JURNALIS.co.id – Perilaku HS memang tidak mencerminkan sebagai seorang anggota Dewan Pendidikan Kalimantan Barat. Menyetubuhi anak berusia 17 tahun, memaksa korban aborsi hingga menyodomi tega ia lakukan.
Pelaku HS sudah tak manusiawi. Bukannya bertanggungjawab, bersama istrinya ia malah mengancam akan membunuh korban jika tidak menghapus bukti percakapan antara dirinya dan korban.
Korban menuturkan, setelah pulang ke Pontianak usai menjalani aborsi secara paksa, ia mengalami sakit yang luar biasa.
Dimana, lanjut korban, dirinya mengalami pendarahan kurang lebihnya selama dua minggu dan perutnya selalu sakit jika menjalani rutinitas berat.
Korban menceritakan, karena tidak kuat dengan kondisi yang dialaminya dan pelaku sempat menghilang, ia lalu memilih menceritakan apa yang dialaminya kepada istri pelaku.
Korban mengatakan dari chat nya itu, istri pelaku dan pelaku mengajaknya bertemu di salah satu tempat. Di pertemuan itu, istri pelaku bukannya membantu menyelesaikan masalah, tapi sebaliknya malah mengancam akan membunuh dirinya (korban) jika tidak menghapus bukti-bukti percakapan.
“Istri pelaku mengambil handphone saya, lalu menghapus chat saya dengan pelaku,” ungkap korban.
Tak hanya itu, korban menambahkan, selain mengancam ingin membunuh, pelaku dan istrinya sempat menawarkan untuk berdamai dan siap memberi uang sebesar Rp10 juta.
Tetapi permintaan itu ia tolak, namun kembali ditawarkan uang damai hingga naik menjadi Rp120 juta. Namun tetap ditolaknya.
“Saya tetap menolak penawaran damai itu. Saya berharap pelaku diproses hukum,” pinta korban yang saat ini duduk di kelas tiga SMA. (hyd)
Discussion about this post