Oleh: Rosadi Jamani
PAS tahun baru Islam 1445 H hari ini. Mau menulis seorang ulama besar, bapak ahli tafsir, dan sejarawan besar Islam. Tokoh ini sangat menginspirasi saya dalam hal tulis-menulis.
Namanya, Ibnu Jarir ath-Thabari. Berikutnya ditulis Imam Tobari. Separuh hidup beliau dihabiskan menulis.
Bayangkan, sehari beliau bisa menulis sampai 40 lembar. Rutin lagi. Wajar apabila kitab tulisan beliau tebal-tebal dan monumental.
Siapa sih Imam Tobari ini? Ia lahir di Iran. Dikenal sebagai ahli tafsir dan sejarah. Nama buah karya tinta emas beliau, Tafsir al Tabari dan kronik sejarah berjudul Sejarah Para Nabi dan Raja (Tarikh al-rusul wa-l-muluk) atau sering disebut Tarikh al-Tabari.
Beliau hidup di zaman Daulah Abbasiyah. Lahir tahun 839 dengan nama lengkap Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amali ath-Thabari. Umur tujuh tahun sudah hafal Alquran. Umur delapan tahun sudah dipercaya jadi imam. Umur 12 tahun banyak menghabiskan waktunya untuk belajar di Kota Ray, Baghdad, Kufah, Suriah, Palestina, India, dan Mesir. Kalau anak sekarang seusia segitu, kebanyakan main games online, hehehe.
Di usia remaja, hanya dihabiskan untuk belajar, bukan bermain. Di mana saja ada syeikh atau guru memiliki ilmu tinggi, ia kejar dan berguru. Kalau sekarang ada istilah backpacker untuk para traveler, Imam Tobari bisa disebut backpacker juga. Soalnya, ia sering traveling mengejar guru dengan bekal seadanya. Pernah saat mencari guru di Mesir, ia kehabisan uang. Bajunya dijual demi menyambung hidup. Luar biasa.
Bukan hanya ahli tafsir dan sejarah, Imam Tobari juga ahli di bidang matematika, kedokteran, puisi, leksikografi, tata bahasa, dan etika. Imam Tobari dikenal sebagai ulama yang disiplin dalam manajerial waktunya. Komplit ilmunya. Kalau beliau hidup sekarang, mungkin sudah bergelar profesor. Siapapun yang belajar tafsir dan sejarah Islam, pasti referensi utamanya karya Imam Tobari.
Selain memiliki ilmu sangat tinggi, Imam Tobari juga terkenal memiliki integritas kuat. Tak bisa disogok atau diimingi-imingi materi. Ia lebih memilih hidup sederhana dari pada bergelimang harta. Padahal, ia punya potensi kaya raya.
Sepertinya ia tidak pernah merasakan punya banyak uang. Sebab, hidupnya hanya dihabiskan dengan menulis dan mengajar. Waktu pacaran pun tak ada. Sampai akhir hayatnya, beliau belum merasakan nikmatnya menikah.
Saya mau fokus pada tradisi menulis beliau. Satu-satunya imam paling produktif menulis, beliaulah. Bayangkan, sehari saja bisa menulis 40 lembar. Lho nulis selembar saja sudah berat. Apalagi sampai 40 lembar. Kecuali, nulis status di facebook, pasti lancar, ayo ngaku, hehehe.
Bisa dibayangkan bila setiap hari menulis sebanyak itu. Tandanya ia tak punya waktu ngobrol atau ngerumpi, apalagi ngopi di pasar. Nulis ngajar, nulis ngajar, itulah waktu yang dihabiskan beliau setiap hari.
Wajar apabila Imam Tobari disanjung oleh ulama besar lainnya. Salah satunya, Imam Al-Khatib Al-Baghdadi mengatakan, Imam Tobari adalah salah satu imam para imam. Kata-katanya sering dijadikan sandaran hukum, pendapat, dan pengetahuan, serta keutamaannya sering dipakai rujukan.
Pada 17 Februari 923 di usia 84 tahun, beliau wafat. Sedih rasanya saat beliau wafat dalam kondisi dikucilkan oleh rezim saat itu. Ia tidak mau tunduk pada rezim. Ia pun dibenci rezim, sampai jasadnya dilarang ditanam di pemakaman muslim.
Para muridnya tak tinggal diam. Malam-malam mereka menyelinap ke rumah almarhum. Jasadnya masih tergeletak belum difardukifayah. Dalam suasana takut, muridnya melakukan fardhukifayah dan menguburkannya di dalam rumah itu juga.
Sedih rasanya, seorang imam besar diperlakukan rezim seperti itu. Walaupun beliau diperlakukan demikian, karya emasnya membuktikan lain. Lewat kitab tulisanya, Imam Tobari dikenang sebagai ulama besar, istiqamah, berbudi luhur, dan zuhud.
Karyanya tetap dipelajari sampai saat ini. Jasadnya boleh berkalang tanah, tapi beliau seperti masih mengajar di kampus-kampus, pesantren, maupun sekolah Islam. Karya tulisnya membuatnya tetap hidup abadi. Alfatehah buat Imam Tobari. Selamat Tahun Baru Islam 1445 H. (*)
*Penulis: Ketua PW Persatuan Penulis Indonesia (Satupena) Kalbar
Discussion about this post