– Perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa Ali Sabudin telah sampai ke tahap persidangan. Kuasa hukum terdakwa menuding kasus tersebut penuh dengan rekayasa dan kebohongan.
Arry Sakurianto selaku Kuasa Hukum Ali Sabudin membeberkan kronologi tuduhan penganiayaan yang dialamatkan mantan istri kepada kliennya. Kasus penganiayaan yang dilaporkan pada 26 Mei 2011 tersebut tidak benar alias bohong.
Di mana pada 2010 bermula masalah jual beli tanah yang tidak disetujui oleh Ali Sabudin. Sehingga terjadilah tindakan pemukulan yang dilakukan kliennya kepada istrinya Lily Susianti (LS). Kasus tersebut dilaporkan Lily ke Polresta Pontianak. Namun laporan dicabut dan kedua belah pihak berdamai.
Pada Mei 2011 kembali muncul kasus. Lily yang sebelumnya meninggalkan rumah, datang sambil membawa pisau hendak membunuh Ali Sabudin. Namun tindakan itu berhasil digagalkan, setelah kliennya memegang tangan Lily untuk melepaskan pisau yang dibawanya.
“LS ini tiba-tiba datang ke rumah langsung menyerang Ali Sabudin. Berusaha mau menikam, tetapi berhasil ditangkap tangannya oleh Ali,” kata Ary, Kamis (02/12/2021).
Setelah pisau terlepas, Lily pergi ke dapur mengambil gunting dan kembali berusaha hendak menikam Ali Sabudin. Usaha itu kembali berhasil digagalkan. Usaha pembunuhan kedua gagal, Lily kemudian berlari dan menabrakkan dirinya ke cermin berbingkai kayu lalu pura-pura pingsan.
“Itulah kejadian yang sebenarnya. Tetapi LS membuat laporan seolah-olah Ali Sabudin melakukan penganiayaan terhadap dirinya,” ujarnya.
Arry menerangkan atas laporan yang dibuat Lily ke Polresta Pontianak pada 27 Mei 2011, Ali Sabudin dipanggil penyidik untuk menjalani pemeriksaan. Namun saat itu apakah statusnya sebagai saksi atau tersangka tidak ada yang tahu.
“Selang dua tahun kemudian atau sekitar 2013, LS mencabut laporan yang dibuatnya di Polresta Pontianak. Dan Ali Sabudin menganggap kasus tersebut sudah selesai,” ujarnya.
“Tiba-tiba pada 1 September 2021, Ali Sabudin menerima surat dari polisi. Dirinya diminta untuk datang ke kantor polisi keesokan harinya, untuk mengikuti proses pelimpahan tersangka dan barang bukti kasus penganiayaan dengan tersangka dirinya,” sambung Arry.
Mendapat surat itu, lanjut Arry, kliennya merasa ada yang tidak beres. Karena Ali Sabudin tidak pernah menjalani pemeriksaan tambahan.
“Akhirnya kasus kami laporkan ke Mabes Polri untuk gelar perkara di sana. Hasilnya kami diminta untuk melaporkan masalah itu ke Jamwas Kejagung. Kemudian dua minggu kemudian, sebagai warga negara yang baik, Ali Sabudin mendatangi kejaksaan untuk mengikuti proses tahap dua,” tuturnya.
Arry menyatakan banyak kejanggalan pada perkara KDRT yang dilaporkan Lily dengan pelaku Ali Sabudin. Pertama, tuduhan penganiayaan itu tidak benar alias Lily memberikan keterangan palsu.
Selanjutnya, Ali Sabudin tidak pernah menjalani pemeriksaan tambahan tetapi diberkas terdapat berkas berita acara pemeriksaan tambahan. Selain itu, resume berkas perkara ada dua tersangka yakni Lily dan Ali Sabudin beserta hasil visum.
“Hasil visum itu memang benar ada bekas memar pada bagian tubuh LS, tetapi itu bukan akibat penganiayaan yang dilakukan Ali Sabudin, tetapi akibat perbuatan LS sendiri,” tegasnya.
Pada gelar perkara di Jakarta, sambung Arry, penyidik Polresta Pontianak menyatakan berkas perkara ada yang asli. Tapi sampai saat ini, pihaknya tidak pernah mendapatkan atau melihat berkas perkara yang asli.
“Bahkan lebih anehnya, penyidik berani mengatakan, jika Kasat sebelumnya yang menangani kasus ini sudah pensiun,” tuntas Arry. (rin)
Discussion about this post