JURNALIS.co.id – Jaksa eksekutor Kejaksaan Negeri (Kejari) Pontianak mengeksekusi Salim Achmad, terpidana perkara pemalsuan dokumen berupa surat tanah.
Kepala Kejari Pontianak, Yulius Sigit Kristanto mengatakan pihaknya pada Senin 09 Oktober 2023 kemarin telah melaksanakan eksekusi terhadap terpidana perkara pemalsuan dokumen berupa surat tanah atas nama Salim Achmad.
Sigit menjelaskan sebelumnya terhadap terpidana berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) pada 27 Desember 2022 dinyatakan terbukti bersalah melakukan pemalsuan surat tanah dan divonis pidana penjara tiga tahun.
“Terpidananya ada dua orang, pertama Salim Achmad, yang sudah dieksekusi. Sementara satunya Habib Alwi Almutahar yang saat masuk dalam daftar pencarian orang (DPO),” kata Sigit, Selasa (10/10/2023).
Sigit menyatakan terhadap terpidana Salim Achmad saat ini telah diserahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 2A Pontianak untuk menjalani hukuman pidana.
“Terhadap terpidana Habib Alwi, saya imbau untuk menyerahkan diri secara sukarela. Jika tidak, maka kemana pun keberadaannya akan dicari untuk dieksekusi,” tegas Sigit.
Sebelumnya, Kuasa hukum kedua terdakwa dari Kantor Hukum Syarif Kurniawan, Bayu Sukmadiansyah mengungkapkan, bahwa kedua kliennya diperkarakan atas dugaan pemalsuan dokumen buku tanah.
Kasusnya itu, lanjut Bayu, bermula ketika Syarif Taher Al-Muntahar bersama Habib Salim Achmad mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pontianak atas terbitnya sembilan sertifikat atas nama Bambang Widjanarko di atas tanah milik ahli warisnya di samping Jalan Barito, Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan dengan luas 7.200 meter persegi.
Bayu menerangkan dalam persidangan di PTUN Pontianak, majelis hakim pada saat itu memutuskan bahwa gugatan penggugat dikabulkan. Di mana sembilan sertifikat atas nama Bambang Widjanarko yang diterbitkan BPN Pontianak di objek tanah milik ahli waris dibatalkan.
“Putusan tersebut membuktikan bahwa pengadilan mengakui jika buku tanah nomor 49 tahun 1963 milik ahli waris memang benar sebagai buku tanah yang sah dan memiliki nilai sempurna dalam pembuktian kepemilikan,” bebernya.
Dikatakan Bayu, atas putusan PTUN Pontianak itu, pihak tergugat mengajukan banding. Namun hasilnya malah menguatkan putusan yang telah ditetapkan PTUN Pontianak yang memenangkan dua kliennya. Kemudian setelah putusan banding menguatkan putusan PTUN Pontianak, pihak tergugat masih tidak puas dengan putusan tersebut.
Mereka mengajukan permohonan kasasi. Namun permohonan kasasi tergugat ditolak dan kedua kliennya kembali dimenangkan Mahkamah Agung.
“Berdasarkan putusan PTUN Pontianak hingga putusan kasasi, maka perkara sengeketa tanah yang digugat oleh ahli waris secara administrasi negara, maka penggugat dalam hal ini ahli waris telah memiliki kekuatan hukum yang tetap. Bahwa objek tanah yang disengketakan kembali lagi ke semula yakni milik ahli waris,” tegas Bayu.
Bayu pun merasa aneh, pada saat proses kasasi, tergugat dua dalam hal ini pemilik sembilan sertifikat yakni Bambang Widjanarko, memberi kuasa kepada karyawannya untuk membuat laporan ke Mabes Polri atas dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh ahli waris.
“Laporan yang dibuat itu menuduh jika buku tanah nomor 49 tahun 1963 palsu. Padahal buku tanah yang dijadikan bukti dalam persidangan di PTUN Pontianak hingga kasasi adalah buku tanah yang sudah dinilai oleh majelis hakim PTUN Pontianak yakni memiliki nilai pembuktian yang sempurna,” lugasnya.
“Sehingga proses hukum sampai ke tingkat kasasi pun ahli waris dimenangkan. Karena buku tanah yang digunakan sebagai bukti itu adalah asli,” tambah Bayu.
Yang menjadi aneh laporan polisi yang dibuat oleh karyawan Bambang Widjanarko itu, kata Bayu, diproses oleh Mabes Polri. Dengan menetapkan kedua ahli waris sebagai tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen yakni buku tanah tersebut. Hingga akhirnya perkara dinyatakan lengkap dan kedua terdakwa harus menjalani sidang perdana di PN Pontianak, pada Kamis 24 Maret. (hyd)
Discussion about this post