Oleh: Rosadi Jamani

PAGI minggu sedikit dikaget berita dari insidepontianak.com. Menampilkan lima bait pantun dari Tony Kurniadi, anggota fraksi PAN DPRD Kalbar.
Dalam sidang pertanggungjawaban Gubernur dan Wakil Gubernur, politisi asal Sambas ini tak ada lagi takutnya. Lewat lima pantun andalannya, ia serang orang nomor satu dan dua di Kalbar itu. Sayangnya, orang yang diserang tak ada duduk di sampingnya.
Baiklah saya coba kutip lima pantun Tony. Habis dibaca bilang “cakep” ya!
“Nonton bola makan ketupat
Lauk ikan teri ditumbuk halus
Sudahlah peringkat IPM jalan di tempat
Masih banyak pula jalan tak mulus”
“Ikan patin ikan tenggiri
Ketiganya pula ikan ajahan
Pemimpin merakyat yang kami cari
Bukan pemimpin arogan dan gagah-gagahan”
“Ikut irama menumbuk gabah
Kalau pemimpin sudah jumawa
Teman lari musuh bertambah”
“Kalau kayu banyak teritip
Mungkin itu kayu belian
Jalankan saja tugas eksekutif
Jangan mengganggu tugas Pak Dewan”
“Berburu angsa ke sungai daun
banyak sumur di padang rumput
Habis sudah tugas lima tahun
Semoga Gubernur tidak makin merampot”.
Cakeep…! Bagi orang yang memang tidak senang kepemimpinan Midji, pasti senang dengan pantun Tony. Pasti di-share ke banyak grup. Biar pada tahu, ada orang yang berani mengkritik mantan Walikota Pontianak dua periode itu.
Sebaliknya, bagi pendukung garis keras Midji, pasti kalut dan bersiap lakukan “serangan” balik. Macam kasus hibah Mujahidin itu dibalas dengan berita panjang dan detail lengkap dengan segala data dan aturan hibah. Raselah…!

Pantun Tony cukup berani itu, kita tunggu apakah akan dibalas para pemuja Midji. Atau dibiarkan seperti halnya, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. “Kak ati dielah…!” Kita tunggu saja reaksi kubu Midji.
Pertanyaannya, kenapa Tony atas Fraksi PAN di saat DPRD resmi memberhentikan Midji-Norsan. Kenapa suaranya lantang di saat orang nomor satu tak lagi punya gigi? Kenapa tidak dari dulu, kenapa sekarang? Sama seperti beraninya di belakang. Ketika berhadapan, malah mati kutu. Seru ndak ni wak…!
Markibas, mari kita bahas, ce ile…nak ngikut Markibong ala Denny Siregar pula. Mari kita bahas pantun pertama.
Tony menyinggung soal IPM yang stagnan. Benar juga sih. Dari zaman Cornelis segitu, mestinya zaman Midji naik dong. Bahkan, IPM jadi isu kampanye Midji juga.
Begitu berkuasa ternyata tak mampu menaikkan IPM. Wajar bila politisi PAN ini menyinggung IPM. Tapi, Midji jarang nyinggung soal IPM ini, ia lebih suka bicara Indeks Desa Membangun (IDM).
Ia terbilang sukses mendesamandirikan desa di Kalbar. Tak ada lagi desa sangat tertinggal, rata-rata dibuat mandiri. Hebat kan Midji.
Masih banyak juga jalan tak mulus. Ini juga benar. Tapi, banyak juga jalan jadi mulus dibangun Midji. Tak perlu dinafikan juga. Kalbar yang sangat luas, memang berat memuluskan seluruh jalan dengan dana terbatas.
Mulus di Sambas, hancur di Ketapang. Muluskan di Ketapang, hancur di Landak. Siapapun gubernurnya, gitulah lagunya. Bagian ini saya setuju Tony.
Pantun kedua, Tony nyindir pemimpin arogan dan gagah-gagahan. Saya tak mau bahas ini, soalnya sangat subjektif. Soal penilaian saja.
Lanjut ke pantun ketiga, soal pemimpin jumawa, teman lari musuh bertambah. Ini juga subjektif, saya tak mau bahas. Ada kaitannya dengan kepentingan.
Pantun keempat, soal jangan ganggu tugas Pak Dewan. Sepertinya ini soal pokok pikiran (pokir) Dewan. Istilah dulu, dana aspirasi Dewan yang mau ditiadakan oleh Midji. Ini soal periok Dewan, jelas marahlah.
Kalau tak ada pokir, kantong dewan itu tipis. Hanya ngarapkan gaji, tunjangan, dan dana reses pasti berat untuk bersaing lagi di Pemilu. Pokir itulah “dompet” Dewan.
Terakhir dalam pantunnya, Tony berdoa “Semoga Gubernur tidak makin merampot”. Udah diserang, didoakan pula. Kata merampot ini, ikonnya Midji. Banyak stiker Midji dengan kata merampot. Itu dari Bahasa Melayu Pontianak. Mun Sambas, bisa disamakan dengan kerewak, bulak.
Midji sering melontarkan kata merampot bila dikritik. Sekarang, digunakan Tony dengan kata marampot. Dia pasti berharap, Midji tak lagi merampot. Kalau memang itu harapan Tony, kita aaminkan saja. Sesuatu yang baik wajib diaaminkan.
Begitu kira-kira ulasan saya terhadap pantun Tony Kurniadi. Boleh juga saya nak bepantun ya.
“Kalau kawan sudah merana
Tanda ada stres di kepala
Kalau dewan sudah bersuara
Ada tak beres dengan Pemda”
“Bila sinar-sinar bercahaya
Bersinarlah ke relung hayat

Bila benar-benar bersuara
Bersuaralah untuk kepentingan rakyat”. (*)
*Penulis: Ketua PW Persatuan Penulis Indonesia (Satupena) Kalbar





Discussion about this post