JURNALIS.co.id – Presiden RI, Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan keberpihakannya terhadap sektor kelapa sawit. Pernyataan Kepala Negara ini seakan meanegaskan pentingnya komoditas sawit bagi perekonomian nasional.
Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan soal peningkatan nilai tambah crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel. Dengan demikian, sangat dimungkinkan usaha di sektor sawit bakal menempati posisi strategis.
Merespon keberpihakan Presiden pada kelapa sawit, Chief Corporate Affair Officer PT BGA, Priyanto Puji Sulistyo menyebut bahwa kebijakan pemerintah meningkatkan biodiesel adalah sebagai komitmen peningkatan daya tampung produk CPO dalam negeri.
Dampaknya, menurut Priyanto, ketergantungan harus ekspor bisa dikurangi. Kemudian secara prospek, bisnis kepala sawit sangat strategis, baik bagi para petani, maupun para pengusaha.
“Itu saya kira kebijakan yang sangat baik. Seperti apa yang disampaikan Bapak Presiden, yaitu menempatkan bisnis sawit ini menjadi komoditas yang sangat baik dan strategis bagi ekonomi nasional,” ungkap Priyanto ketika diwawancara awak media, Rabu (22/01/2025) kemarin.
Dia berpandangan, stetmen Presiden memiliki pengaruh sangat besar pada prospek usaha sawit sendiri di Indonesia. Tentu juga akan ada upaya lanjutan untuk bagaimana memberikan penguatan pada industri sawit.
“Perkara ada hal atau kendala, pro dan kontra soal pernyataan, itu pasti selalu ada. Namun hari ini saya nilai prospek usaha sawit sangat strategis. Bahkan Kebutuhan dunia akan produk kelapa sawit sangat tinggi,” tuturnya.
Meski kebutuhan produk sawit sangat tinggi, tidak terlepas dari berbagai masalah yang dialami para pelaku usaha perkebunan, tidak terkecuali di PT BGA. Misalnya seperti iklim dan sosial.
“Memang ada masalah di BGA sendiri. Dimana produktivitas hasil tahun lalu (2024-red) tidak mengembirakan. Faktor cuaca atau iklim sangat mengganggu produktivitas tanaman kita, begitu juga kendala sosial. Dimana – mana, semua tau gangguan sosial itu tinggi sekali. Jadi tidak mudah mengelola agar usaha itu berjalan aman,” pungkasnya.
Keberhasilan Program Biodiesel
Dilansir dari Bisnis.com, sebagai upaya mendorong transisi energi dan menekan impor BBM, pemerintah menggenjot penerapan biodiesel. Sejauh ini, Indonesia sukses menerapkan kebijakan biodiesel 30 persen (B30) dan biodiesel 35 persen (B35).
Tercatat, mengacu data Kemenko Perekonomian, pada 2022 pemerintah dapat menghemat devisa hingga Rp122 triliun setelah penerapan B30.
Adapun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim implementasi BBM jenis solar dengan campuran bahan bakar nabati B40 dapat menghemat devisa hingga Rp147,5 triliun pada 2025.
Selain aspek ekonomi, Kementerian ESDM juga mencatat program mandatori B40 juga telah memberikan manfaat signifikan di berbagai aspek sosial dan lingkungan.
Hal ini termasuk peningkatan nilai tambah crude palm oil (CPO) menjadi biodiesel sebesar Rp20,9 triliun, penyerapan tenaga kerja lebih dari 14.000 orang (off-farm) dan 1,95 juta orang (on-farm), serta pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 41,46 juta ton CO2e per tahun.
Angka tersebut lebih besar dari penghematan devisa dari implementasi B35 sebelumnya yang mencapai Rp122,98 triliun. Dengan demikian, terjadi tambahan penghematan devisa sekitar Rp25 triliun dengan tidak mengimpor BBM jenis minyak solar. (lim)
Discussion about this post