
JURNALIS.co.id – Tim Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan penyegelan terhadap empat lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) konsesi perusahaan di Kalimantan Barat.
Direktur Jenderal Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani mengatakan untuk menghentikan meluasnya karhutla, pihaknya terus memonitor secara intensif lokasi-lokasi yang terindikasi adanya titik api melalui data hotspot. Alhasil, melalui tim pengawas dan Polisi Kehutanan Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan telah dilakukan penyegelan empat lokasi karhutla di Kalbar. Yaitu lokasi karhutla di PT MTI Unit 1 Jelai dengan lahan seluas 1.151 hektar, PT CG seluas 267 hektar, PT SUM seluas 168,2 hektar dan PT FWL seluas 121,24 hektar.
“Di samping penyegelan terhadap empat areal konsesi perusahaan yang terjadi kebakaran berupa pemasangan papan larangan kegiatan dan garis PPLH, satu perusahaan dilakukan proses penyelidikan dan satu perusahaan telah direkomendasikan untuk diberikan sanksi administrasi paksaan pemerintah melalui kepala daerah,” kata Rasio, Jumat (01/09/2023).
Dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan, kata Rasio, KLHK bersama dengan kepolisian dan Kejaksaan Agung telah membentuk Satgas Gakkum Terpadu Karhutla. KLHK terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengefektifkan upaya penanganan karhutla, termasuk dalam upaya penegakan hukum.
“Saya sudah memerintahkan seluruh kantor Balai Gakkum baik di Sumatera maupun Kalimantan untuk terus memonitor serta melakukan verifikasi lapangan dan penyelidikan atas terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada areal konsesi perusahaan maupun lokasi yang dikuasai oleh masyarakat,” tegasnya.
Rasio menyatakan instrumen penegakan hukum yang menjadi kewenangan KLHK akan digunakan untuk menindak tegas terhadap penanggung jawab usaha atau kegiatan atas terjadinya karhutla, baik berupa pemberian sanksi administrasi hingga pencabutan izin, gugatan perdata berupa ganti rugi pemulihan lingkungan hidup maupun penegakan hukum pidana.
“Penyegelan ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan. Bagi Perusahaan yang lokasinya terjadi kebakaran dapat dikenakan sanksi administratif termasuk pembekuan dan pencabutan izin, serta digugat perdata terkait dengan ganti rugi lingkungan hidup, serta penegakan hukum pidana,” tegasnya.

Rasio menyatakan ancaman hukuman terkait dengan pembakaran hutan dan lahan berdasarkan pasal 108 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah penjara maksimal 10 tahun serta denda maksimal Rp10 miliar.

Rasio menegaskan penanggung jawab usaha atau kegiatan agar tidak melakukan pembakaran lahan dalam pembukaan maupun pengolahan lahan atau tidak membiarkan terjadinya kebakaran lahan di lokasi usaha atau kegiatannya dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.
“Kebakaran hutan dan lahan sangat berdampak kepada kehidupan dan kesehatan masyarakat karena asap yang ditimbulkan, kerusakan lahan, kehilangan biodiversity dan menghambat komitmen pemerintah dalam pencapaian agenda perubahan iklim, khususnya pencapaian Folu Net Sink 2030,” pungkas Rasio.
Sementara Direktur Pengaduan Pengawasan dan Sanksi Administrasi KLHK, Ardyanto Nugroho menyatakan berkomitmen untuk menegakkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melakukan pelanggaran berdasarkan pengawasan yang telah dilakukan oleh Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) di Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan.
Menurut Ardyanto, karhutla merupakan kasus yang menjadi perhatian karena dampak terhadap lingkungan yang begitu besar, bahkan dapat menyebabkan polusi udara lintas negara. PPLH akan terus menjalankan tugasnya dalam melakukan pengawasan terhadap usaha dan atau kegiatan agar melakukan pengelolaan lingkungan sesuai dengan Persetujuan Lingkungan dan Perizinan Berusaha.
“Sepanjang tahun 2023 ini, kami telah mengeluarkan 90 surat peringatan ke perusahaan,” jelas Ardyanto. (hyd)





Discussion about this post