Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menggelar diskusi dengan tema “Aksi dan Kolaborasi Pentahelix: Penguatan Media dan Pers dalam Pencegahan dan Respon Kekerasan Berbasis Gender” di Jakarta, Senin (30/9/2024).
Kasus kekerasan berbasis gender beberapa tahun belakangan menjadi isu hangat yang terus diperbincangkan, saluran dan kanal-kanal pengaduan pun juga tumbuh semakin pesat seiring kemajuan teknologi dimasa saat ini.
KemenPPPA menyebut saat ini masyarakat sudah semakin banyak yang berani untuk melaporkan kasus kekerasan berbasis gender. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati mengatakan dengan adanya layanan call center SAPA 129, banyak menerima laporan dan aduan dari berbagai kasus.
“Layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dalam empat tahun terakhir, itu luar biasa (jumlah) pengaduan-pengaduan yang kami terima. Artinya masyarakat semakin yakin dan semakin berani untuk melapor karena salurannya sudah banyak,” kata Ratna Susianawati.
Tak hanya kanal pengaduan yang banyak, Ratna mengatakan bahwa yang lebih penting laporan masyarakat tersebut direspon lebih lanjut dan korban mendapat pendampingan yang dibutuhkan. Ini sejalan dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang mengamanatkan pemberdayaan bagi penyintas.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), jumlah perempuan korban kekerasan meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2022, tercatat sebanyak 25.053 perempuan korban kekerasan yang melapor. Jumlah itu meningkat pada 2023 menjadi sebanyak 26.161 orang.
Ratna mengingatkan bahwa peningkatan jumlah perempuan korban kekerasan dapat dimaknai sebagai peningkatan kesadaran masyarakat di seluruh Indonesia untuk melaporkan kasus melalui lembaga terkait termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan di daerah setempat.
“Kasusnya naik, tetapi sekarang juga menjadi perhatian bahwa pelaporan itu karena korban sudah mulai speak up, banyak sekali sekarang ini keberanian korban. Kemudian kami memberikan aksesibilitas dengan adanya dalam SAPA 129,” ujarnya.
Ratna pun memastikan bahwa isu perempuan dan anak, termasuk kasus kekerasan, menjadi prioritas bagi pemerintah yang dilaksanakan melalui Kementerian PPPA bahkan hingga 25 tahun ke depan meskipun pemerintahan nantinya terus berganti. Kementerian PPPA juga siap melakukan terobosan baru dalam program-programnya pada pemerintahan lima tahun ke depan.
“Kami pastinya akan menjalankan itu, melanjutkan hal-hal yang sudah diletakkan oleh para menteri sebelumnya, termasuk Menteri PPPA Bintang Puspayoga. Dan ketika kami harus melakukan yang menjadi amanat pemerintahan lima tahun ke depan, kami harus siap dengan terobosan-terobosan yang baru,” tukas Ratna. (RDH)
Discussion about this post