– Tak elok mencari siapa salah di tengah situasi banjir. Saat ini dibutuhkan solusi agar banjir tak terjadi lagi di masa akan datang.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kalbar mengumpulkan sejumlah NGO dan KPH untuk mencari solusi banjir. Salah satu solusinya akan menggalakkan Perhutanan Sosial.
“Kalimantan Barat saat ini memiliki lahan kritis cukup signifikan. Lahan kritis di dalam kawasan hutan lindung sekitar 1 juta hektare. Sementara di luar kawasan 53 ribu hektare. Kita akan menggalakkan perhutanan sosial untuk mengatasi lahan kritis tersebut,” kata Kepala Dinas LHK Kalbar, Ir H Adi Yani MH saat memberikan sambutan dalam acara Harmonisasi dan Sinergi Pembangunan Rendah Emisi di Provinsi Kalimantan Barat di Hotel Ibis, Pontianak, Kamis (11/11/2021).
Untuk lahan kritis masuk dalam kawasan hutan lindung, Pemprov Kalbar tidak memiliki wewenang untuk pemberian izin pengelolaan. Kalau di luar kawasan yang luasnya 53 ribu hektare itulah menjadi kewenangan Pemprov Kalbar.
“Kita akan galakkan Perhutanan Sosial untuk menangani lahan kritis terutama di luar kawasan. Kita akan melibatkan sejumlah NGO yang peduli terhadap isu lingkungan hidup agar nanti bisa menjadi pendamping atau fasilitator dalam pengelolaan hutan,” jelas Adi Yani di hadapan sejumlah perwakilan Non Goverment Organization (NGO) atau LSM dan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH).
Selain itu, Pemprov Kalbar akan mengintensifkan kerja sama dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Hutan Lindung (BPDASHL). Balai ini di bawah kewenangan Kementerian LHK RI.
“Kita akan melakukan kerja sama untuk mengatasi soal lahan kritis yang berada di sepanjang sungai,” jelasnya.
Terkait dengan Perhutanan Sosial yang akan digalakkan, ada jenis yakni Perhutanan Sosial Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Adat, dan Hutan Kemitraan. Sejauh ini yang banyak jenis Perhutanan Sosial adalah Hutan Desa dan Hutan Adat.
Sebagai contoh, NGO PRCF Indonesia melakukan pendampingan pengelolaan Perhutanan Sosial di Desa Nanga Lauk, Nanga Jemah, Nanga Betung, Sri Wangi dan Tanjung Kabupaten Kapuas Hulu. Di desa itu sedang digalakkan rehabilitasi lahan kritis.
“Itu sebabnya kita mengajak NGO-NGO atau mitra pemerintah ikut berkontribusi dalam pendampingan pengelolaan Perhutanan Sosial untuk merehabilitasi lahan kritis,” ungkap Adi Yani.
Pertemuan di Hotel Ibis ini disponsori salah satu NGO yang aktif melakukan konservasi hutan di Kalbar, yakni GIZ Forclime. Salah satu narasumber dalam kegiatan itu, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) REDD+ Kalbar, Prof Ir H Gusti Hardiansyah M Sc. Dalam pemaparannya, Pokja REDD+ dalam kurun waktu 10 tahun terakhir berhasil menyusun dokumen terkait dengan penurunan emisi gas rumah kaca.
“Salah satu penyebab banjir semakin tingginya panas bumi atau global warming sehingga menyebabkan anomali cuaca. Tugas Pokja REDD+ yang merupakan lembaga ad hoc Pemprov Kalbar ikut berkontribusi menekan panas bumi di bawah 1,5 derajat. Dokumennya sudah ada, sekarang tinggal diaplikasikan dengan melibatkan banyak stakeholder,” urai mantan Dekan Fakultas Kehutanan Untan ini.
Di akhir presentasinya, Prof Gusti mengajak seluruh NGO, KPH, UPT di bawah Kementerian LHK yang ada di Kalbar, termasuk juga perusahaan perkebunan dan pertambangan bersama-sama mengatasi masalah lahan kritis.
“Pemerintah pusat beserta DPR RI bisa mengalokasi dana besar untuk mengatasi lahan kritis sebagaimana disebutkan Kadis LHK Kalbar tadi,” harapnya. (ros)
Discussion about this post