JURNALIS.co.id – Suara dentuman meriam karbit yang saling bersahutan benar-benar memeriahkan perayaan malam Idul Fitri 1444 H di sepanjang tepian Sungai Kapuas di wilayah Kota Pontianak, Kalimantan Barat, pada Sabtu 22 April 2023.
Seperti yang terlihat di tepian Sungai Kapuas yang berlokasi di jalan Imam Bonjol, Gang Kuantan, Kelurahan Benua Melayu Laut, Pontianak Selatan ini.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, seperti tahun-tahun sebelumnya ikut menyulut meriam karbit di wilayah Gang Kuantan yang berlokasi tak jauh dari kantor PDAM Kota Pontianak ini.
“Semoga tradisi permainan meriam karbit ini dapat terus kita lestarikan,” ucap Wali Kota Pontianak dalam sambutannya di hadapan ribuan masyarakat yang hadir.
Usai menyulut meriam karbit Wali Kota Edi Kamtono tampak memberikan apresiasi secara pribadi kepada panitia yang telah bekerja keras menyiapkan meriam karbit.
Setelah itu, Wali Kota bersama rombongan selanjutnya menyusuri permainan meriam karbit yang ada di sepanjang sungai kapuas.
Sejumlah pemuda yang tergabung dalam Ikatan Kekeluargaan Remaja Gang Kuantan (Ikran) telah menyiapkan sebanyak tujuh balok kayu meriam karbit untuk memeriahkan perayaan malam Idul Fitri 1444 H di tepian Sungai Kapuas ini.
Ketujuh meriam karbit tersebut, empat diantaranya adalah meriam karbit baru, sedangkan tiga lainnya merupakan meriam karbit lama yang sudah diperbaiki.
Ikran sendiri masih tetap mempertahankan tradisi permainan meriam karbit menggunakan kayu balok hingga saat ini, dengan panjang satu balok enam meter dan berdiameter 60 centimeter.
“Untuk saat ini agak sulit mendapatkan kayu balok utuh yang bisa dijadikan meriam karbit. Guna mendapatkannya kami mencarinya di daerah Sungai Udang Jeruju Kubu Raya, dengan harga 1,5 juta per balok,” ujar Zailani, salahseorang anggota Ikran.
Harga tersebut sudah termasuk dengan biaya penggergajiannya. Biaya sekitar enam juta untuk meriam balok baru, namun belum termasuk biaya perbaikan meriam yang lama.
Sementara itu, Sekretaris Ikran, Yudha Bastian, mengatakan, untuk menyiapkan meriam karbit, mereka mendapatkan dana dari hasil pengumpulan uang yang diberikan oleh pengunjung yang datang menghidupkan meriam karbit dan pengumpulan biaya parkir tahun lalu, serta sumbangan sukarela dari berbagai pihak.
“Untuk karbit selain beli sendiri juga diperoleh dari sumbangan masyarakat,” ungkap Yudha yang juga Pemilik Cafe Tepian Kapuas ini.
Tidak Ada Bantuan Dana dari Pemerintah
Hanya saja, menurut Dika, anggota Ikran lainnya, tidak ada bantuan dana dari pemerintah dalam upaya mereka melestarikan budaya Kota Pontianak yang turut andil mendatangkan turis asing maupun lokal ke Kota Pontianak ini.
“Untuk menyiapkan karbit seharga empat juta rupiah saja kami harus mengeluarkan dana pribadi sendiri, tidak ada dapat bantuan dari pemerintah, padahal apa yang kita lakukan ini telah melestarikan tradisi turun temurun dan mendatangkan turis lokal maupun asing,” ungkapnya.
Dika berharap, kalau pun ada bantuan untuk pemenang festival meriam karbit, seharusnya dibagi rata pada setiap kelompok, supaya dapat mengurangi beban pembiayaan pembuatan meriam karbit.
“Kalau tidak ada bantuan dari pemerintah, kemungkinan tradisi permainan meriam karbit ini bisa punah kedepannya, karena setiap kelompok sudah tidak mampu lagi menyiapkan biaya pembuatan ataupun pemeliharaan meriam karbit ini,” ucapnya.
Dikerjakan Selama Satu Bulan
Ikran bersama sejumlah anggota dan masyarakat setempat mulai menyiapkan pondasi, meriam karbit hingga panggungnya selama satu bulan, sejak awal puasa hingga akhir ramadhan di Gang Kuantan yang biasa juga disebut dengan Kampung Warna Warni ini.
Mereka bekerja pada malam hari setelah salat tarawih dan berakhir menjelang azan subuh.
Pemerintah Kota Pontianak sendiri telah mengeluarkan surat keputusan untuk membolehkan permainan meriam karbit ini tiga hari sebelum dan tiga hari sesudah perayaan Idul Fitri di sepanjang tepian kapuas.***
(Ndi)
Discussion about this post