JURNALIS.co.id – Dua warga Pontianak yang memiliki bukti sah atas kepemilikan tanah melalui sistem peradilan hingga kasasi dan inkracht, malah dijebloskan ke penjara oleh Mabes Polri. Kini keduanya dijebloskan ke Rutan Kelas IIA Pontianak lantaran memasuki masa sidang perdana di Pengadilan Negeri Pontianak pada Selasa (29/03/2022).
Dua warga Pontianak tersebut adalah Habib Salim Achmad dan Habib Alwi Al Mutahar. Keduanya merupakan ahli waris tanah dengan ukuran 7200 meter persegi yang berlokasi di Jalan Tanjungpura Kecamatan Pontianak Selatan. Keduanya berstatus terdakwa atas proses hukum di Mabes Polri yang dilaporkan oleh karyawan Bambang Widjanarko.
Kuasa hukum kedua terdakwa dari Kantor Hukum Syarif Kurniawan, Bayu Sukmadiansyah mengungkapkan, bahwa kedua kliennya diperkarakan atas dugaan pemalsuan dokumen buku tanah.
Kasusnya bermula Syarif Taher Al-Muntahar bersama Habib Salim Achmad mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak atas terbitnya sembilan sertifikat atas nama Bambang Widjanarko di atas tanah milik ahli warisnya di samping Jalan Barito, Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan dengan luas 7.200 meter persegi.
“Dalam gugatan di PTUN Pontianak tersebut, ahli waris sebagai penggugat menggugat dua pihak yakni tergugat pertama BPN Pontianak dan tergugat kedua adalah pemilik sembilan SHM diobjek tanah ahli waris,” terangnya, Senin (28/03/2022).
“Dalam persidangan penggugat menghadirkan bukti berupa buku tanah Nomor 49 tahun 1963 atas nama Syarif Taher Al-Muntahar,” sambung Bayu.
Bayu menerangkan dalam persidangan di PTUN Pontianak, majelis hakim pada saat itu memutuskan bahwa gugatan penggugat dikabulkan. Di mana sembilan sertifikat atas nama Bambang Widjanarko yang diterbitkan BPN Pontianak di objek tanah milik ahli waris dibatalkan.
“Putusan tersebut membuktikan bahwa pengadilan mengakui jika buku tanah nomor 49 tahun 1963 milik ahli waris memang benar sebagai buku tanah yang sah dan memiliki nilai sempurna dalam pembuktian kepemilikan,” bebernya.
Dikatakan Bayu, atas putusan PTUN Pontianak itu, pihak tergugat mengajukan banding. Namun hasilnya malah menguatkan putusan yang telah ditetapkan PTUN Pontianak yang memenangkan dua kliennya. Kemudian setelah putusan banding menguatkan putusan PTUN Pontianak, pihak tergugat masih tidak puas dengan putusan tersebut.
Mereka mengajukan permohonan kasasi. Namun permohonan kasasi tergugat ditolak dan kedua kliennya kembali dimenangkan Mahkamah Agung.
“Berdasarkan putusan PTUN Pontianak hingga putusan kasasi, maka perkara sengeketa tanah yang digugat oleh ahli waris secara administrasi negara, maka penggugat dalam hal ini ahli waris telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Bahwa objek tanah yang disengketakan kembali lagi ke semula yakni milik ahli waris,” tegas Bayu.
Bayu pun merasa aneh, pada saat proses kasasi, tergugat dua dalam hal ini pemilik sembilan sertifikat yakni Bambang Widjanarko, memberi kuasa kepada karyawannya untuk membuat laporan ke Mabes Polri atas dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh ahli waris.
“Laporan yang dibuat itu menuduh jika buku tanah nomor 49 tahun 1963 palsu. Padahal buku tanah yang dijadikan bukti dalam persidangan di PTUN Pontianak hingga kasasi adalah buku tanah yang sudah dinilai oleh majelis hakim PTUN Pontianak yakni memiliki nilai pembuktian yang sempurna,” lugasnya.
“Sehingga proses hukum sampai ke tingkat kasasi pun ahli waris dimenangkan. Karena buku tanah yang digunakan sebagai bukti itu adalah asli,” tambah Bayu.
Yang menjadi aneh laporan polisi yang dibuat oleh karyawan Bambang Widjanarko itu, kata Bayu, diproses oleh Mabes Polri. Dengan menetapkan kedua ahli waris sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen yakni buku tanah tersebut. Hingga akhirnya perkara dinyatakan lengkap dan kedua terdakwa harus menjalani sidang perdana di PN Pontianak, pada Kamis 24 Maret.
“Sidang perdana kemarin baik kami sebagai kuasa hukum dan kedua terdakwa tidak mendapat pemberitahuan. Kami baru mengetahui jika hari ini (kemarin) sidang setelah mengakses informasi dari wabsite pengadilan. Pun sidang perdana ini ditunda dan akan kembali dilaksanakan pada Selasa 29 Maret,” bebernya.
Bayu menyatakan, perkara yang dialami kedua kliennya menjadi sangat menarik. Dimana kedua kliennya yang awalnya sebagai penggugat dan diputus menang oleh pengadilan tingkat pertama sampai tingkat ketiga tiba-tiba dijadikan tersangka oleh Mabes Polri atas dugaan pemalsuan dokumen.
“Jika dilihat selama proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Mabes Polri penuh aroma kejanggalan. Sangat tidak masuk akal, ahli waris yang telah membuktikan bahwa buku tanahnya sah dan bernilai sempurna di pengadilan dituduh dipalsukan bahkan keduanya dijadikan tersangka,” ujarnya.
“Kalau begitu proses hukumnya, maka siapa saja yang memiliki bukti tanah sah bisa saja menjadi tersangka jika dilaporkan oleh orang yang tidak senang dengan putusan PTUN,” timpal Bayu.
Yang lebih lucunya, Bayu menambahkan, jika buku tanah tersebut disangkakan palsu, harusnya ada pembanding yang membuktikan. Tapi faktanya pembanding yang digunakan oleh kepolisian adalah buku tanah di tahun yang sama tetapi objeknya berbeda.
“Saat sidang di PTUN Pontianak, tergugat satu yakni BPN Pontianak tidak berani menyatakan buku tanah nomor 49 tahun 1963 milik ahli waris palsu. Padahal yang memiliki kewenangan menyatakan itu palsu adalah BPN,” ungkapnya.
Menurut Bayu, perkara yang dialami kedua kliennya terkesan dipaksakan. Oleh karena itu demi menjamin terpenuhnya rasa keadilan, pihaknya telah meminta kepada komisi yudisial dan pengawasan jaksa untuk mengawasi secara langsung sidang perkara yang dijalani kedua kliennya.
“Kami pastikan setelah pembacaan dakwaan, kami akan mengajukan esepsi atas dakwaan yang dituduhkan,” tegas Bayu.
Bayu menyatakan, pihaknya juga akan mengajukan permohonan pengalihan penahanan dari rumah tahanan ke tahanan rumah kepada pengadilan, mengingat kedua kliennya telah berusia lanjut.
Merasa Dizalimi Penegak Hukum
Salah seorang terdakwa, Habib Alwi Al-Muntahar mengatakan penetapan statusnya sebagai tersangka hingga terdakwa adalah tindakan zalim penegak hukum.
Habib Alwi Al-Muntahar menyatakan, bahwa sudah jelas berdasarkan putusan PTUN Pontianak hingga kasasi, tanah seluas 7.200 meter persegi di samping Jalan Barito tersebut adalah milik ahli waris.
“Oleh karena itu, saya meminta kepada BPN Pontianak untuk segera melaksanakan putusan kasasi yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap,” pintanya.
Sementara terhadap tuduhan pemalsuan buku tanah, kata Habib Alwi Al-Muntahar, bahwa itu adalah fitnah. Karena buku tanah nomor 49 tahun 1963 tersebut jelas tertulis nama ayah ahli waris dan telah dinilai sah dan bernilai sempurna sebagai bukti oleh majelis hakim di PTUN.
“Kami dizalimi. Semoga keadilan itu masih tersisa dan dapat berpihak kepada yang benar,” pungkas Habib Alwi Al-Muntahar. (rin)
Discussion about this post