Oleh: Akhbar Hidayatullah
PADA tanggal 22 Mei 2023, klien kami yaitu Komisaris dan Direktur PT SPSJ ditetapkan sebagai Tersangka oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Barat (Disnakertrans Kalbar). Melalui Surat Ketetapan Nomor: S.tap-01/PPNS/NAKERTRAN/V/2023 tertanggal 22 Mei 2023 dan Surat Ketetapan Nomor: S.tap-02/PPNS/NAKERTRAN/V/2023 tertanggal 22 Mei 2023.
Adapun dugaan tindak pidana ketenagakerjaan yang dituduhkan kepada klien kami adalah adanya dugaan penunggakan pembayaran iuran dan setoran BPJS sebagaimana yang diatur dalam Pasal 55 jo Pasal 19 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS).
Atas penetapan status tersangka tersebut kami selaku Penasihat Hukum menyatakan sikap dengan tegas menolak upaya-upaya kriminalisasi tersebut dengan tidak berdasarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun hal-hal yang menjadi dasar penolakan kami, yaitu sebagai berikut:
Pertama, bahwa klien kami pertanggal 11 Januari 2023 dan 15 Maret 2023 telah melunasi dan menyetorkan tunggakan iuran BPJS pekerja pada BPJS Pontianak. Dengan demikian unsur dalam tindak pidana ketenagakerjaan pada Pasal 55 jo Pasal 19 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) tidak terpenuhi. Sehingga penegakan hukum pemidanaan harusnya menjadi upaya terakhir (ultimum remedium) yang dilakukan apabila kewajiban keperdataannya tidak terpenuhi;
Kedua, alih-alih mengupayakan Restorative Justice (RJ) terhadap permasalahan ini, PPNS Ketenagakerjaan Disnakertrans Kalbar lebih memilih melanjutkan proses hukum “Pro Justitia” terhadap PT SPSJ. Sehingga Penyidik menetapkan Komisaris dan Direktur PT SPSJ sebagai Tersangka pada tanggal 22 Mei 2023 melalui Surat Ketetapan Nomor: S.tap-01/PPNS/NAKERTRAN/V/2023 tertanggal 22 Mei 2023 dan Surat Ketetapan Nomor: S.tap-02/PPNS/NAKERTRAN/V/2023 tertanggal 22 Mei 2023.
Ketiga, bahwa berdasarkan pada Pasal 23 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengangkatan, Pelantikan dan Pengambilan Sumpah atau Janji, Mutasi, Pemberhentian, dan Pengangkatan Kembali Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, serta Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, menyebutkan bahwa “Kartu tanda pengenal Pejabat PPNS merupakan keabsahan wewenang dalam melaksanakan tugas dan fungsi”.
Artinya bahwa kartu tanda pengenal tersebut sebagai legalitas PPNS dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana ketenagakerjaan. Namun, faktanya pada saat pemeriksaan klien kami kartu tanda pengenal oknum PPNS tersebut telah habis masa berlakunya. Sehingga akibat hukumnya semua proses penegakan hukum tersebut menjadi tidak sah atau batal demi hukum;
Keempat, berdasarkan uraian di atas, maka kami akan melakukan upaya-upaya hukum terhadap dugaan tindakan sewenang-wenang oleh oknum PPNS Ketenagakerjaan Disnakertrans Kalbar tersebut yang telah merugikan klien kami kepada lembaga atau intansi yang berwenang.
Melalui surat ini kami menyampaikan Surat Terbuka kepada Gubernur Kalimantan Barat, bahwa apa yang dilakukan oleh Disnakertrans Kalbar ini bukan tindakan yang pro investasi. Kami meminta Gubernur Kalimantan Barat melakukan pembinaan terhadap jajaran pemerintahannya. (*)
Penulis: Ketua Indonesia Justice Watch (IJW) dan Penasehat Hukum
Discussion about this post