JURNALIS.co.id – Pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang menggarap lahan persawahan di Desa Sungai Besar, Kecamatan Bunut Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu hingga kini masih terjadi, bahkan merajalela. Dari aktivitas tersebut mengalir setoran untuk beberapa oknum.
Maraknya aktivitas PETI di Desa Sungai Besar disampaikan oleh Sumadi. Bahkan, dia sempat menjadi korban penganiayaan di lokasi PETI tersebut. Dikatakannya, aktivitas PETI di Desa Sungai Besar sangat merajalela hingga saat ini.
Lahan persawahan nyaris tidak lagi tersisa. Irigasi yang sebelumnya berfungsi untuk mengairi sawah, juga mengalami kerusakan.
“Diduga ada beberapa oknum dari berbagai instansi, yang terlibat dalam aktivitas PETI yang menggarap lahan persawahan di Desa Sungai Besar tersebut. Di mana mereka diduga mendapat jatah atau setoran dari kegiatan tersebut,” katanya baru-baru ini.
Selain menungkapkan nama-nama oknum diduga mendapat jatah (setoran), Sumadi juga menyebutkan secara gamblang beberapa orang aktor utama dari sejak dimulainya kegiatan PETI hingga sampai saat ini. Di mana nama-nama yang disebutkan sudah dikantongi media ini.
“Mereka (pelaku PETI) juga biasa bekerja pada malam hari, untuk mengejar target (hasil),” jelasnya.
Sumadi mengatakan dirinya merupakan ahli waris pasak dari Desa Sungai Besar. Di mana orang tuanya pun asli dari Desa Sungai Besar. Ia juga sangat menyayangkan peraturan maupun adat di Desa Sungai Besar tidak berjalan dengan semestinya. Melainkan sudah banyak menggunakan aturan dari orang-orang luar yang bukan asli dari Desa Sungai Besar (pendatang).
“Di Desa Sungai Besar itu banyak juga yang bukan asli orang Sungai Besar, sehingga tidak tahu asal usul tanah air di sana, serta tidak tahu pula aturan dan adat istiadat,” ungkapnya.
Dijelaskan Sumadi, kegiatan PETI mengakibat banjir melanda Desa Sungai Besar beberapa minggu lalu yang berdampak pada rumah warga maupun fasilitas umum seperti surau, posyandu dan fasilitas pendidikan serta kantor desa.
“Air sungai yang seharusnya mengalir ke sungai, ditutup pakai ekor bak (salah satu alat sedot emas) sehingga membuat aliran baru dan pada akhirnya sekarang aliran sungai sudah mengarah ke permukiman warga. Selain itu, bekas galian yang dalam juga bisa mengakibatkan banjir,” tutup Sumadi.
Terpisah, Itam Ijun selaku Kepala Dusun Ketam Jaya, Desa Sungai Besar, saat dihubungi via telepon membenarkan aktivitas PETI di Desa Sungai Besar yang menggarap lahan persawahan tersebut hingga saat ini masih berlangsung siang dan malam.
“Banyak dampak akibat PETI tersebut seperti fasilitas umum surau, rumah warga dan lainnya yang terancam roboh. Termasuk banjir yang terjadi di beberapa waktu lalu merupakan dampak dari PETI,” ungkap Itam Ijun seraya menduga kegiatan PETI di Sungai Besar ada yang melindunginya.
Sebelumnya, Kapolsek Bunut Hulu Iptu Dendi tidak menampik kegiatan PETI di Desa Sungai Besar hingga hari ini masih berlangsung.
“Sudah beberapa kali kita melakukan imbauan dan pelarangan di lokasi PETI di Sungai Besar. Sudah beberapa kali dilakukan pelarangan,” ujar Dendi.
Masih adanya kegiatan PETI tersebut, kata Dendi, langkah yang dilakukan pihaknya hanya melakukan kegiatan secara preemtif dan preventif. Pihaknya juga tidak bisa melakukan penindakan terhadap pekerja PETI.
Sebagaimana diketahui, pada Rabu 12 April 2023 lalu, telah dilaksanakan rapat koordinasi (rakor) mengenai aktivitas PETI di Desa Sungai Besar yang menggarap lahan persawahan. Rakor yang berlangsung di aula kantor Kecamatan Bunut Hulu dan dihadiri Wakil Bupati Kapuas Hulu Wahyudi Hidayat.
Selain itu, hadir pula Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kapuas Hulu, Kepala Dinas Perhubungan, Kasat Pol PP, Kabag Ekbang, Sekretaris PUPR, KPH wilayah Kapuas Hulu Selatan, Camat Bunut Hulu, Kapolsek Bunut Hulu, perwakilan Koramil Bunut Hulu, Kepala Desa Sungai Besar, Anggota BPD Sungai Besar, kelompok tani dan pemilik salah satu lahan serta sejumlah warga masyarakat setempat.
Hasil rakor menyepakati bahwa aktivitas PETI tersebut mengakibatkan kerusakan sehingga menimbulkan kerugian bagi pemerintah daerah dan kelompok tani. Bahkan, kegiatan tersebut melanggar hukum karena lokasi PETI bukan merupakan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Namun, fakta berkata lain, belum lama setelah rakor digelar, aktivitas PETI kembali berlangsung hingga saat ini. Spanduk imbauan dan larangan dari pihak kepolisian yang terpampang jelas di jalan masuk menuju akses kegiatan PETI tersebut tidak dihiraukan. (opik)
Discussion about this post