JURNALIS.co.id – Masyarakat perbatasan Indonesia dan Malaysia menuntut proyek jalan nasional di Kecamatan Badau – Empanang, Kabupaten Kapuas Hulu, dirampungkan. Mengingat sebelumnya warga sudah merelakan tanah dan tumbuhan untuk pembangunan jalan tanpa ada ganti rugi.
Masyarakat tidak menuntut ganti rugi dari pemerintah pusat lantaran untuk mendukung proyek yang dikerjakan dari tahun 2020 tersebut. Karena mereka mengharapkan proyek sebesar Rp191 miliar itu berjalan lancar dan jalan mereka jadi mulus.
Kontraktor pelaksana yakni PT Adhi Karya – Natama – Gemilang. Pengerjakan proyek KSO ini selama 750 hari kalender. Namun, pembangunan terhenti tengah jalan tanpa diketahui pasti apa alasannya.
Iskandar Abe, salah satu masyarakat perbatasan Indonesia – Malaysia mengaku awalnya sangat bangga dan memberikan apresiasi kepada Kementerian PUPR yang telah menganggarkan dana ratusan miliaran rupiah untuk pembangunan ruas jalan yang melewati Kecamatan Empanang.
“Dalam pelaksanaan proyek tersebut sampai masa akhir kalender kerja. Progres pekerjaan sangat tidak ada perkembangan yang signifikan di tahun 2022 ini. Awal tahun pertama pelaksanaan proyek itu 2020-2021 progres pekerjaannya sangat terlihat perkembangannya. Entah apa kendala pelaksanaan proyek tersebut itu di tahun 2022 ini,” terangnya kepada JURNALIS.co.id, Selasa (18/10/2022).
Pria disapa Abe ini mengatakan sementara masyarakat yang dilewati pembangunan jalan tersebut, sudah sangat banyak membantu sekali. Mulai dari pembebasan lahan sampai tanam tumbuh dibabat tanpa ada ganti rugi.
“Bahkan masyarakat sampai membantu menjaga para pekerja biar bisa bekerja dengan nyaman. Karena pada dasarnya, kami sudah sejak lama merindukan jalan yang layak digunakan. Dan kami berkomitmen untuk menjaga mereka, biar mereka para pekerja itu, bisa nyaman dan aman bekerja didaerah kami,” ujarnya
Selain itu, kata Abe, masyarakat Simpang Empat Nanga Kantuk, sudah hampir dua tahun hingga saat ini bersedia mengalah tanpa ada jaringan air bersih lagi. Karena jaringan pipanya terdampak oleh pembangunan jalan yang dibangun.
“Walaupun air bersih adalah kebutuhan pokok buat masyarakat. Terlebih air bersih tersebut merupakan satu-satunya jaringan air bersih yang mengalir ke Nanga kantuk. Tetapi kami tidak masalah untuk mengalah, demi tidak terhambatnya pembangunan jalan itu,” ungkapnya.
Sebagai pemuda Perbatasan, Abe berharap kepada pihak PPK dan para konsultan pengawas proyek tersebut untuk bisa mendesak kontraktor pelaksana untuk segera mengejar pekerjaan yang masih tertinggal.
“Karena masih banyak box, parit, bronjong, batu tebing susun, timbunan, LPB, LPA dan pengaspalan yang belum terkejar. Ketika proyek tersebut tidak selesai sesuai kalender kerja, kami masyarakat Empanang, Badau dan Puring Kencana yang sangat dirugikan,” terangnya.
“Bagaimana tidak dirugikan? Yang seharusnya akhir tahun 2022 kami sudah bisa menikmati jalan aspal, ketika itu yang terjadi, jelas yang dirugikan itu kami kan,” timpal Abe.
Abe juga berharap keberadaan pipa jaringan air bersih untuk Nanga Kantuk yang terkena dampak pembangunan proyek tersebut segera diperhatikan. Karena sebelum proyek itu ada air bersih masyarakat masih mengalir.
“Kami sangat berharap kepada pihak kontraktor pelaksana, bisa menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, dengan sisa hari kerja yakni dua bulan lebih,” harapnya.
Warga perbatasan lainnya, Gaspar Erwis Herman mengatakan, terkait jalan Badau – Empanang tersebut ada 44 kilometer yang harus dikerjakan beberapa PT. Salah satunya PT Adhi Karya.
“Sampai sekarang belum ada kejelasan yang pasti sekarang belum dikerjakan lagi. Menurut informasi pengerjaan jalan tersebut diserahkan semua dengan PT Adhi Karya, sedangkan alat-alat yang dipakai kemarin sudah ditarik ke arah Merakai Kabupaten Sintang,” ungkapnya.
Lanjutnya, menurut informasi dari PT Adhi Karya, harus mencari alat sendiri untuk menyelesaikan proyek jalan Badau – Empanang ini. Sementara di Badau dan Empanang alat kosong, kecuali alat kepunyaan PT modern proyek jembatan.
“Kemarin saya ketemu orang desa, kata mereka akan mempertanyakan dulu ke PT Adhi Karya mengapa proyek pembangunan jalan ini terhenti,” ungkapnya.
Lanjut Gaspar, awal mulanya proyek ini banyak tanah dan tanaman milik warga yang terkena dampaknya. Namun masyarakat tidak mendapatkan ganti rugi dari pihak pemerintah pusat.
“Bahkan jalur air bersih Desa Nanga Kantuk sampai sekarang terputus hampir dua tahun ini karena pipanya rusak semua karena terkena alat berat proyek jalan tersebut. Warga Nanga Kantuk saja sudah tidak ada air bersih,” ujarnya.
Sementara Theodorus Boni Kades Nanga Kantuk Kecamatan Empanang menyampaikan, bahwa rencananya jika seminggu dua ini dari perusahaan belum ada melakukan lanjutan pengerjaan jalan, pihaknya dan masyarakat mau ketemu pimpinan proyek PT Adhy Karya.
“Karena sampai hari ini di wilayah kami pengerjaan jalan ini masih terhenti,” ucapnya.
Dengan terhentinya proyek tersebut, kata Theodorus, masyarakatnya tentu sangat kecewa. Mengingat masyarakatnya sudah mengorbankan tanah dan tanam tumbuh untuk mendukung proyek jalan tersebut yang tidak ada ganti ruginya.
“Makanya kita berharap jalan tersebut dapat diselesaikan sesuai kontrak yang ada,” pungkasnya. (opik)
Discussion about this post