
JURNALIS.co.id – Pemerintah Kabupaten Ketapang menggelontorkan dana hibah senilai Rp81 miliar ke sejumlah rumah ibadah, yayasan dan lembaga di Ketapang. Beberapa penyaluran dilakukan bertepatan dengan jelang Pilkada Ketapang tahun 2024.
Hal tersebut mendapat sorotan dari para pihak yang meminta dana hibah tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik salah satu Paslon Bupati dan Wakil Bupati Ketapang.
Saat dikonfirmasi, Mantan Anggota DPRD Ketapang Periode 2019-2024, Abdul Sani mengingatkan seluruh pihak, utamanya Pemerintah Daerah melalui Bagian Kesra agar tidak menyalahgunakan bantuan hibah yang nilainya sangat fantastis menjelang Pilkada Ketapang.
“Kalau dilihat dari data, memang hibah kali ini luar biasa nilainya mencapai Rp81 Miliar, sebelumnya tidak pernah sebanyak ini, apalagi menjelang Pilkada. Tentu wajar jika harus kita awasi dan ingatkan para pihak yang ada di dalamnya,” kata Sani, Jumat (25/10/2024).
Sani menilai, bantuan hibah sering kali dijadikan alat politik dalam momen Pilkada. Karenanya ia mengingatkan Kabag Kesra beserta jajaran untuk tidak menyalahgunaan wewenang, dan dapat menjawab stigma negatif yang berkembang menjadi hal positif dengan tidak bermain-main.
“Karena penerima hibah rentan dimanfaatkan dan diarahkan. Apalagi ada informasi beredar, ada yang harus menyerahkan berapa persen atau fee setelah dapat bantuan. Itu tentu tidak dibenarkan, dan saya harap informasi ini juga tidak benar,” ungkapnya.
Untuk itu, Sani meminta kepada aparat penegak hukum, baik Polres Ketapang maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang untuk dapat memantau, serta mengawasi penyaluran hingga penggunaan hibah agar tepat sasaran dan tidak diselipi kepentingan politik.
“Hibah bagian dari tanggung jawab pemerintah, jadi tidak ada alasan apapun. Hibah ini bukan bantuan personal pejabat daerah, tokoh masyarakat atau pengurus yayasan sehingg bisa mengintervensi arah pilihan. Dari itu para penerima hibah tidak boleh dimanfaatkan atau memanfaatkan momen untuk kepentingan kelompok tertentu, apalagi urusan politik,” jelasnya.
Sementara itu, Kabag Kesra Ketapang, Munizar Misdi mengatakan, pihaknya selama ini bekerja sesuai prosedur dan mekanisme, termasuk dalam penyaluran dana hibah. Pihaknya hanya mengurus administrasi. Sedangkan dana hibah langsung masuk ke rekening pengurus atau penerima.
Sedangkan adanya informasi soal permintaan atau fee dari dana hibah, dirinya membantah dan menegaskan jika hal tersebut tidak benar.
“Tapi biasalah informasi di luar kalau orang mau menjatuhkan itu bisa saja. Tapi kami di Kesra tidak boleh menanggapinya,” ujarnya.
Munizar menegaskan, kalau bantuan hibah yang jumlahnya terbesar dari tahun-tahun sebelumnya ini sama sekali tidak ada kaitan dengan kepentingan politik atau arah dukungan dalam Pilkada.

“Tidak adalah itu (urusan politik). Kami ini PNS juga khawatir kalau terjadi apa-apa bisa diproses secara hukum. Mungkin orang di luar berasumsi saja dan khawatir, wajar mereka berpendapat seperti itu,” tegasnya.
Dia mengaku, pihaknya tidak menutup diri dengan pihak manapun. Namun memang diakuinya kalau mereka memiliki pimpinan, sehingga diperintahkan untuk tidak mudah memberikan data dan informasi kepada pihak luar yang tidak resmi.
Terlebih, ia menyebut bahwa di Kesra menjadi tempat yang rawan terjadinya penipuan yang mengatasnamakan kepolisian, kejaksaan hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami diperintahkan pimpinan untuk tidak mudah memberi data, bahkan kami juga tidak memposting soal jumlah total hibah, karena rawan sekali terjadi kecemburuan sosial. Saya orangnya terbuka, hanya saja mohon maaf akhir tahun ini saya memang sibuk sekali,” tuturnya.
Berkaitan dengan informasi soal pengurusan SPJ dana hibah oleh para penerima, Munizar memastikan pihaknya sama sekali tidak pernah mengakomodir pembuatan SPJ. Apalagi pembuatan SPJ memang menjadi tanggung jawab penerima dan sudah dijelaskan tatacara penyampaiannya.
“Sebelum dapat hibah mereka sudah dijelaskan bahwa SPJ hibah tidak seperti SPJ di pemerintahan. Mereka cukup memenuhi standar minimal seperti ada BKO, Nota dengan Cap Toko, Kuitansi dan foto-foto nyata kegiatan,” jelasnya.
Sebelumnya, pada Rabu (23/10/2024), Pemda melalui bagian Kesra menggelar penandatanganan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) APBD Perubahan.
Dalam kesempatan tersebut, Munizar memaparkan bahwa total keseluruhan anggaran yang disalurkan sebagai keperluan hibah berasal dari APBD Murni Rp 61 miliar dan APBD Perubahan Rp19.850.000.000.
Namun, penyerahan hibah yang dilaksanakan menjelang Pilkada menjadi pertanyaan berbagai pihak, seperti yang disampaikan Yanto satu diantara warga Kecamatan Delta. Ia meragukan bantuan hibah hanya murni kewajiban pemerintah kepada masyarakat.

“Hibah bagian dari kewajiban pemerintah dan tentu kita apresiasi program ini. Hanya saja apakah ini tidak diselipi kepentingan politik, itu yang kita pertanyakan, apalagi bukan rahasia umum kalau hibah identik dengan pasangan calon tertentu dan orang Ketapang pun tahu paslon yang identik dengan hibah itu,” cetusnya.
Dirinya berharap agar para penerima hibah sadar bahwa bantuan yang didapat adalah kewajiban pemerintah daerah. Bukan hadiah yang harus dibalas dengan mengikuti pesan-pesan politik dalam Pilkada. (lim)





Discussion about this post