JURNALIS.co.id – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi Kejaksaan Negeri Ketapang soal kasus korupsi Luhai, mantan Kepala Desa Bantan Sari, Kecamatan Marau, yang saat ini sebagai Anggota DPRD Ketapang. Hasilnya, Luhai kembali akan segera masuk jeruji besi.
Sebelumnya, dia sempat divonis tidak bersalah dan bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pontianak beberapa waktu lalu.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ketapang, melalui Kasi Intel, Fajar Yulianto mengatakan, pihaknya akan sesegera mungkin mengeksekusi terdakwa Luhai sesuai putusan MA.
“Kasasi yang kami sampaikan terkait putusan pengadilan Tipikor Pontianak yang memvonis bebas terdakwa Luhai, sudah diputuskan dan dikabulkan MA. Salinan putusan itu baru kami terima beberapa hari lalu,” kata Fajar, Jumat (22/07/2022).
Fajar menjelaskan, petikan putusan nomor 1221k/Pid.sus/2022 perkara terdakwa Luhai bin Bair Bon berisi mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi atau penuntut umum Kejari Ketapang.
Bahkan, membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pontinak Nomor 31/Pid.sus-TPK/2021/PN.Ptk tanggal 9 September 2021.
Isinya, menyatakan terdakwa Luhai telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Kemudian menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan pidana denda sebesar Rp50 juta dengan ketentuan, jika pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.
“Serta menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp229.731.551 yang dikompensasikan dengan uang yang telah dititipkan oleh Terdakwa kepada Kejaksaan Negeri Ketapang,” ungkapnya.
Menurut dia, Kejaksaan akan memanggil terdakwa sesuai prosedur yang ada. Jika pemanggilan tidak diindahkan, maka bisa saja melakukan penjemputan paksa guna mengeksekusi terdakwa atas putusan kasasi MA.
“Secepatnya akan kita eksekusi. Nanti apakah terdakwa akan ditahan di Lapas Pontianak atau Ketapang, kewenangan ada di jaksa eksekutor. Kami harap terdakwa bisa kooperatif atas putusan MA ini, apalagi terdakwa atau kuasa hukumnya tentu mendapatkan salinan putusan kasasi,” terangnya.
Secara aturan hukum, lanjut dia, terdakwa bisa saja melakukan upaya hukum luar biasa atau PK. Namun hal tersebut tidak membuat eksekusi terhadap terdakwa ditunda. Pasalnya, setelah adanya putusan Kasasi maka Kejaksaan memiliki kewenangan mengeksekusi terdakwa.
“Jadi kalaupun ada upaya hukum luar biasa itu tidak membuat eksekusi tertunda,” tegasnya.
Ia menambahkan, kasus dugaan korupsi Dana Desa Bantan Sari terjadi ketika terdakwa masih menjabat sebagai Kepala Desa di sana. Saat itu penanganan perkara awal memang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Ketapang.
Dalam kasus ini, selain terdakwa juga terdapat keterlibatan Bendahara Desa yang mana saat kasus dilimpahkan ke Pengadilan dilakukan Splitsing atau pemecehan berkas perkara.
“Saat sidang di Pengadilan Tipikor, terdakwa Luhai dinyatakan tidak bersalah. Sedangkan Bendahara Desa divonis bersalah dan dipenjara. Padahal kasus mereka sama, hanya berkas perkara dipisah. Dari situ kami menilai ada kekeliruan hakim soal putusan Luhai, sehingga diakukan upaya Kasasi,” papar Fajar.
Lakukan Langkah Jika Sudah Dieksekusi
Sementara Ketua DPC Partai Demokrat Ketapang, Rasmidi mengaku kalau sampai sekarang belum menerima informasi soal putusan Kasasi tersebut. Diakunya, terdakwa Luhai masih merupakan kader partainya.
“Sampai hari ini Luhai belum dieksekusi. Jadi kita tidak mau berandai-andai. Dari sisi partai dia masih kader kami,” ujar Rasmidi.
Rasmidi menyebut, pihaknya baru akan melakukan langkah-langkah politik terhadap kader yang bermasalah jika Luhai sudah resmi dieksekusi. Hal tersebut karena di partainya memiliki mekanisme yang harus diikuti.
“Sebab ini juga bukan keputusan Ketua DPC. Saya harus diskusikan dan koordinasi dengan Dewan Kehormatan Partai, baik DPP maupun DPD, itu kita lakukan kalau sudah eksekusi,” tuturnya.
Ia menegaskan, kalau nantinya terbukti bersalah dan melanggar AD/ART dan fakta integritas, pihaknya akan mengikuti keputusan partai terhadap Luhai. Termasuk jikalau memang harus di PAW.
“Karena tentu di sisa waktu yang ada kami tidak mau di dalam parlemen kosong, tentu akan di ganti. Tapi pergantian harus melalui mekanisme partai, tidak bisa serta merta main ganti,” tutup Rasmidi. (lim)
Discussion about this post