
JURNALIS.co.id – Seekor orangutan jantan dewasa yang sempat memasuki area pekarangan warga di Dusun Sumber Priangan, Desa Simpang Tiga Sembelangaan, akhirnya berhasil ditranslokasi ke habitat yang lebih aman.
Tim gabungan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ketapang Selatan, dan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) pada Kamis (08/05/2025).
Orangutan ini sebelumnya beberapa kali dilaporkan memasuki area perkebunan warga dan memakan buah-buahan seperti jambu, kelapa, nanas.
Menanggapi laporan ini, tim Orangutan Protection Unit (OPU) YIARI segera melakukan verifikasi lapangan. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa konflik manusia-orangutan di lokasi tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan serius antara manusia dan satwa liar.
Setelah berkoordinasi dengan BKSDA Kalimantan Barat, diputuskan bahwa translokasi ke habitat yang lebih aman merupakan langkah paling masuk akal dan menguntungkan semua pihak.
Translokasi ini bukan hanya untuk melindungi orangutan, tapi juga untuk menjamin keselamatan warga. Ini adalah solusi saling menguntungkan yang perlu diambil sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Warga setempat mengaku sempat panik saat melihat orangutan tersebut muncul di pekarangan rumah mereka.
“Awalnya kami kira hanya monyet biasa. Tapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata orangutan,” ujar salah satu warga.
Orangutan tersebut pertama kali terlihat berjalan di antara pepohonan dekat pemukiman, sebelum akhirnya mendekati rumah warga. Video orangutan di pemukiman ini juga sempat viral di media sosial lokal.
Lokasi kemunculan orangutan berada sangat dekat dengan jalan raya utama yang menghubungkan Kabupaten Ketapang dan Kota Pontianak, meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas dan meningkatkan bahaya bagi manusia dan satwa.
Selain itu, hasil pengamatan tim menunjukkan bahwa kawasan tersebut sudah mengalami degradasi dan fragmentasi habitat yang parah akibat konversi lahan hutan ke kebun sawit dan encroachment di kawasan hutan. Akibatnya tidak ada lagi hutan yang cukup luas dan layak sebagai tempat hidup orangutan tersebut.
Kasus-kasus konflik sebelumnya menunjukkan betapa genting situasi ini. Pada pertengahan tahun lalu, seekor induk orangutan ditemukan mati dengan luka parah di bagian punggung yang diduga disebabkan oleh senjata tajam di kebun warga di kawasan Riam Berasap. Secara lanskap masih terhubung dengan lokasi orangutan saat ini.
Setahun sebelumnya, di Desa Sungai Pelang, Kabupaten Ketapang, orangutan yang merasa terancam bahkan sempat bertindak agresif terhadap manusia, menyebabkan seorang warga terluka cukup parah dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Menilik pentingnya upaya translokasi, tim gabungan bergerak ke lokasi untuk melakukan evakuasi sejak dini hari dan tiba sekitar pukul 04.30 WIB. Tim YIARI menggunakan senjata bius untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan, baik bagi satwa maupun tim di lapangan.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa orangutan yang memiliki berat badan sekitar 60–65 kg ini mempunyai luka lama di punggung tangan kiri yang sudah membentuk jaringan ikat, namun masih mengeluarkan sedikit nanah dan darah. Luka tersebut telah dibersihkan dan di-flushing.
Pemeriksaan gigi juga menunjukkan adanya beberapa kerusakan, seperti gigi fraktur, lubang, dan gigi yang hilang. Kondisi ini diperkirakan terjadi karena usia orangutan yang sudah cukup tua. Meskipun demikian, kondisi umum orangutan cukup baik untuk kembali ke alam.
Setelah melakukan pemeriksaan, tim langsung berangkat menuju kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak untuk proses translokasi. Lokasi tersebut telah melalui survei kelayakan dan dinyatakan cocok sebagai habitat baru.
Ketika dilepaskan, orangutan ini menunjukkan respons positif, bergegas bergerak menjauh, dan menunjukan perilaku liar, menandakan kesiapannya untuk kembali hidup bebas di alam.
Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul menegaskan bahwa pelepasliaran ini merupakan bukti nyata pentingnya kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga konservasi dalam menjaga kelangsungan hidup satwa liar, khususnya orangutan.
“Kami mengapresiasi keterlibatan aktif masyarakat yang membantu proses pelepasan hingga ke dalam kawasan hutan. Ini adalah langkah kecil yang membawa dampak besar bagi pelestarian hutan dan masa depan keanekaragaman hayati Indonesia,” kata Silverius.
Kepala KPH Ketapang Selatan, Kuswadi mengucapkan terima kasih kepada BKSDA Kalimantan Barat, YIARI dan masyarakat Dusun Sumber Priangan atas kolaborasi dan kepedulian terhadap translokasi orangutan ke Hutan Lindung Gunung Tarak.
“Kami mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat yang berada di sekitar kawasan Hutan Lindung Gunung Tarak untuk terus berperan aktif menjaga kelestariannya, agar fungsi lindung sebagai sumber air, oksigen, plasma nutfah, dan habitat satwa langka tetap terjaga,” imbau Kuswadi.
Sementara Kepala Balai KSDA Kalimantan Barat, Murlan Dameria menyebut translokasi ini merupakan bagian dari komitmen pihaknya dalam merespon cepat setiap potensi konflik antara satwa liar dan manusia.
“Ini juga sejalan dengan upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Kalimantan Barat. Kami mengajak semua pihak untuk terus menjaga habitat alami agar tidak ada lagi satwa yang kehilangan tempat hidupnya,” tambahnya. (lim)
Discussion about this post