JURNALIS.co.id – Hermansyah, warga Kelurahan Putussibau Kota, Kecamatan Putussibau Utara meminta proyek pembangunan waterfront di tepian Sungai Kapuas tepatnya di depan rumah Dinas Bupati Kapuas Hulu untuk dihentikan sementara. Pasalnya, pemerintah daerah hingga hari ini belum menyelesaikan ganti rugi tanah miliknya.
Hermansyah mengaku tanah miliknya ada terkena dampak proyek yang dikerjakan PT Rancang Bangun Mandiri dengan anggaran Rp27 miliar tersebut.
“Permasalahan saya ini adalah bongkar bangunan dan tanah yang menjadi pembangunan waterfront ini hingga kini belum ada kejelasan,” katanya, Selasa (18/07/2023).
Parahnya lagi, kata Hermansyah, lahan miliknya yang terkena dampak pembangunan Waterfront Putussibau ini sempat akan diganti oleh pemerintah daerah dengan uang, justru dalam bentuk material bangunan. Bahkan dalam bentuk program bedah rumah, di mana menurutnya tidak nyambung.
“Tentunya saya tidak mau, karena saya butuhkan ganti uang yakni Rp20 juta,” ujarnya.
Untuk sementara ini, Herman, melarang dulu para pekerja yang membangun Waterfront Siluk di lahan miliknya. Herman menceritakan, tanah yang diklaimnya tersebut bukanlah tidak berdasar, karena dirinya memegang surat. Di mana tanah miliknya tersebut dulunya pada tahun 1989 merupakan hasil tukar guling antara ayahnya dengan pemerintah daerah. Di mana tanah yang menjadi tukar guling tersebut saat ini sudah dibangun Masjid Agung Darunnajah Putussibau.
“Dulu tahun 1989 di saat Bupatinya Djafari, ayah saya Hasan Karim melakukan pertukaran guling tanah miliknya yang saat ini sudah ada bangunan Masjid Agung Putussibau dengan tanah yang saat ini terkena dampak pembangunan waterfront,” ungkapnya.
Terhadap persoalan ini, Herman mengharapkan dapat diselesaikan dengan baik sehingga pembangunan waterfront dapat berjalan dengan baik.
Sementara Mawardi, Anggota Tim Pembangunan Waterfront menyampaikan bahwa tanah yang diklaim terkena dampak pembangunan waterfront tersebut tidaklah benar.
“Jadi tanah Herman itu sebenarnya tidak terkena pembangunan karena tanahnya itu di samping, yang terkena pembangunan itu di warungnya tapi itupun tanah negara. Namun karena ia merasa di tanah dia juga pembangunan itu, maka dia mengklaim,” ujarnya.
Mawardi yang juga Kabid Perumahan dan Kawasan Pemukiman pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Pertanahan dan Lingkungan Hidup Kapuas Hulu mengatakan bahwa pihaknya juga sudah melakukan penggantian terhadap warung milik Herman yang dibangun di atas tanah negara.
“Namun tak ingin permasalahan ini makin panjang, kami sebelumnya ada menawarkan bantuan akibat dampak pembangunan waterfront ini dengan mendirikan rumah di tanahnya yang ada di surau, tapi tahun depan. Tetapi beliau tidak mau karena masih ingin ganti rugi berupa uang karena untuk modal,” jelasnya.
Akibat persoalan ini, kata Mawardi, pembangunan waterfront oleh kontraktor yang berada di lokasi yang dipermasalahkan tersebut jadi terganggu.
“Sehingga kita minta pada kontraktor untuk mengirim surat ke pemerintah terkait permasalahan yang terjadi di lapangan. Mungkin ada negoisasi kembali dengan bersangkutan,” ucapnya.
Mawardi menuturkan dalam waktu dekat kemungkinan akan ada pertemuan antara perusahaan dengan pemerintah daerah terlebih dahulu menyelesaikan persoalan agar pembangunan waterfront tetap terus berjalan. (opik)
Discussion about this post