
JURNALIS.co.id – Komisi II DPR RI melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Provinsi Kalimantan Barat dalam rangka melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), serta mengevaluasi persoalan terkait Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menyampaikan bahwa hasil dari kunjungan ini akan menjadi bahan pembahasan internal di Komisi II DPR RI dan selanjutnya akan ditindaklanjuti bersama pihak-pihak terkait.
“Semua masukan dan jawaban yang kami terima akan menjadi bahan diskusi di internal Komisi II dan selanjutnya akan ditindaklanjuti melalui rapat kerja bersama menteri terkait atau dalam rapat dengar pendapat dengan kementerian/lembaga yang bersangkutan,” ungkap Aria Bima.
Dalam kunjungan tersebut, Komisi II DPR RI juga menyoroti pentingnya peran BUMD dan BLUD dalam mendukung peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
“BUMD dan BLUD memiliki tanggung jawab untuk mendorong kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui kontribusi terhadap penerimaan daerah,” ujar Aria Bima.
Ia menambahkan bahwa kemandirian fiskal merupakan fondasi utama dalam pembangunan daerah agar tidak sepenuhnya bergantung pada pemerintah pusat.
Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, Aria menjelaskan bahwa dari 546 daerah (provinsi, kabupaten, dan kota), sebanyak 493 di antaranya masih tergolong berkapasitas fiskal lemah dan bergantung pada dana transfer pusat.
Selain membahas BUMD dan BLUD, Komisi II DPR RI turut menyoroti persoalan konflik lahan yang masih marak terjadi, termasuk di wilayah Kalimantan Barat.
“Banyak konflik pertanahan yang terjadi, dan salah satu yang paling menonjol adalah ketimpangan dalam penguasaan tanah,” kata Aria Bima.
Komisi II DPR RI mengangkat dua kasus konflik lahan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, yaitu dugaan pembabatan lahan masyarakat seluas 1.600 hektare oleh PT Minamas, serta sengketa lahan antara masyarakat adat dan PT Prakasa Tani Sejati di Desa Merimbang Jaya, Kecamatan Sandai.
Merespons hal tersebut, Komisi II DPR RI meminta adanya evaluasi atas pemberian izin kepada perusahaan-perusahaan yang berpotensi menimbulkan konflik di tengah masyarakat.
“Kunjungan kerja spesifik ini juga bertujuan mengevaluasi penyelenggaraan HGU, HGB, dan HPL agar pengelolaan tanah dilakukan secara adil dan merata, serta digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat Kalimantan Barat,” tegas Aria.
Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, menyambut baik kunjungan tersebut dan berharap hal ini membawa dampak positif bagi daerah.
“Terima kasih atas masukan, saran, dan petunjuk-petunjuk yang diberikan kepada kami. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat akan terus berusaha memperbaiki berbagai regulasi,” ucap Ria Norsan.
Ia juga memaparkan bahwa saat ini Kalimantan Barat memiliki tiga BUMD aktif, yaitu PT Bank Kalbar, PT Jamkrida, dan Perumda Aneka Usaha.
“Sebenarnya dulu cukup banyak BUMD, tetapi yang masih aktif tinggal tiga. Yang lainnya kami tutup karena tidak mampu menghasilkan profit,” jelas Norsan.
Menurutnya, hingga tahun 2024, seluruh BUMD Kalbar telah mencatatkan keuntungan. Namun, Perumda Aneka Usaha memiliki margin laba kecil karena beberapa bidang usaha masih dalam tahap pengurusan izin dan rekomendasi.
Pada 2024, PT Bank Kalbar membukukan laba sebesar Rp485,8 miliar dengan dividen Rp127,7 miliar untuk Pemprov Kalbar. PT Jamkrida Kalbar mencatatkan laba Rp4,6 miliar yang ditahan sebagai cadangan, dan Perumda Aneka Usaha memperoleh laba Rp40,9 juta yang juga dijadikan cadangan umum.
Norsan menambahkan bahwa ke depan pihaknya berencana melibatkan BUMD dalam pengelolaan sektor perkebunan guna meningkatkan PAD.
“Kami memiliki rencana untuk melibatkan BUMD dalam pengelolaan perusahaan perkebunan karena hal ini sangat memungkinkan. Saya juga sudah menyampaikan kepada perusahaan daerah bahwa masih banyak peluang yang bisa kita garap,” tutupnya.[den]
Discussion about this post