![](https://jurnalis.co.id/wp-content/uploads/2025/01/1738149326976.jpg)
JURNALIS.co.id – Bencana ekologis banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Barat saat ini tidak terlepas dari perusakan alam yang sudah berlangsung lama di Kalbar dan bahkan terus dilakukan hingga saat ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Hendrikus Adam, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Barat, pada Rabu 29 Januari 2025.
Menurut Adam, curah hujan hanyalah pemicu dari bencana yang kerap melanda tersebut, namun hujan tidak bisa dikontrol oleh siapapun. Karenanya tidaklah tepat dialamatkan pada hujan sebagai biang utama bencana banjir. Sementara aktivitas ekstraksi sumberdaya alam melalui alih fungsi hutan/lahan maupun tindakan perusakan alam, harusnya bisa dikendalikan dan dicegah melalui kebijakan pemerintah.
![](https://jurnalis.co.id/wp-content/uploads/2025/02/73e8ac42-9c1d-4f7d-bd9d-37a890e51ba1.jpg)
“Curah hujan selama ini terkesan kerap dijadikan alibi sebagai penyebab banjir untuk mengalihkan bahwa sejatinya ada kewajiban pemerintah yang mesti ditunaikan agar alam tidak dirusak,” ungkap Hendrikus Adam.
Lebih lanjut menurut Adam, justeru curah izin beserta praktik ekonomi ekstraktif lainnya atas sumber daya alam yang berlangsung lama seperti era HPH, illegal logging, alih fungsi hutan/lahan untuk perkebunan sawit, izin pertambangan, perkebunan pangan (food estate), penambangan illegal dan pembukaan lahan yang berlangsung hingga saat ini adalah sumber utama bencana lingkungan tersebut.
“Tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan mengembalikan fungsi alam yang telah dirusak. Menanami 50 hektar lahan untuk mengganti 50 hektar hutan yang ditebangi pada hari yang sama misalnya, tidak akan mengembalikan daya dukung dan daya tampung lingkungan,” tambah Hendrikus Adam.
Guna merespon situasi yang terjadi, tentu saja untuk jangka pendek penting melakukan evakuasi dan penanganan warga korban banjir. Sementara untuk jangka panjang, pemerintah wajib menghentikan aktivitas perusakan hutan/lahan sembari melakukan penegakan hukum atas pelanggaran dan pemulihan terhadap sejumlah wilayah kritis di Kalbar secara kontinu.
“Jangan sampai deforestasi dengan membabat hutan dan menggantinya dengan tanaman monokultur sebagaimana diisyaratkan Presiden Prabowo dalam pernyataannya justru diikuti pemerintah di Kalbar. Jika ini yang terjadi, maka lonceng selamat datang bencana akan terus menggema di berbagai penjuru,” tegas Adam. ***
(R/Ndi)
Discussion about this post