Dua pengusaha properti di Kabupaten Sintang bernama Ik Bae Kim dan Lie Maui Fo ditengarai tidak melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Final atas transaksi jual beli atau pengalihan hak atas tanah dan bangunan.
Laporan : Tim Liputan
Di Kota Sintang, Ik Bae Kim akrab disapa Mr Kim. Sementara Lie Maui Fo karib dipanggil Pak Uban. Kedua orang ini merupakan pengusaha kakap di Bumi Senentang. Ratusan Rumah Toko (Ruko) telah dibangun mereka.
Sebagai developer, Kim dan Pak Uban diduga tidak melaporkan kewajiban pajak PPh Final sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016. Pengembang diwajibkan membayar pajak sebesar 2,5 persen karena menerima penghasilan dari transaksi jual beli tanah/bangunan.
Mr Kim dan Pak Uban juga ditengarai tidak melaporkan PPN sebesar 10 persen atas ratusan transaksi jual beli Ruko di Kabupaten Sintang. Berdasarkan aturan. Sedianya mereka wajib lapor sebagaimana Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009.
Mr Kim dan Pak Uban berpotensi menimbulkan kerugian pendapatan negara. Ratusan Ruko yang telah dibangun dan dijualbelikan tidak pernah dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sintang.
Selain menghindari PPN dan PPh Final. Mr Kim dan Pak Uban juga ditengarai tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) Wajib Orang Pribadi. Yang mana, kewajiban mereka adalah melaporkan SPT PPh dan SPT Masa.
Untuk menghindari pajak dalam jumlah besar, Mr Kim dan Pak Uban diduga tidak mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Baik atas nama pribadi atau badan.
Mr Kim dan Pak Uban tidak memiliki badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) dan Persekutuan Komanditer (CV). Padahal berdasarkan aturan negara, untuk properti yang jumlah unitnya lebih dari lima wajib dikelola PT.
Wartawan JURNALIS.CO.ID menemui Pak Uban pada Jumat (9/9/2022). Kepada media ini, Uban mengaku, setiap jual beli Ruko telah membayar pajak. Pembayaran pajak itu saat di Notaris.
“Pajak Jual Beli setor ke Bappenda (Badan Pengelola Pendapatan Daerah). PPB dan BPHTB bayar di Notaris,” ucap Pak Uban ditemui di kawasan Terminal Sungai Durian Sintang.
Lantas apakah Pak Uban juga melaporkan PPN dan PPh? “Kalau Pajak PPN dan PPh aku tidak tahu. Kalau pajak itu. Saya tidak tahu,” ujar Pak Uban.
Saat wawancara, Uban menegaskan, sebagai penjual Ruko, rajin membayar pajak. Anomali. Mengaku sering setor PPh, tetapi Pak Uban tidak mengetahui persentase pajak PPh yang harus ia bayarkan. “Biasanya 0,3 persen,” jawabnya.
Untuk memastikan keterangan Pak Uban, wartawan Jurnalis.co.id kembali bertanya. Apakah tahu soal kewajiban PPh? “Tidak tahu. Saya tidak pernah bayar,” akunya.
Lantas, setiap transaksi jual beli Ruko, apakah Pak Uban turut memungut dan melaporkan PPN? Pengusaha properti ini mengarahkan nama koleganya. Yakni Mr Kim.
“Itu urusan Mr Kim lah. Harusnya yang bayar PPN ya Pak Kim,” kata Pak Uban.
Pengusaha Tionghua ini mengaku sudah bertahun-tahun bekerjasama dengan Mr Kim dalam membangun Ruko dan memperjualbelikannya.
“Saya ngomong jujur ya. Saya bagi bangun dengan Mr Kim. Saya terbuka, bila Pak Kim punya lahan untuk 10 pintu Ruko. Saya sebagai yang bangun dapat enam pintu. Empat pintu Pak Kim punya,” bebernya.
Menurut Pak Uban, yang wajib membayar PPN adalah Mr Kim. “Ya Pak Kim lah. Dia pemilik tanah. Dia yang bayar,” sebutnya.
Kepada wartawan Jurnalis.co.id, Pak Uban mengaku, tidak memiliki Badan Hukum dalam menjalankan usahanya. “Tidak ada perusahaan kami. Mana ada PT atau CV. Tidak ada,” akunya.
Sementara itu, Mr Kim yang ditemui di kediamannya mengaku selalu membayar pajak. Setiap kali transaksi jual beli, ia selalu lapor.
“Sesuai dengan aturan. Ada nilainya di Bappenda Sintang. Saya sudah bilang, saya sudah bayar semua. Cek saja di kantor pajak,” ucap Mr Kim menjawab Jurnalis.co.id, Jumat (9/9/2022).
Lantas, apakah setiap menjual Ruko, Mr Kim lapor PPh Final ke KPP Pratama Sintang?
“Bayar. Yang punya (Bangunan, red) itu bayar pajaknya BPHTB. Pembeli bayar PPh. Jadi BPHTB saya yang bayar. PPh itu pembeli yang bayar. Saya dipotong 4 persen. Pembeli bayar PPh 7 persen,” sebut Mr Kim.
Sepengetahuan Mr Kim, berapa PPh yang harus dibayarkan ke pemerintah? “PPh itu sesuai nilai bah. Wah itu berapa ya? Sesuai aturan, ada 4 persen. Ada 7 persen. Itu aturan Dispenda ya,” jawab Mr Kim.
Pengusaha asal Korea ini tidak mau menyebutkan, apakah telah memungut dan melapor PPN setiap transaksi jual beli.
Apakah Mr Kim telah melapor SPT Tahunan dan SPT Masa?
“Hahaha. Jangan berulang nanya ya. Saya ada akuntan. Dia konsultan saya,” elaknya.
Mr Kim tidak terima tudingan Pak Uban soalnya kewajiban bayar PPN adalah dirinya. “Masing-masinglah itu. Kita kan masing-masing jualnya,” sebutnya.
Menurut Pak Uban, yang mestinya membayar PPN adalah Mr Kim. Karena Kim merupakan pemilik tanah dan orang yang melakukan transaksi jual beli.
“Saya sudah jelaskan. Saya sudah bayar pajak. Kalau saya tidak bayar pajak, kena tangkap bah sekarang. Kalau mau cek, itu ke kantor pajak saja. Tanya saja Mr Kim ada bayar atau tidak,” ungkapnya.
Sementara itu, Pak Uban sempat menyebut seorang Anggota DPRD Kabupaten Sintang yang berperan mengatur pembayaran pajak di setiap transaksi jual beli Ruko miliknya dan Mr Kim.
“Amin Pak Dewan itu yang bantu kami urus pajak. Kami sudah bayar dia untuk mengurus semuanya,” kata Pak Uban. (Tim)
Discussion about this post