
JURNALIS.co.id – Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengungkapkan beberapa strategi menurunkan angka stunting agar di bawah 20 persen sesuai dengan target nasional. Salah satunya dengan mendorong Pemda melakukan by name by address.
Selain itu, strategi lainnya adalah dengan meminta perusahan perkebunan atau pertambangan menyisihkan dana CSR untuk penanganan stunting di desa tersebut.
“Kita biasanya minta setiap desa itu by name by address, maka actionnya lebih mudah. Misalnya 68 persen desa di Kalbar ini ada perkebunan dan tambang mereka nanti yang kita minta CSR-nya untuk diarahkan sebagian besar untuk penanganan stunting,” ungkapnya saat Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Kalbar 2023 di Hotel Mercure, Rabu (22/02/2023).
Terkait desa mandiri yang diapresiasi oleh Deputi BKKBN, Midji mengatakan, pada tahun 2018 Kalbar hanya mempunyai 1 desa mandiri. Namun setelah mencanangkan program tersebut hingga sekarang ada sekitar 586 desa mandiri yang aktif di Kalbar.
“Desa mandiri yang dipercepat bergerak maju, desa tertinggal menjadi desa berkembang, otomatis angka stuntingnya akan turun,” ujar Midji.
Di tempat sama, Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting Kalbar, Ria Norsan, menambahkan tahun 2024 menargetkan angka stunting di Kalbar turun menjadi 17 persen.
“Dengan data yang valid dan sistem yang terencana dan terukur insyaallah kami yakin untuk penurunan target di tahun 2024 di angka 17 persen tercapai bahkan mungkin melebihi,” pungkasnya.
Sementara Sekretaris Daerah Kubu Raya Yusran Anizam mengatakan untuk menekan angka stunting di Kubu Raya, pihaknya sudah melakukan berbagai cara. Terutama by name, by address, by foto dan lain sebagainya.
“Ini terus dilakukan pemutakhiran seluruh data di semua sektor,” ungkapnya.
Yusran menambahkan sejak awal di tahun 2019, Pemkab Kubu Raya membuat program semua puskesmas dan desa wajib memiliki USG Portable. Sehingga ibu-ibu hamil terkawal semenjak awal di masa kehamilan.
“Masa kelahiran juga sudah terjadwal dan dipersiapkan itu semua. Adanya penurunan secara signifikan ini, namun saat ini masih ada perbedaan data. Kalau di Survei status gizi indonesia (SSGI) masih 27,6 tapi kalau di Elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM), kita sudah di 6,8 persen,” terangnya.
Tahun 2023 ini, lanjut Yusran, rencana kerja terus dimatangkan antara dua data yang berbeda ini, sehingga bisa sinkron.
“Mudah-mudahan bisa terkait dengan data. Tapi tidak melemahkan kami juga. Beberapa OPD secara kepong bakul, melakukan bermacam program, termasuk melibatkan tokoh agama, generasi muda dan sebagainya. Ini terus kita lakukan,” pungkas Yusran. (sym)
Discussion about this post