil pemeriksaan yang dilakukan pihak Polda Kalbar, bahwa PT SRD tidak menyelenggarakan pinjaman online melainkan lebih fokus melaksanakan Desk Collection (Descoll).
“Desk Collection itu hampir sama seperti Debt Collector, di dunia nyata disebutnya Debt Collector, kalau di dunia maya disebutnya Desk Collection,” ujarnya, Selasa (19/10/2021).
Lebih lanjut, Donny menyatakan, dengan demikian, adapun tugas mereka melakukan penagihan terhadap nasabah yang bekerjasama atau melakukan peminjaman dengan 14 aplikasi pinjol yang posisinya tidak berada di Pontianak. Terdapat sebanyak 22.530 orang yang menjadi nasabah di perusahaan tersebut.
“Setelah kita telusuri ternyata 14 aplikasi pinjaman online ini memang tidak memiliki izin yang sah, minimal memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” jelasnya.
Donny melanjutkan, jumlah personil di perusahaan ini beserta pimpinannya sebanyak 65 orang. “Kemarin yang kita amankan baru 14 orang dengan berbagai posisi masing-masing,” katanya.
Sebelum bekerja, mereka akan diberi akses berupa username dan password yang digunakan untuk melihat data-data nasabah yang melakukan pinjaman dari 14 aplikasi pinjaman online.
“Mereka memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, HRD dan asisten HRD yang bertugas melakukan perekrutan karyawan, kapten yang bertugas melakukan pengawasan kepada Desk Collection dan Desk Collection yang bertugas melakukan penagihan kepada nasabah yang menunggak pembayaran,” ujarnya.
Menurut Donny, ada beberapa cara pihak Desk Collection melakukan penagihan terhadap nasabahnya. Pertama, Reminder 2 (mengingatkan nasabah tahap 1), yaitu yang melakukan penagihan dengan cara menelpon langsung dan mengirimkan pesan template WhatsApp yang isinya hanya mengingatkan.
Kedua, Reminder 1 (mengingatkan nasabah tahap 2), yaitu menghubungi nasabah dengan cara menelpon langsung dan mengirimkan pesan template WhatsApp yang isinya penekanan kepada nasabah untuk segera melakukan pembayaran.
Ketiga, S0 (jatuh tempo), yaitu menghubungi nasabah dengan menelpon langsung dan mengirimkan pesan yang sifatnya lebih mengarah kepada ancaman seperti mengirimkan foto KTP dan selfie bahkan sampai memaki dan mengancam agar nasabah menjadi malu dan kemudian melakukan pembayaran.
“Emang saat ini untuk pinjolnya tidak ditemukan disini, posisinya emang berada di luar Pontianak, yang kita temukan hanya badan hukum yang bergerak sebagai Desk Collection,” ucap Kabid Humas.
Donny menyebutkan, pihaknya membutuhkan waktu untuk melakukan gelar perkara karena baru pertama menangani kasus seperti ini.
“Setelah kita lihat ternyata versi hukumnya terjerat pasal pidana. Yakni Pasal 45B juncto (Jo) pasal 29 dan/atau pasal 48 Ayat 2 jo Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 Juta,” terangnya.
“Ada ancaman pidananya maka itu yang kita pedomani untuk ditindaklanjuti, sebelum sampai kesana kita perlu beberapa keterangan para ahli sambil kita coba telusuri,” tambahnya.
Donny menyampaikan, pihaknya membutuhkan waktu untuk mengungkap kasus ini sejelas-jelasnya, misalnya terkait dengan peranan masing-masing orang.
“Untuk penegakan hukum kita harus mendengarkan keterangan saksi ahli untuk menguatkannya, kita butuh waktu untuk mendapat keterangan saksi ahli guna menguatkan konsumsi hukum yang akan kita terapkan nantinya,” katanya.
“Pastinya ini tetap kita tindaklanjuti walaupun bukan pinjaman online tanpa izin, tapi ini Desk Collection yang mereka gunakan untuk melakukan penagihan hutang terhadap nasabah yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti, kadang sampai mempermalukan para nasabah,” tutup Donny. (Humas Polda Kalbar, Bripda Juni/Rilis/Red)
Discussion about this post