JURNALIS.co.id – Polemik Koperasi Serba Usaha Bersama (SUB) Desa Mekar Utama, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, sudah lama berlangsung. Bahkan Ketua Koperasi, YW sempat dilaporkan oleh anggota koperasi pada tahun 2018 dan ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, hingga kini YW tidak ditahan dan terus menjabat sebagai Ketua Koperasi sampai kembali dilaporkan oleh anggotanya atas kasus dugaan penggelapan dana Sisa Hasil Kebun (SHK) sebesar Rp650 juta.
Tokoh Masyarakat Kendawangan, Asmuni mengaku jika dirinya pada tahun 2018 lalu yang melaporkan Ketua Koperasi SUB, YW ke Polres Ketapang. Tepatnya 12 Februari 2018 tentang penggelapan dana talangan dan dana repel tahap 1 sampai tahap 17 dengan total kerugian sebesar Rp162 juta.
“Saat itu laporan saya ditindaklanjuti, ketua koperasi diperiksa sebagai saksi hingga kemudian ditetapkan sebagai tersangka sekitar tahun 2019 lalu,” kata Asmuni, Selasa (07/11/2023).
Berjalan waktu, ketua koperasi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tidak kunjung ditahan. Bahkan dirinya mendapatkan surat pemberitahuan perkembangan laporan bahwa berkas perkara yang dikirim penyidik Polres Ketapang ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang berulang kali dikembalikan karena dianggap belum lengkap.
“Sampai saat ini tidak ada kepastian hukum soal kasus itu, meskipun pemberitahun perkembangan kasus beberapa kali saya terima, tapi tersangka tidak ditahan dan berkas perkara belum lengkap. Tentu ini menimbulkan tanda tanya besar ada apa dan kenapa,” akunya.
Ia pun mengaku, sempat menyurati Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar dan Ombudsman RI terkait kasus tersebut dan beberapa kali mendapat surat balasan dari Ombudsman perwakilan Provinsi Kalimantan Barat.
Balasan tersebut di antaranya tertanggal 19 Januari 2023 mengenai pemberitahuan perkembangan laporan yang berisi bahwa penyidik telah melakukan serangkaian penyidikan atas kasus tersebut dan sudah 4 kali mengirim berkas perkara ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang pada 29 Desember 2021, 1 Mei 2022, 12 Agustus 2022 dan 26 Oktober 2022.
Dalam surat, juga disampaikan bahwa tersangka YW tidak ditahan lantaran dinilai selama penyidikan bersifat kooperatif dan belum ditemukan keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.
“Dari informasinya lucu, bagaimana penyidik meyakini tersangka tidak melakukan hal-hal tersebut, terbukti hari ini tersangka dilaporkan lagi oleh anggota koperasi berkaitan dugaan penggelapan dana SHK. Karena itu saat ini muncul opini di publik bahwa ketua koperasi ini kebal hukum bahkan terkesan dia lebih besar dari hukum, sehingga proses hukum terhadap dirinya berlangsung berlarut-larut hingga bertahun-tahun lamanya,” terang Asmuni.
Sementara saat dikonfirmasi, Anshari dari kantor the law office of Anshari Dimyati selaku kuasa hukum pelapor mengaku, kasus tersebut belum ada kepastian hukum padahal sudah dilaporkan pihaknya sejak 2018 lalu. Bahkan terlapor yakni Ketua Koperasi SUB sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 2018 lalu.
“Kita sudah beberapa kali menempuh upaya agar laporan kita yang statusnya penyidikan dan penetapan tersangka ada kepastian hukum dengan segera dilimpahkan ke pengadilan, tapi nyatanya sampai sekarang belum ada kepastian soal itu,” akunya.
Padahal menurut dia, penegakan hukum perlu cepat, apalagi sudah ada penetapan tersangka yang secara hukum sudah ada minimal dua alat bukti yang terpenuhi. Jika kasus tidak memenuhi unsur maka tentu tidak ada penetapan tersangka.
“Berkas perkara berapa kali dikembalikan jaksa, tapi tentu ada petunjuk jelas tidak boleh sumir, salah satu soal saksi ahli pidana yang menjadi kendala keterangan ahli menunggu lama dan diambil dari UGM. Harusnya jika dari UGM lama memberikan kepastian, maka ambillah ahli lebih dekat, misalkan dari Untan, Muhammadiyah atau UPB, karena berdasarkan pasal 184 KUHAP jelas ahli boleh siapa saja, yang jelas dia memang memiliki keahlian di bidang itu. Jadi kenapa harus menunggu UGM, sehingga persoalan terkesan diperlama,” cetusnya.
Untuk itu, dia berharap agar penyidik dapat segera melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk yang diberikan JPU, dan berharap jika urusan ahli pidana selesai maka tidak ada lagi alasan jaksa mengembalikan berkas tersebut. Yang paling penting bagaimana tersangka dapat ditahan lantaran saat ini diduga kembali melakukan perbuatan penggelapan.
“Alasan tersangka bisa tidak ditahan secara objektif bisa karena ancaman pidana di bawah 5 tahun, alasan subjektif karena tidak menghilangkan barang bukti, tidak melarikan diri dan tidak melakukan tindak pidana. Tapi faktanya hari ini ketua koperasi dilaporkan atas kasus dugaan penggelapan, tentu harus ada kepastian soal tersangka dengan dilakukan penahanan. Apakah yadi sekebal itu terhadap hukum,” tambahnya.
Kasat Reskrim Polres Ketapang, AKP Fariz Kautsar membenarkan kalau ketua koperasi SUB telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penggelapan yang dilaporkan salah satu warga Kendawangan.
“Status perkara masih berjalan, statusnya ketua koperasi sudah tersangka sejak tahun 2019 lalu,” terangnya.
Fariz menjelaskan, pihaknya terkendala dalam pelengkapan berkas, lantaran petunjuk terakhir dari JPU bahwa harus dilakukan pemeriksaan ahli pidana yang sebelumnya sudah pihaknya tindaklanjuti dengan mengajukan ahli pidana dari UGM, namun belum mendapatkan jawaban mengenai ahli yang akan ditunjuk.
“Jadi setelah pertemuan dengan Ombudsman, kami akhirnya mengajukan ahli pidana ke UPB,” akunya.
Fariz menyebut, tersangka yakni YW tidak dilakukan penahanan lantaran beberapa pertimbangan.
“Tersangka memang kooperatif, dan terkait laporan masyarakat terhadap tersangka, itu merupakan hak masyarakat untuk melapor. Namun juga belum bisa kita pastikan kalau yang bersangkutan bersalah karena masih proses penyelidikan,” tuturnya. (lim)
Discussion about this post