JURNALIS.co.id – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pontianak, Satarudin, berharap, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Barat jangan berlindung di bawah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 52 tahun 2020. Dalam persoalan tarik menarik tapal batas di Perum IV dan Star Borneo Residen 7 di Pontianak Timur, karena dasarnya sudah jelas, yaitu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Peraturan KPU (PKPU) nomor 7 tahun 2023.
“KPU Kalbar harusnya merespon cepat soal penolakan Coklit (Pencocokan dan Penelitian) warga Perum IV dan SBR 7. Jangan dibiar-biarkan. Persoalan di sana itu seperti bola panas. Jika masyarakat tidak diberi kejelasan tentang pencoklitan ini, maka akan ada masalah besar yang bakal dihadapi KPU Kalbar kedepan,” ungkap Satarudin, pada Selasa 28 Februari 2023.
Menurutnya, saat ini masyarakat di dua daerah itu butuh kejelasan. Dimana mereka akan melakukan pencoblosan pada pemilihan umum mendatang. Dari data warga mayoritas mereka memiliki KTP Kota Pontianak. Lantas ketika petugas coklit dari KPU Kubu Raya datang buat melakukan pendataan jelas mereka terkejut.
Terlebih bagi warga SBR 7. Selama ini daerah tersebut berada di Kota Pontianak. Tiba-tiba dalam pencoklitan justru didatangi petugas KPU Kubu Raya. Hal ini jika dibiarkan akan menjadi bom waktu.
Lebih jauh Satarudin meminta KPU Provinsi Kalbar dalam mengambil kebijakan juga jangan berlindung pada Permendagri nomor 52 tahun 2020. KPU Kalbar dinilainya berlindung pada arahan pimpinan KPU RI. Sehingga dalam persoalan ini belum ada kejelasannya.
“Kalau bicara itu pakai surat, jangan ngomong tidak jelas,” ungkapnya.
Jika penjelasan KPU Provinsi Kalbar hanya sebatas omongan, sama saja KPU tak miliki nyali untuk menyelesaikan carut marut coklit di SBR 7 dan Perum IV. Jika dasarnya KTP, itu sudah jelas, putusan MK dan PKUP nomor 7 tahun 2023 jadi landasannya.
Persoalan ini merupakan masalah hak pilih masyarakat. Jika dipaksakan sama saja merampas hak-hak masyarakat dalam pesta demokrasi nanti.
“Kalau warga di KTP Pontianak tapi tiba-tiba mereka harus memilih di Kubu Raya, artinya telah terjadi perampasan hak dalam kasus ini,” tegasnya.
Satarudin bahkan menyarankan, jika KPU Provinsi Kalbar tak mampu mengurus Perumnas IV dan SBR 7 serta daerah terdampak Permendagri nomor 52 tahun 2020. Sebaiknya semua anggota KPU mundur.
“Disinilah peran KPU untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam pemilihan umum KPU kan ada aturannya sendiri. Jadi kenapa justru berlindung pada Permendagri nomor 52 tahun 2020,” tuturnya. ***
(R/Ndi)
Discussion about this post