JURNALIS.co.id – Pengadaan feri atau kapal penyeberangan di Desa Perigi Kecamatan Silat Hilir Kabupaten Kapuas Hulu tahun 2019 yang dananya dari APBN sebesar Rp2,4 miliar saat ini menjadi sorotan. Karena hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Kalbar ternyata kapal tersebut bekas.
Pengadaan pembelian feri itu menggunakan perusahaan yakni CV Rindi. Tedi, selaku Direktur sekaligus pemilik CV Rindi mengakui bahwa perusahaanya hanya dipinjam oleh temannya atasnama Sandi dengan perjanjian fee 2 persen dari pagu dana yang telah cair. Sehingga Tedi terima Rp40 juta.
“Masalah administrasi dan lainnya memang saya yang mengerjakannya sebagai Direktur. Tapi pelaksanaan sepenuhnya di lapangan dan keuangan saya tidak bertanggung jawab, karena itu dikerjakan oleh Sandi,” kata Tedi, Selasa (19/07/2022).
Tedi mengatakan, dirinya benar-benar tidak tahu kemana dana yang sudah cair itu digunakan oleh Sandi. Dengan adanya temuan BPK terkait kapal penyeberangan di Desa Perigi yang dikatakan barang lama ini dirinya sangat dirugikan atas pekerjaan Sandi. Pasalnya, akibat masalah ini perusahaannya di blacklist selama tiga tahun dan dirinya sulit untuk mendapatkan pekerjaan lagi.
“Masalah ganti rugi saat ini sudah ada progressnya yaitu Rp385 juta dengan jaminan jika progres ganti rugi ini belum terpenuhi dimasukkan lah sertifikat rumah saya sebagai jaminan. Apabila jaminan itu tidak dapat dilaksanakan, maka sertifikat rumah saya akan dilelang,” ujarnya.
Tedi mengungkapkan, memang dalam masalah kapal feri ini bukan hanya sertifikat dirinya saja yang menjadi jaminan ke Pemda Kapuas Hulu. Namun ada juga yang lain seperti sertifikat tanah milik Abdul Halim mantan Kadis Perhubungan, sertifikat tanah Sugiono, sertifikat Sandi hingga jaminan dari vendor sebuah kapal ekspres.
“Kalau saya dengar dari Sandi harga kapal feri yang dibeli itu harganya sekitar Rp1,3-1,4 miliar,” ucapnya.
Lanjutnya, jika masalah ini diambil Aparat Penegak Hukum (APH), dirinya mengaku pasrah. Karena bagaimana pun dirinya tetap terlibat dalam pengadaan ini lantaran menggunakan perusahaanya.
“Tapi saya tetap minta pertanggungjawaban dari Sandi karena dia otaknya sebagai pelaksana sepenuhnya pengadaan kapal feri ini,” ungkap Tedi.
Sementara Rudi Hartono, Kepala Dinas Perhubungan Kapuas Hulu mengatakan, bahwa masalah feri ini sudah ada pihak yang melakukan penggantian uang negara yakni dari pemilik perusahaan, pelaksana, vendor dan bagian kapal juga ada.
“Dari perusahaan, pelaksana dan lainnya itu harus mengganti kerugian itu sebesar Rp800 juta, sementara dari vendor ganti ruginya satu miliar lebih. Untuk jumlah ganti rugi saat ini totalnya sudah Rp385 juta,” jelasnya.
Rudi mengatakan bahwa memang saat ini kapal penyeberangan itu belum bisa dioperasikan lantaran ada masalah hukum. Kemudian sarana pendukung yang ada di lokasi kapal feri tersebut belum memadai.
“Tapi kalau saya lihat kapal feri itu juga tidak layak untuk dioperasikan, karena kurang sesuai jika dilihat dari bongkar muat,” ucap Rudi seraya menambahkan dalam menyelesaikan masalah ini dari pihak terkait ada menjaminkan aset mereka.
Sementara Indrayadi Camat Silat Hilir mengatakan, hingga hari ini kapal feri pengadaan tahun 2019 yang ada di Desa Perigi Kecamatan Silat Hilir belum pernah digunakan.
“Kalau masalah pegoperasiannya kita juga tidak tahu, kewenangan di Dinas Perhubungan,” tuturnya.
Namun, kata Indra, adanya kapal penyeberangan tersebut sangat penting. Karena salah satu untuk menghemat biaya tranformasi masyarakatnya yang selama ini cukup mahal, terutama bagi masyarakat 4 desa, yakni Desa Perigi, Desa Baru, Sentabai dan Penai.
“Saya berharap agar kapal feri yang ada sekarang secepat mungkin di operasikan,” pungkas Indra. (opik)
Discussion about this post