JURNALIS.CO.ID – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) YM. Brigjen Pol (P) Dr. A.A. Mapparessa, M.M., M.Si., Raja/Karaeng Turikale VIII Maros Sulsel, melantik kepengurusan FSKN Kalimantan barat periode 2024-2029 bertempat di Pendopo Gubernur Kalbar pada Senin (16/12/2024).
Pj Gubernur Kalimantan barat, Harrison yang juga hadir dalam acara pelantikan tersebut berharap agar keberadaan FSKN dapat membawa semangat dalam melestarikan budaya yang ada di Kalbar.
“Kita harapkan dengan adanya FSKN ini ya keraton-keraton yang ada di Kalimantan barat ini lebih semangat ni dalam terus melestarikan budaya yang ada di Kalimantan barat,” kata Harrison.
“Saya mengharapkan juga agar keraton kesultanan yang ada di Kalimantan barat dapat menyemangati masyarakatnya masing-masing untuk terus berkolaborasi dengan pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi dalam bahu-membahu menjaga kerukunan antar umat,” tutupnya.
Saat ditemui wartawan usai acara pelantikan tersebut, Ketua DPD FSKN Kalbar, Pangeran Ratu Kertanegara, Gusti Kamboja yang merupakan Raja Kerajaan Matan Tanjungpura, menjelaskan bahwa keberadaan Forum Silaturahmi Keraton Nusantara ialah untuk melestarikan kebudayaan tradisi keraton.
Selain itu dengan adanya FSKN juga diharapkan dapat meningkatkan peran serta keraton dalam dinamika politik di era globalisasai.
“Kededepan kita bersama-sama bagaimana kita warisan tradisi keraton ini dapat terjaga dan terpelihara. Kemudian agar responsibility dari keraton terhadap dinamika politik dan budaya itu lebih tinggi ditengah-tengah globalisasi ,”kata Gusti.
Gusti mengungkapkan bahwa saat ini Forum Silaturahmi Keraton Nusantara juga telah melakukan advokasi terkait kedudukan keraton di dalam ketatanegaraan Republik Indonesia.
Karena dalam pasal 18 b ayat (2) UUD 1945 telah dinyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya.
“Di dalam pasal 18 b ayat (2) pemerintah mengakui, melindungi kesatuan masyarakat adat dan haknya sepanjang masih berlaku dan diatur dalam undang-undang,” ungkap Gusti
“Nah konsekuensi dari undang-undang ini harus ada peraturan perundang-undangan yang mengayomi sebagai payung hukum bagi keraton seperti apa tata caranya kami dilindungi,” sambungnya.
Gusti menambahkan bahwa FSKN sudah mengajukan usulan undang-undang tentang keraton ke DPR RI hal ini dikarenakan keraton tidak disebutkan secara eksplisit/tegas dalam undang-undang pemajuan kebudayaan.
“Dalam forum keraton ini kita telah mengajukan usulan undang-undang tentang keraton di DPR RI tapi belum masuk dalam legislasi karena di dalam undang-undang pemajuan kebudayaan itu keraton tidak secata eksplisit disebutkan, baru masyarakat adat,” pungkasnya.
Gusti mengingatkan bahwa dulu kerajaan dan keraton yang ada saat ini telah menyerahkan kedaulatan mereka untuk negara maka sudah sepantasnya negara juga menjaga eksistensi dan kedaulatan mereka.
“Kami ingatkan ini jangan lupa kita sudah serahkan hak kita, kedaulatan raja dan sultan beserta wilayahnya untuk negara kesatuan. Kita sepakat hingga hari ini sebagai negara bangsa dengan azas kedaulatan tunggal yang ada di Presiden kan gitu,” ujarnya.
Menurut Gusti, perubahan undang-undang partai politik telah membawa tantangan besar bagi para raja, untuk bisa masuk kedalam sistem ketatanegaraan karena harus menghadapi realitas politik dan sosial yang ada saat ini.
“Kalau dulukan ada sistim perwakilan dalam parlemen kitakan tapi setelah UU partai politik itu diubah para raja dibiarkan bertarung sendiri sementara realitas politik dan sosial hari ini tidak mampu para raja karena kekuatan uang,” ungkapnya.
“Mereka hanya punya wilayah adat, punya sejarah masa lampau mereka, mereka pernah berdaulat tetapi tidak dijaga oleh negara sebagai bentuk perlindungan dan penghargaan,” tutupnya. (Den).
Discussion about this post