JURNALIS.co.id – Pengadaan kapal feri yang dilakukan PD Uncak Kapuas tahun 2022 kini berpolemik. Pasalnya, pemenang lelang pengadaan feri tersebut dilaksanakan oleh perusahaan yang dinilai bermasalah pada pengadaan kapal tahun 2019.
Nelson Tambunan Ketua Korwil NCW Kalbar meminta Inspektorat Kabupaten Kapuas Hulu hingga Aparat Penegak Hukum (APH) dapat melakukan pengauditan terhadap pengadaan kapal feri tersebut.
“Kita minta APH dan inspektorat lakukan audit terhadap proses pengadaan kapal ini dari awal sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat,” katanya, Selasa (06/12/2022).
Dalam hal ini Tambunan pun mempertanyakan kenapa bisa perusahaan yang bermasalah pada kasus pengadaan kapal feri 2019 ditunjuk sebagai pemenang dalam lelang pengadaan kapal feri 2022 Perumda Uncak Kapuas.
“Mana mungkin perusahaan CV Rindi ini tidak dikatakan bermasalah, sementara dari pihak perusahaan sudah menjaminkan segala sertifikat tanah karena terbelit kasus pada pengadaan kapal 2019,” ujarnya.
Dirinya juga sangat menyayangkan sikap dari PPK dan Panitia lelang yang dianggapnya lalai dan kurang kehati-hatian dalam menentukan pemenang tender pengadaan kapal feri 2022 ini. Gara-gara ketidak hati-hatian PPK dan panitia pengadaan kapal ini menjadi polemik masyarakat.
“Pada waktu ikut tender CV Rindi boleh dan tidak dilarang karena tidak blacklist, cuma pada waktu penentuan pemenang di situlah peran PPK dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan yang mau dimenangkan. Karena PPK punya hak untuk membatalkan hasil lelang. Karena dinilai perusahaan itu blacklist maupun perusahaan dianggap bermasalah. Tidak mungkin PPK tidak tahu dengan perusahaan yang dimenangkan tersebut sehat atau tidak,” ujarnya.
Selain itu, Tambunan mempertanyakan terhadap empat perusahaan yang mengikuti tender pengadaan kapal feri tersebut. Apakah empat perusahaan tersebut benar-benar ikut tender atau hanya mendaftar saja.
“Karena jika sudah melakukan tender itu artinya sudah mengikuti proses lelang,” ucapnya.
Menurut Tambunan, untuk kasus pengadaan kapal feri 2019 yang terjadi di Kecamatan Silat Hilir, pihaknya juga sudah melaporkan masalahnya ke Kejati Kalbar.
“Kita laporkan pengadaan kapal yang dilakukan Dinas Perhubungan Kapuas Hulu dengan pemenang tendernya CV Rindi saat itu jelas atas temuan kerugian dari BPK RI, maka kita laporkan,” ungkapnya.
Maka dari itu, Tambunan masih menunggu gerakan dari APH terhadap kasus pengadaan kapal 2019. Karena ini merupakan temuan BPK yang merupakan bukti pidana.
“Karena pada kasus pengadaan kapal 2019 tersebut merupakan temuan BPK, bukan delik aduan, harusnya APH sudah bisa bekerja menangani masalah itu,” ujarnya.
Namun kata Tambunan, dirinya merasa aneh dengan kasus pengadaan kapal feri 2019 tersebut. Soalnya dalam kasus ini ada istilah ganti rugi negara terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran hukum.
Kalau ada seperti ini tentunya akan banyak yang melakukan pelanggaran hukum karena perusahaan yang melakukan pelanggaran hukum menjanjikan melakukan ganti rugi biar tidak diproses hukum.
“Enak benar kalau seperti itu, sudah kita melakukan kesalahan bisa menjanjikan pergantian kerugian negara. Anehnya lagi kenapa BPK tidak melaporkan temuan ini ke APH,” pungkasnya. (opik)
Discussion about this post