
JURNALIS.co.id – Ritual Nyobeng (Gawia Nibakng) merupakan tradisi yang masih bertahan dan masih dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak Bidayuh Sebujit di daerah Perbatasan Indonesia – Malaysia, tepatnya Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.
Ritual Nyobeng lebih dikenal dalam bahasa daerah Dayak Bidayuh Sebujit adalah Gawia Nibakng. Kata Nibakng berasal dari bahasa Dayak Bidayuh Sebujit. Secara harfiah memiliki arti memainkan Sibakng. Yaitu alat musik pukul sejenis gendang berukuran sangat panjang yang digantung dari dalam hingga keluar rumah adat Baluk.
Nyobeng (nibakng) adalah kegiatan ritual yang sangat sakral. Salah satu rangkaian prosesi dalam ritual adat ini adalah memandikan atau membersihkan tengkorak manusia hasil mengayau oleh nenek moyang suku Dayak Bidayuh sebagai puncak Kegiatan nyobeng (Nibakng).
Panitia pelaksana kegiatan Ritual Nyobeng (Nibakng) tahun 2022 sekaligus Ketua Oganusasi Masyarakat Desa Adat Sebujit, Gregorius Gunawan mengatakan ada dua pengertian Nibakng. Pertama, Nibakng merupakan kegiatan tahunan yang paling besar sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tipa Iyakng (dalam bahasa Sub suku Dayak Bidayuh Sebujit), atas berkat panen padi yang melimpah.
Kedua yakni ritual untuk menghormati kepala musuh zaman dahulu kala hasil mengayau/Kayau (memenggal kepala manusia dan diawetkan). Tetapi pada intinya adalah ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa (Tipa Iyakng), atas berkat panen padi yang melimpah.
“Proses ritual nyobeng (Nibakng) ini dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap pertama, ritual di mulai di rumah Baluk dipimpin oleh ketua adat,” katanya saat dijumpai di Pontianak, Kamis (16/06/2022).
Ritual pertama ini, kata Gregoris, disebut dengan Paduom. Artinya, memanggil atau menggundang roh-roh para leluhur untuk hadir dalam ritual Nyobeng (Nibakng) dan sekaligus memohon izin atas ritual yang akan dilaksanakan.

Tahapan kedua adalah penyambutan tamu. Ritual penyambutan tamu dilaksanakan oleh tetua adat yang telah siap dengan berbagai sesajian dan prosesi penyambutannya.

“Kemudian dilanjutkan dengan pemotongan ayam dan anjing oleh tamu kehormatan dan dilanjutkan melemparkan telur ayam ke rombongan tamu undangan,” ucapnya.
Tamu dilempar telur berjumlah tujuh orang yang dilakukan oleh kaum perempuan. Jika telur ayam tidak pecah, maka tamu undangan yang datang dianggap tidak tulus atau masih ragu-ragu. Sebaliknya jika pecah di badan berarti tamu undangan datang dengan ikhlas atau tidak ragu-ragu. Setelah itu tamu undangan disuguhi makanan dan minuman rungan.
Setelah rangkaian penyambutan tamu selesai tamu undangan diberi beras kuning. Beras yang di buang ke bawah untuk mahluk halus dan beras putih yang dilempar ke atas untuk Tipa Iyakng (Tuhan Yang Maha Esa). Sambil Ketua Adat membaca doa yang kemudian rombangan tamu diantar ke rumah Adat Baluk.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, bersama Dinas Kebudayaan Kalimantan Barat ikut mendukung pelaksanaan Nyobeng (Nibakng) ini. Pamong Budaya Ahli Madya Kemendikbud Ristek, Julianus Limbeng mengatakan pelaksanaan Ritual Nyobeng ini merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat adat sub suku Dayak Bidayuh Sebujit yang perlu dilestarikan.
Semangat seluruh masyarakat adat dalam pelaksanaan ritual nyobeng ini merupakan wujud sukur kepada Sang Pencipta Tuhan YME dan menjadi salah satu upaya pelindungan dan pelestarian budaya. (rin)





Discussion about this post