JURNALIS.co.id – Wakil Ketua DPRD Kalimantan Barat Suriansyah bersama Komisi II mengadakan rapat kerja (Raker) bersama Dinas Perdagangan dan Industri Kalbar, Bulog, dan Gapki Kalbar, Senin (21/03/2022). Raker yang berlangsung di Gedung DPRD Kalbar ini membahas terkait kelangkaan minyak goreng dan lainnya.
“Khusus masalah minyak goreng, ini sudah membuat ricuh ibu-ibu di seluruh daerah di Kalbar,” kata Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Affandi, usai Raker.
Berdasarkan keterangan dari Disperindag Kalbar, kata dia, dugaan penimbunan memang ada. Namun bukan dari pabrik, melainkan pihak distributor atau penyalur. Penghasil minyak goring di Kalbar hanya PT Wilmar dan PT Unggul Persada. Sedangkan pihak distributor di Kalbar setidaknya ada tiga perusahaan.
“Jadi selama ini distributorlah yang bertugas menyalurkan minyak goreng ke masyarakat di 14 Kabupaten/Kota. Sementara PT Wilmar dan Unggul Persada hanya memproduksi minyak goreng,” jelasnya.
Affandi mengatakan pihak distributor ini yang harus dikejar. Komisi II DPRD Kalbar bakal memanggil distributor dan perusahaan produsen minyak goreng. Hanya saja, berdasarkan peraturan perundang-undangan, kategori penimbun memiliki batas waktu 90 hari kerja.
Politisi Demokrat Kalbar ini menuturkan, sejak penetapan HET, minyak goreng menjadi langka. Berdasarkan hasil Raker tersebut, terungkap juga fakta bahwa mekanisme subsidi yang digaungkan pemerintah hingga Rp7 triliun kurang jelas.
“Tidak ada ketegasan pemerintah. Sering diadakan sidak-sidak bersama, tetapi tetap saja minyak goreng langka dan mahal,” ucapnya.
“Harusnya tegas memberi subsidi, ya subsidi. Makanya karena tidak ada kejelasan, para pengusaha justru belum berani melepas minyak goreng ke distributor,” sambung Affandi.
Affandi berharap jelang Ramadan dan Idul Fitri tahun ini, stok mintak goreng sudah harus tersedia merata. Tidak ada lagi rebut-rebutan dan antre sampai nyawa menjadi korban. Sebab, stok di Kalbar tersedia melimpah.
Ia berpendapat, pasal yang mengatur soal jangka waktu kategori penimbun haruslah diubah. Hal ini menjadi urusan pemerintah pusat.
“Kami hanya minta diubah. Cukuplah dua minggu saja. Jangan kategorikan penimbun dengan jangka waktu 90 hari,” ucapnya.
Anggota DPRD Kalbar dari dapil Kubu Raya-Mempawah ini menambahkan produksi minyak goreng di Kalbar mencapai 15.000 ton per bulan. Sementara untuk konsumsi warga 14 kabupaten/kota di Kalbar. Hitungannya berkisar 0,76 liter per bulan dikalikan jumlah penduduk. Kebutuhan minyak goreng di Kalbar sekitar 4000-5000 ton per bulan.
“Jadi sebenarnya untuk produksi sudah lebih. Namun, memang masalah harga seperti ada ketidakjelasan pemerintah dan perusahaan. Harusnya kalau mau tetap konsisten mensubsidi, belajar dari pemerintah Malaysia. Harga minyak goreng subsidi di sana hanya Rp8.500 per kilogram. Rakyat di sana dimuliakan,” pungkas Affandi. (lov)
Discussion about this post