Pasalnya, sejak dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) pada 16 Agustus 2024 hingga pembahasannya saat ini, prosesnya tidak melibatkan publik.
JURNALIS.co.id – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Barat (Kalbar) yang saat ini sedang bergulir dibahas DPRD Kalbar terkesan senyap-senyap saja.
Pasalnya, sejak dibentuknya Panitia Khusus (Pansus) pada 16 Agustus 2024 hingga pembahasannya saat ini, prosesnya tidak melibatkan publik. Bahkan draft Raperda dan draft Naskah Akademik yang ada pun hanya beredar melalui aplikasi berbagi pesan WhatsApp. Jika benar proses tidak lazim tersebut, maka mesti diketahui Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Padahal Raperda RTRW inisiatif eksekutif yang kini dipersiapkan melalui lembaga legislatif tersebut akan berlaku hingga 20 tahun mendatang. Artinya menyangkut kepentingan jangka panjang masyarakat luas di Kalbar yang terkait pengaturan struktur ruang maupun pola ruang.
“Mendagri mesti tahu situasi ini. Kami tidak melihat adanya partisipasi publik sebagaimana diamanahkan dalam UU 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang dan PP 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang dalam proses penyusunan Raperda RTRW Kalbar yang saat ini sedang berproses dan kabarnya akan disahkan segera. Bahkan ada kesan prosesnya pun sedang dikebut untuk diselesaikan secepatnya. Saking segeranya, hari libur pun (Minggu) tetap dibahas,” ungkap Hendrikus Adam, Direktur Walhi Kalbar.
Lebih lanjut Hendrikus Adam menyampaikan, bahwa pihaknya tidak ingin hanya karena menjelang pergantian anggota DPRD Kalbar yang baru dan menjelang Pilkada 2024 misalnya, malah dijadikan alasan untuk mempercepat pembahasan Raperda, sementara dari sisi isi akan menyisakan sejumlah masalah. Karenanya jika benar akan disahkan dalam waktu dekat tanpa pelibatan publik, maka Walhi Kalbar minta agar ditunda saja.
“Pergantian anggota legislatif dan menjelang Pilkada diharapkan tidak dijadikan alasan dikebutnya pembahasan hingga pengesahan Raperda RTRW menjadi Perda. Sementara partisipasi publik dan isi yang masih bermasalah justru diabaikan. Kami minta Pansus dan Pemerintah untuk menunda pengesahan. Sebab hal ini juga dengan sendirinya akan menciderai legislatif dan eksekutif,” tegas Hendrikus Adam.
Pembahasan regulasi yang diniatkan untuk kemaslahatan masyarakat luas di Kalbar menurut Hendrikus Adam, mestinya tidak tergesa-gesa. Karena berpotensi melukai hati rakyat yang juga konstituen para anggot DPRD Kalbar.
“Mesti diingat bahwa produk kebijakan yang dibuat akan menjadi legacy (warisan). Jika regulasi yang diterbitkan baik, maka citra legislatif akan baik dimata publik. Tetapi jika tidak baik, maka image para wakil rakyat di DPRD Kalbar juga akan buruk dan ini akan menjadi ingatan dan dicatat publik,” terang Adam.
Dari sisi isi terdapat sejumlah pasal-pasal yang dinilai bermasalah dan berpotensi menjadikan Raperda tersebut kontraproduktif dalam perjalanannya jika disahkan tanpa mengakomodir partisipasi publik. Hal dimaksud terkait isu-isu krusial mengenai kepentingan keberlanjutan ruang hidup, keberadaan masyarakat adat/komunitas lokal dan sumber-sumber penghidupan rakyat Kalbar. ***
(R/Ndi)
Discussion about this post