JURNALIS.co.id – Perwakilan dari empat desa yang berada di dalam dan di sekitar areal konsesi perizinan berusaha PT Mayawana Persada (PT MP) berkumpul untuk mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diprakarsai oleh Link-AR Borneo.
Empat desa tersebut adalah Sekucing Kualan, Labai Hilir, Sekucing Labai dan Kualan Hilir. Keseluruhannya masuk wilayah Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang.
Kegiatan pendidikan dan pelatihan berlangsung dari Selasa hingga Rabu, 28-29 Mei 2024, bertempat di Dusun Sabar Bubu, Desa Kualan Hilir, Kecamatan Simpang Hulu, Ketapang.
Selama kegiatan dua hari, keseluruhan perwakilan masyarakat yang hadir secara seksama mengikuti sesi demi sesi pendidikan dan pelatihan.
Menurut Fian, salah satu fasilitator pendidikan dari Link-AR Borneo mengungkapkan, pendidikan dan pelatihan kali ini mengambil tema “Hak Atas Sumber Daya Hutan/Alam Dan Strategi Advokasi Dalam Perspektif Hukum Kritis” dengan subtematik “Untuk Memperkuat Perlindungan Hak Masyarakat Atas Sumber Daya Agraria dan Hutan Di Bawah Konsesi Perusahaan Perkebunan Kayu dan Sawit”.
Sementara itu, Ketua Link-AR Borneo, Ahmad Syukri, menjelaskan, pendidikan dan pelatihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terdampak mengenai hak-hak dasar sosial-ekonomi atas sumber daya tanah dan hutan sebagaimana diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, tokoh-tokoh adat dan tokoh masyarakat desa mengenai prinsip-prinsip, strategi dan metode advokasi.
Adapun materi-materi yang dijadikan pokok pembahasan pada kegiatan pendidikan dan pelatihan, yaitu tentang karakteristik dan sebab-sebab konflik antara masyarakat dengan PT MP, Hak-Hak Masyarakat Adat atas tanah, hutan dan wilayahnya, serta tentang stretegi dan metode advokasi dari perspektif kajian hukum kritis.
Lembaga Bantuan Hukum Pontianak (LBH Pontianak) secara khusus memberikan materi pendidikan mengenai strategi advokasi dalam perspektif hukum kritis. Pada kegiatan pendidikan dan pelatihan tersebut, LBH Pontianak dihadiri Abdul Aziz SH, selaku Direktur LBH Pontianak.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa keberadaan konsesi perizinan berusaha PT MP di sejumlah desa tersebut telah melahirkan berbagai masalah yang terus berlarut.
Selain konflik penguasaan atas tanah dan hutan antara masyarakat dengan perusahaan, keberadaannya juga telah menimbulkan sejumlah dampak lingkungan dan sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat.
Terlebih maraknya intimidasi dan kriminalisasi yang dialami masyarakat, seperti yang terjadi di Desa Kualan Hilir.
Ratius, salah satu peserta yang mewakili masyarakat Desa Kualan Hilir mengatakan, sangat senang dengan kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diprakarsai oleh Link-AR Borneo.
“Saya menyambut baik dan mendukung sepenuhnya kegiatan pendidikan dan pelatihan ini, selain kami bisa memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai hak-hak masyarakat adat sebagaimana di atur oleh peraturan perundang-undangan negara, kami juga bisa saling mempererat persaudaraan dan persatuan antar desa agar kedepan perjuangan untuk melindungi dan mempertahankan tanah, hutan dan wilayah adat menjadi agenda perjuangan bersama,” ujar pria paruh baya yang juga menjabat Kepala Dusun Sabar Bubu-Kualan Hilir ini.
“Semangat dan antusiasme untuk belajar itulah yang membuat perwakilan dari kampung di setiap dusun di Desa Kualan Hilir menghadirinya, yaitu Meraban, Bagan Poring, Lelayang, Lelayang Mungguk dan Lelayang Batu,” lanjut Ratius.
Ia juga menambahkan, pada hari pertama kegiatan, yaitu tanggal 28 Mei 2024, jumlah peserta yang hadir lebih kurang 93 orang. Selanjutnya pada hari kedua, tanggal 29 Mei 2024 saat penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL) dan penutupan yang hadir berjumlah 66 orang, dimana semua perwakilan dari desa-desa masih dengan antusias mengikutinya.
Disela-sela kegiatan, saat istirahat, untuk menyegarkan suasana ditampilkan sapek klasik yang ciamik dengan alunan irama khas musik dayak oleh Muhammad Ramadhani. Penampilan ini menjadi hiburan yang mendidik.
“Sengaja saya membawa alat sapek dan membawakan tembang dengan irama khas dayak pada kegiatan ini, selain untuk menghibur peserta juga saya maksudkan untuk menanamkan kecintaan masyarakat terhadap budayanya sendiri yang menjadi jati diri sekaligus identitas asli sebagai masyarakat adat dayak,” ucap pria berkacamata yang biasa dipanggil John Sapek ini.
Pada hari kedua, tanggal 29 Mei 2024, di akhir sesi pendidikan dan pelatihan, seluruh peserta dengan dibantu fasilitator dari Link-AR Borneo kemudian menyusun dan menetapkan rencana tindak lanjut paska kegiatan pendidikan dan pelatihan.
Rencana tindak lanjut tersebut pada dasarnya merupakan rencana bersama dari seluruh masyarakat dari semua desa dalam rangka memperkuat solidaritas dan persatuan antar desa serta dalam rangka melindungi dan mempertahankan hak-hak masyarakat adat atas tanah, hutan dan sumber daya alam yang selama ini telah menjadi sumber penghidupan dan tempat lingkungan hidup turun temurun. ***
(R/Ndi)
Discussion about this post