JURNALIS.co.id – Sebagian guru yang menerima tunjangan khusus daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) di Kabupaten Kapuas Hulu dinilai tidak tepat sasaran.
Di mana guru yang semestinya benar-benar harus mendapatkan tunjangan khusus karena kondisi akses atau letak sekolah yang sulit dijangkau, justru tidak mendapatkannya sepeser pun. Sebaliknya, guru yang bertugas dengan kondisi keberadaan sekolah yang memiliki akses yang nyaman justru menerima tunjangan khusus.
Petrus Kusnadi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kapuas Hulu menyampaikan pihaknya akan mengevaluasi hal tersebut secara bersama-sama dengan para Koordinator Pendidikan (Koordik) di setiap Kecamatan yang ada di Bumi Kapuas. Pasalnya, penetapan guru yang mendapat tunjangan khusus 3T tersebut memang perlu diubah dan dievaluasi secara bersama-sama.
“Kedepannya kita akan melakukan evaluasi secara bersama-sama terkait hal ini, karena ini juga merupakan saran dari para Koordik di setiap Kecamatan,” katanya belum lama ini.
Petrus mengingatkan kepada para guru penerima tunjangan khusus, untuk tidak mengharapkan 100 persen mendapatkan tunjangan khusus setiap triwulan.
“Karena ini memang betul-betul hitungan dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan berdasarkan status desa. Sementara desa tertinggal di Kabupaten Kapuas Hulu ini sudah tidak ada lagi,” tegasnya.
Petrus menjelaskan, secara logika apabila dilihat dari status desa di Kabupaten Kapuas Hulu saat ini, mestinya sudah tidak ada lagi tunjangan khusus 3T. Mengingat sudah tidak ada lagi desa yang berstatus tertinggal di Kapuas Hulu.
“Kemarin kita hanya dapat Rp4 miliar dana tunjangan khusus ini. Sementara data yang sudah di-SK-kan oleh Kementerian Keuangan, lebih dari itu, sehingga kami tekor dan dana itu harus kami tambah sesuai data yang sudah ada, yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan,” terangnya.
“Akhirnya melalui surat Bupati, dapatlah tambahan dana sebesar Rp10 miliar. Jadi, kami ini semacam dibenturkan untuk memilih orang atau memilih guru yang berhak menerima tunjangan khusus. Ini yang tidak saya inginkan,” sambung Petrus.
Dia kembali menegaskan bahwa untuk ke depannya, dirinya akan betul-betul melihat kondisi keberadaan sekolah, siapa yang benar-benar berhak menerima tunjangan khusus 3T. Supaya ke depannya tidak ada lagi kejanggalan dalam penerimaan tunjangan khusus ini.
“Kita tidak mau ada kondisi sekolah yang aksesnya nyaman pun dapat tunjangan khusus, sebaliknya justru kondisi sekolah yang aksesnya sulit, yang seharusnya dapat tunjangan khusus namun tidak dapat,” tegasnya.
Lanjut Petrus, selama ini penentuan kriteria siapa saja guru yang berhak mendapatkan tunjangan khusus 3T yakni Kementerian Keuangan yang seharusnya datanya diambil melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Namun Kementerian Keuangan sepertinya lebih menggunakan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), selaku lembaga yang menetapkan status daerah.
“Kementerian Keuangan ini tentunya juga mengambil dasar atau data dari Dapodik, namun sepertinya lebih cenderung kepada data dari Kemendes PDTT, sehingga pada kenyataannya bahwa sekolah tidak bisa dicampuradukkan atau tidak bisa disamakan dengan status desa, karena di satu desa ada beberapa sekolah yang letaknya sangat jauh, misalnya ada sekolah yang berada di tengah kota, yang berstatus desa maju, namun ada pula sekolah dalam satu desa tersebut sangat jauh yang harus jadi perhatian tanpa melihat status. Artinya tidak boleh hanya melihat status,” pungkas Petrus. (opik)
Discussion about this post