JURNALIS.co.id– Surat terbuka untuk Presiden Prabowo yang dibuat oleh Rachmad selaku orang tua korban kasus asusila berupa pencabulan terjadi di Pontianak, langsung ditanggapi Satreskrim Polresta Pontianak.
Menurut Kasatreskrim Polresta Pontianak, kasus tersebut sudah ditangani pihaknya, bahkan berkas perkara pun sudah lengkap, namun berkas tersebut malah dikembalikan oleh jaksa dalam bentuk p19.
“Korban menjadi korban pencabulan sebanyak dua kali di hari yang sama, kemudian dilaporkan kepada kami. Kami langsung memproses kasus tersebut,” jelas Kompol Trias.
Namun dalam perjalanan proses penyidikan, Kompol Trias menyatakan terjadi p19, padahal petunjuk semua sudah dilengkapi oleh pihaknya.
Tak hanya itu dalam kasus ini, ada bukti voice note, di mana korban merekam suara pelaku saat melakukan pencabulan. Berkas pun sudah dikirim oleh pihaknya kepada kejaksaan negeri Pontianak.
“Semua petunjuk sudah kami penuhi, tapi jaksa kembali mengembalikan berkas dan memberikan petunjuk untuk melakukan digital forensik terkait rekaman suara pelaku,” ungkap Trias.
Trias menerangkan, hal tersebut tidak memungkinkan mengingat masa penahanan terhadap pelaku tidak lah lama, sementara untuk melakukan digital forensik tidak serta merta bisa dilakukan.
“Pertanyaan kami kepada jaksa kenapa tidak dari awal memberikan petunjuk tersebut (digital forensik),” tegas Trias.
Maka dari itu pihaknya pun segera melakukan lie detector terhadap tersangka pencabulan. Namun atas permintaan ini, pengacara tersangka menolak untuk dilakukan lie detector terkait dugaan perbuatan pidana dan rekaman suara tersebut.
“Masa penahanannya tidak habis, tersisa 8 hari. Kami tangguhkan karena adanya BA Koordinasi disuruh untuk digital forensic, akhirnya kami tangguhkan. Nah karena dari pihak tersangka dengan PH menolak lie detector, maka kami mencabut penangguhan dan melanjutkan penahanan tersisa 8 hari,” terangnya.
Trias menegaskan pula, terkait pemeriksaan lie detector yang akan dilakukan pihaknya, baik itu disetujui oleh pengacara tersangka atau tidak, akan tetap dilakukan pihaknya.
“Bedakan hak ingkar dengan proses penyidikan. Tersangka mangkir dari panggilan itu bukan hak ingkar. Jangan mengajarkan tersangka untuk tidak patuh terhadap hukum. Membela klien tidak seperti itu, lie detector tetapkan akan kami lakukan,” tegas Trias lagi.
Sementara itu pengacara korban, Dewi menyatakan mendukung penuh langkah penyidikan kepolisian atas kasus asusila yang dilakukan oleh tersangka R tersebut terhadap kliennya tersebut.
Menurut Dewi, pihaknya menduga ada intervensi yang terlalu jauh dari PH tersangka. Hal ini dikarenakan ada beberapa BA yang dicabut oleh saksi.
“Seandainya bahwa sudah ada panggilan pelaku terkait lie detektor tapi di tolak. Saya tegas aja ini bertentangan dengan hukum. PH tersebut menghalangi Penyidikan. Dan ini menjadi suatu hal yang sangat merugikan korban,” kata Dewi.
Dewi menegaskan, jelas tindakan penolakan pemanggilan tersebut merupakan tindakan yang menghalangi penyidikan, dan membuat perkara menjadi tidak terang.
“Saksi memberikan keterangan tanpa paksaan, kemudian harus mencabut keterangannya. Argumentaisnya apa?,” tuntas Dewi. (Zrn)
Discussion about this post