
JURNALIS.co.id – Penimbunan lokasi proyek pengembangan Bandara Rahadi Oesman Ketapang senilai Rp 28 miliar Tahun Anggaran 2023 ditengarai menggunakan tanah laterit ilegal.
Wartawan JURNALIS.co.id mendapatkan informasi, tanah laterit disuplai dari beberapa lokasi. Seperti dari bekas pertambangan laman mining di Kendawangan. Kemudian Pal 8 Siduk dan Melinsum Kabupaten Kayong Utara.
Media massa beberapa kali memberitakan soal dari mana sumber tanah untuk pembangunan Bandara tersebut. Saat ini pelaksana sudah melakukan pengalihan lokasi pengambilan tanah ke daerah lain. Yakni di Pampang, Kayong Utara.

Pengambilan tanah di Pampang diketahui sudah dilakukan sejak lima hari belakangan. Harga tanah sedikit lebih tinggi. Kebijakan ini tentunya berpengaruh ke proyek penimbunan pembangunan.
Beredar kabar burung jika lokasi Galian C sebagai sumber pengambilan tanah proyek pembangunan Bandara ini sedang diperiksa Polda Kalbar. Lantas, apakah berpengaruh terhadap aktivitas proyek ini?
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Proyek Pengembangan Bandara Rahadi Oesman, Ahmad Samsi mengatakan, persoalan material timbunan mesti ditanyakan langsung kepada pelaksana atau kontraktor.
Samsi bilang, dalam kontrak kerja disebutkan bahwa sumber pengambilan tanah harus memiliki izin Galian C. Jika tidak berizin, pelaksana sudah menyalahi aturan.
“Dalam kontrak kami, harus ada izin Galian C. Kalau mereka menggunakan tanah tanpa izin Galian C, itu salah dia (pelaksana, red),” tegas Samsi menjawab konfirmasi, Kamis (22/02/2024).
Wartawan juga menanyakan kabar persoalan izin Galian C yang sedang diperiksa Polda. Termasuk adanya sejumlah nama yang dipanggil. Samsi bilang masih berproses. Ia mengaku belum dipanggil.
“Itu masih berproses mas. Saya pun belum dipanggil. Jadi saya tidak tahu dipanggil atau tidak,” kilahnya.
Untuk diketahui, proyek pengembangan Bandara Rahadi Oesman dibangun oleh Kementerian Perhubungan menggunakan dana APBN Tahun 2023. Proyek dikerjakan oleh PT Clara Citraloka Persada, dengan konsultan pengawas CV Archi Engineering.
Saat ini, pelaksana masih melakukan aktivitas pekerjaan dalam denda sebesar Rp 24.700.000 per hari. Kontraktor diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan hingga 30 Maret 2024 mendatang. (Lim)
Discussion about this post