JURNALIS.co.id – Kajian gagal ginjal akut yang menimpa anak-anak di Indonesia masih dalam pengujian para ahli.
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Pontianak, Fauzi Ferdiansyah mengatakan kasus gagal ginjal akut progresif atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI) di Indonesia masih dikaji. Apakah memang diakibatkan terkontaminasi Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol (EG).
“Karena ini data masih banyak dari peneliti dan IDAI berpendapat, kajian ini masih belum selesai,” kata Kepala BPOM Pontianak Fauzi Ferdiansyah kepada wartawan saat ditemui di ruangan kerjanya, Jalan DR Soedarso, Kecamatan Pontianak Tenggara, Kota Pontianak, Kamis (20/10/2022) siang.
Fauzi Ferdiansyah mengatakan kasus ini mencuat pada 12 Oktober 2022 di Negara Gambia, Afrika. Pihaknya sudah menjelaskan tentang empat produk tercemar yang mengakibatkan Acute Kidney Injury (AKI).
“Kita kembali menegaskan bahwa untuk obat sirup anak yang disebutkan WHO empat produk yang tersebar di Gambia Afrika itu produk dari India dan tidak terdaftar di Indonesia dan otomatis tidak beredar di tempat kita (Indonesia, red),” ujarnya.
Dikatakan Fauzi, pihaknya tetap berhati-hati dan rutin melakukan pengawasan secara komprehensif kepada freemarket maupun postmarket. BPOM juga sudah mengatur menetapkan dan persyarat tentang registrasi obat.
“Semua kesediaan sirup baik anak ataupun dewasa tidak boleh menggunakan DEG dan EG,” lugasnya.
“DEG dan EG ini ada potensi atau bisa saja ditemukan sebagai cemaran di pelarut sirupnya, intinya bukan sebagai bahan baku, kalau sebagai bahan baku sudah jelas dilarang dan tidak boleh digunakan,” timpal Fauzi.
Lanjut Fauzi, adapun DEG dan EG berpotensi sebagai pelarut dalam sirup yang tidak larut dalam air, seperti obat paracetamol. BPOM sudah menetapkan ambang batas aman untuk DEG dan EG sekitar 0,1 persen. Kalau di bawah yang sudah ditetapkan, tidak menimbulkan masalah yang berarti dan dianggap aman untuk dikonsumsi.
“Yang jadi masalah ketika cemaran DEG dan EG itu ada di atas ambang batas tersebut, sekarang kita melakukan penelusuran berbasis risiko, sampling, pengujian sample secara bertahap dan sekarang ini terpusat,” ungkapnya.
“Kita juga koordinasi dengan industri farmasinya, yang memproduksi sirup juga di dorong untuk menguji secara mandiri, kalau mereka tidak bisa menguji kita yang akan mengujikan,” sambung Fauzi.
Ditambahkan Fauzi, seandainya ditemukan pruduk sirup yang cemaran melebihi ambang batas, maka BPOM akan melakukan tindak lanjut kepada produk tersebut. Seperti penarikan, penghentian sementara produksi dan lain-lainnya.
“Dari hasil ini harus digabungkan dengan hasil kajian Kemenkes dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), seandainya memang pencemaran yang melebihi ambang batas aman itu dia yang menjadi penyebab kausalitas terjadinya AKI. Karena AKI ini bisa banyak penyebab bisa bakteri bisa virus dan produk obat,” pungkas Fauzi. (atoy)
Discussion about this post