JURNALIS.co.id – Pekan ini kita disuguhkan berita yang cukup mengejutkan di media massa (cetak, online, elektronik, sosial) terkait dugaan rudapaksa yang dilakukan oleh oknum yang katanya pendidik berinisial HS terhadap siswi di sebuah Sekolah Menengah Atas di Kota Pontianak berinisial DB.
Berdasarkan pengamatan penulis, sejumlah media cukup menjunjung tinggi etika jurnalistik dalam membuat berita tersebut, seperti memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Seperti hal yang mendasar, dengan tidak menulis nama lengkap diduga pelaku dan korban, tidak memuat foto diduga pelaku dan korban, serta penulisan lengkap nama lembaga dan jabatannya.
Trial by The Press dan Trial by The Social Media
Namun demikian, ada media massa (cetak dan media sosial) yang sangat “terbuka” terhadap pemberitaan tersebut, dengan memuat foto diduga pelaku, serta menulis lengkap nama lembaga dan jabatannya.
Dalam istilah jurnalistik, hal ini sudah masuk dalam trial by the press, yaitu penghakiman sendiri yang dilakukan pers tanpa adanya keputusan final dari hakim atau tidak menghargai asas praduga tak bersalah.
Padahal dalam Kode Etik Jurnalistik, media massa wajib menerapkan asas praduga tak bersalah, yaitu setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Penulis hanya mengingatkan, terutama kepada diri penulis sendiri serta teman-teman pengelola media massa dan media sosial, agar tetap menaati Kode Etik Jurnalistik, sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap, hal ini untuk menghindari kemungkinan adanya laporan terkait pencemaran nama baik.
Pasal Pencemaran Nama Baik dalam KUHP
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memiliki berbagai pasal yang mengatur permasalahan mengenai pencemaran nama baik. Seperti Pasal 310 Ayat 2, Pasal ini mengatur perbuatan pencemaran nama baik yang dilakukan secara tertulis.
Seseorang yang mencemarkan nama orang lain secara tertulis dapat dikenakan pasal ini. Berbunyi “Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Hukum Pencemaran Nama Baik di Media Sosial
Pasal pencemaran nama baik di media sosial dapat merujuk pada Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pasal 45 ayat 3 yang mengatur setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta. ***
(Dari Berbagai Sumber)
Aswandi
Praktisi Media
Discussion about this post