JURNALIS.co.id – Rencana Regulated Agent (RA) di Bandara Internasional Supadio yang dikelola pihak ketiga diminta ditunda. Terlebih, ada penolakan tarif dari Asosiasi Perusahaan Nasional Pengiriman dan Pengantaran Barang Indonesia (Asperindo) Kalimantan Barat.
Hal ini ditegaskan oleh Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Barat, kepada Jurnalis.co.id belum lama ini.
Sebelumnya Komisi IV DPRD Kalbar memanggil sejumlah pihak terkait mencuatnya penolakan atas penetapan tarif RA oleh Asperindo Kalbar.
Ketua Komisi IV DPRD Kalbar H Subhan Nur mengatakan penentuan tarif tidak boleh sepihak. Harus ada kesepakatan. Jika belum ada titik temu, operasional RA dikelola pihak swasta agar ditunda.
“Kita minta kita Dinas Perhubungan Provinsi untuk mengecek semuanya, mulai dari izin yang keluarkan oleh kementerian hingga sampai operasional sudah sesuai prosedur atau aturan berlaku atau belum, termasuk penetapan tarif,” kata Subhan Nur kepada Jurnalis.co.id belum lama ini.
Tak hanya itu, Subhan juga mempertanyakan lokasi RA yang lumayan jauh dari Bandara.
“Intinya kita minat persoalan ini segera diselesaikan, Dishub Provinsi dapat memediasi kedua belah pihak (Asperindo dan RA swasta, red),” pintanya.
Tidak kalah pentingnya persoalan tarif RA, karena nantinya yang terbebani juga konsumen.
“Izin yang dikeluarkan atau apa bentuknya untuk operasional RA ini jangan seenaknya saja kementerian yang ada di pusat itu, tanpa sosialiasi. Kan yang dibebankan itu masyarakat,” cecar Subhan.
Subhan meminta semua itu ada prosesnya, tidak main operasional begitu saja. Lantaran yang dirugikan masyarakat atau konsumen.
“Karena yang membayar RA itu konsumen, dampaknya juga akan begitu luas. Jadi tidak main menetapkan begitu saja,” ujarnya.
“Kalau dari kami begitu jelas, jika tidak sesuai dengan prosedur dan tidak ada kesepakatan, terlagi jika kebijakan yang diambil merugikan masyarakat. Cabut saja izinnya. Namun yang dapat melakukan ini adalah kementerian karena dikeluarkan dari sana,” sambung Subhan.
Subhan Nur meminta RA tersebut ditunda sampai ada kesepakatan antara pihak swasta tersebut dengan Asperindo. Terlebih, RA juga harus memiliki standarnya dan tanggungjawab atas keamanan cargo atau post.
“Intinya sebelum ada kesepakatan ditunda dulu jangan operasional. Kita akan terus memonitor persolan ini,” tegas Subhan lagi.
Ditambahkan Budi Basari, anggota Komisi IV DPRD Kalbar juga meminta agar antara penyedia dan pengguna jasa RA dapat mencari solusi berkaitan penerapan tarif RA. Pihak-pihak terkait juga diminta sosialisasi ke masyarakat.
Sementara Executive General Manager (EGM) Angkasa Pura II Bandara Supadio, Akbar Putra Mardhika ketika dikonfirmasi berkaitan dengan persolan RA ini menerangkan bahwa dasar hukum pengamanan cargo dan post tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 53 Tahun 2017 tentang Pengamananan Cargo dan Post serta Rantai Pasok Cargo dan Post yang diangkut dengan pesawat.
“Di mana dijelaskan yakni untuk meningkatkan keamanan dan perlu dilakukan langkah-langkah keamanan. Siapa yang bertanggung jawab berkaitan dengan cargo dan post ini, yang bertanggungjawab jawab adalah maksapai atau badan usaha angkutan udara,” jelasnya belum lama ini.
Lanjutnya, di mana dalam melakukan langkah-langkah keamanan post dan cargo tersebut, maskapai dapat mendelegasikan tugas itu kepada RA.
“Namun berdasarkan Pm35/2017 apabila Bandara belum terdapat RA, maka maskapai dapat mendelegasikan pemeriksaan barang kargo dan pos kepada badan usaha bandar udara atau dalam hal ini PT Angkasa Pura II Bandara Supadio yang selama ini sudah berjalan,” ucapnya.
“Sebagai informasi untuk bandara di bawah angkasa PT Angaksa Pura, saat ini sudah tiga bandara yang dilayani RA. Tentunya mereka terpisah dari Angkasa Pura II bukan bagian dari Angkasa Pura II. Di mana perusahaan swasta itu sendiri memiliki perizinan yang dikeluarkan kementerian perhubungan,” sambung Akbar.
Ditegaskan Akbar, terkait dengan pengoperasian RA di Bandara Supadio harus mengantongi perizinan atau sertifikat dari Kementerian Perhubungan serta mendapat pendelegasian dari maskapai untuk melakukan pemeriksaan barang cargo dan post yang akan diangkut maskapai.
“Karena tanggung jawab keamanan adalah tanggung jawab maskapai yang dapat didelegalisasikan kepada RA tersebut,” sebutnya.
Terkait tarif, Akbar menyatakan bahwa itu harus sesuai Peraturan PM Nomor 53 Tahun 2017. Di mana penentuan tarif diserahkan kepada penyedia dan pengguna jasa RA dalam hal ini diwakilkan oleh Asperindo.
“Murni bisnis to bisnis. Apabila memang sudah disepakati, maka RA yang dikelola pihak swasta itu dapat dioperasikan di bandara Supadio Pontianak,” lugasnya.
Akbar juga menjelaskan berkaitan dengan RA dikelola oleh swasta. Di mana ini dapat dilihat dari histori, sudah ada sejak tahun 2011 dengan dikeluarkan SK Dirjen Perhubungan Udara dengan Nomor SKEP 255/4/2011. Untuk pertama kali RA ada di Bandara Soekarno Hatta.
Persoalan RA di Bandara Supadio, Angkasa Pura II Bandara Supadio dalam kondisi stanby. Apabila semua sudah terpenuhi, maka RA dapat dioperasikan di Bandara Supadio. Apakah berkaitan dengan perizinan, sertifikat RA serta pihak maskapai selaku penanggung jawab keamanan post dan cargo juga telah mendelegasikan kepada RA
“Kemudian ditambahkan ada nya kesepakatan Asperindo dan RA dari sisi tarif. Maka kami secara prinsip dari bandara Supadio akan melaksanakan proses pengelolaan cargo sesuai dengan PM nomor 53 tahun 2017,” tuntas Akbar.(rin)
Discussion about this post