
JURNALIS.co.id – Nama Kepala Bidang (Kabid) Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Dinas Pendidikan (Disdik) Ketapang, Hairol mencuat dalam kasus dugaan Pungli DAK. Pasalnya Kabid SMP tersebut sempat mengirim chat WhatsApp meminta fee sebesar 4 persen ke salah satu staf yang ditugaskan untuk menerima pungutan.
Hal demikian diungkapkan staf Bidang Sarpras Disdik Ketapang, Ervita. Dia mengaku bahwa pernah dihubungi Kabid SMP untuk meminta fee 4 persen khusus Bidang SMP.
Saat itu, ia heran dengan chat seperti itu. Lantaran biaya yang diintruksikan PPK sudah ada peruntukannya, baik untuk plang, plakat, fotocopy dan penggandaan kontrak-kontrak serta fotocopy berkas pencairan.
“Kalau Kabid bilang tidak tahu soal ini saya heran juga, karena dia jauh-jauh hari sudah ada chat saya minta fee 4 persen. Jadi isi chat dia itu katanya untuk bidang SMP, nanti pisahkan bu ya, feenya minta saya 4 persen. Sisanya ambillah,” kata Ervita menjelaskan isi chat Kabid SMP, kemarin.
Dia melanjutkan, Kabid harusnya tahu kalau duit dana AP DAK Pusat hanya mencakup biaya honorer fasilitator, survei dan rapat. Sedangkan dia meminta 4 persen itu dananya dari mana, sehingga ketika mengaku tidak tahu, tentu diherankan.
“Jadi kalau dia tidak tahu tentu tidak benar, bukti chat juga masih ada, memang banyak yang sudah dia hapus,” terang Erlina
Saat dikonfirmasi, Kabid SMP Disdik Ketapang, Hairol mengaku kalau dirinya benar meminta fee 4 persen kepada salah satu staf Disdik yang diminta Sekdis untuk menerima pembayaran pungutan dari Kepala Sekolah.
“Saya ada WA staf itu minta fee 4 persen. Tapi itu sudah lama, saat bulan Mei sebelum kejadian ini,” kata Hairol, Senin (28/08/2023).
Hairol menjelaskan meskipun demikian, sampai saat ini dirinya tidak pernah menerima dana yang diminta sebesar 4 persen tersebut.
Dia berdalih, permintaan dana 4 persen bukan dari pungutan liar. Melainkan dari dana Administrasi Penunjang (AP) Alat Tulis Kantor (ATK) bidang SMP yang dikelola satu pintu oleh Sekdis Pendidikan Ketapang.
“Itu bukan meminta untuk pungli karena saya tidak tahu soal pungli itu, bahkan silakan saja tanya ke kepala SMP yang mendapat DAK,” kilahnya.
Hairol menambahkan, seharusnya di bidangnya ada AP ATK tersendiri untuk membeli kertas, membuat kontrak, tinta, dan administrasi. Namun karena semua dibuat satu pintu, jadi pihaknya bingung harus berutang alat tulis seperti apa, sedangkan pekerjaan ada di bidangnya.
“Padahal jika kami mengurus sendiri soal ATK, kami biasa dapat bonus dari pihak fotocopi. Misalkan diberi fee 6-7 persen atas nego-nego sama pihak fotocopi. Fee itu yang terima tukang nego, namun untuk kawan-kawan juga,” akunya.
Ia menegaskan, permintaan fee 4 persen ke salah satu staf yang ditugaskan Sekdis menerima pungutan bukan berkaitan dengan pungli, melainkan lebih kepada untuk AP ATK bidangnya.
“Jadi kalau dugaan pungli saya tidak pernah menerima uangnya. Kalau soal saya nego sama toko terkait bonus fotocopi, itu tidak masalah,” tegas Hairol. (lim)
Discussion about this post